1.

31.6K 1.2K 8
                                    


"Lo beneran pulang kampung bitch?" tanya Mela, melihat sahabatnya itu berkemas-kemas.

Keyla mendengus. Melemparkan bantal ke arah Mela. "Lo pikir? Warisan gue jauh lebih penting. Gue mau pulang dulu. Nanti balik lagi kalau udah bisa bujuk nyokap-bokap."

"Pikir-pikir lagi deh, lo disini tuh enak. Banyak cowok tajir merintir yang siap sedia kalau lo butuh duit. Lo bisa belanja sepuasnya di mall, perawatan kualitas terbaik di salon, semua gampang disini Key. Kalau lo pulang, mana bisa lo seneng-seneng?" Ejeknya, duduk di pinggiran kasur milik Keyla.

"Sialan! Gue pasti balik lagi kok, paling cuma sebulan lah disana. Gak usah bikin gue galau gitu dong lo," sahut Keyla, masih sibuk menata puluhan baju-bajunya.

"Cuma sebulan tapi lo mau cargo semua barang-barangnya lo?!" tanya Mela, tidak percaya.

"Ya biar Mama gue percaya Mel, udah lah. Gue nanti kesini bawa badan juga bisa. Cowok gue banyak, tinggal minta mereka buat beliin baju udah kan?" katanya sombong, mengibaskan rambut.

Mela berdecih. "Iya iya, tau banget si paling punya banyak cowok. Gue berdoa semoga lo beneran balik lagi. Gue bakal kesepian banget kalau sampai lo tetap disana."

Keyla berhenti mengemasi barang-barangnya, menatap Mela serius. Lalu terkekeh pelan. "Sedih kan lo, gue juga sedih banget sebenarnya. Sini peluk gue dulu."

Mela langsung saja berhamburan ke pelukan Keyla. "Jangan lupa sama gue ya bitch?" Kata Keyla mengusap-usap punggung Mela.

"Apa bisa gue lupa sama orang secantik dan sebaik lo Key? Tapi tunggu deh, kok lo jadi bilang gitu seolah-olah bakal lama banget disana!" Mela melepas pelukan, memicingkan matanya curiga.

"Ya siapa tau aja Mama gue belum luluh Mel, lo sabar-sabar pokoknya."

Mela berdecak, tidak terima. "Hah! Gue gak bisa gini!" eluhnya.

"Udah deh, lebay. Bantu gue packing aja sini," lalu keduanya tampak tertawa bersama, menikmati waktu sebelum Keyla benar-benar pulang kampung!

*****

"Sampai kapan kamu bakal begini Dan? Anak mu udah dua tahun sekarang, dia butuh sosok ibu. Kasihan dia, kamu sendiri sibuk terus di kandang, gak pernah ajak main putramu barang sebentar. Kamu seolah-olah anti sama anakmu sendiri," Jamila, Ibu dari satu orang anak itu menasehati. Menatap sang Putra yang tampak tak bergeming.

"Semua wanita gak akan sama seperti istrimu Dan, kamu harus buka hati lagi. Kamu harus bisa bangkit, kamu lihat semua tetangga selalu mengolok-olok Ibu. Katanya kamu memang gak becus ngurus rumah tangga jadi istrimu minggat, padahal semua itu gak salahmu Dan. Kamu harus bisa buktikan ke mereka kalau kamu bisa menjadi seorang kepala keluarga," tambahnya lagi.

"Kalau di pikir-pikir emang perkataan para tetangga ada betulnya Bu, saya gak becus. Saya gak bisa kalau harus memulai hubungan lagi disaat saya saja belum sembuh. Saya butuh waktu," jawabnya, menatap sang Ibu dengan wajah datar khasnya.

"Itu yang buat kamu gak maju-maju Dan, kamu selalu anggap dirimu sendiri yang salah! Pikirkan anakmu! Ibu ini sudah tua! Kamu pikir Ibu terus yang bakal merawat anakmu? Bukannya Ibu gak mau merawat Dean, tapi kamu tahu sendiri. Ibu sekarang suka linu kakinya. Gak bisa seaktif dulu, sedangkan Dean akan ada di masa aktif-aktifnya."

Janitra Danurdara, lelaki itu tampak menunduk. Merasa bersalah, selama ini dia sudah menelantarkan anaknya sendiri. "Kalau itu mau Ibu, saya akan berusaha mulai sekarang. Maaf kalau saya selama ini selalu merepotkan Ibu."

Jamila tampak berkaca-kaca, mengelus bahu sang anak. "Ibu mau kamu bahagia, Kamu pantas bahagia Nak."

"Yah!" Suara kecil itu membuat Jamila mengusap air matanya. Menatap Dean yang tampak berlari kecil menuju sang ayah.

"Sana main dulu sama anakmu sebelum berangkat kerja. Kasihan dia dari kemarin tanya kamu terus," perintah Jamila, membuat Danu mengangguk, mencoba tersenyum hangat kearah sang putra.

"Mau main sama Ayah nak?" ucap Danu lembut, Dean tampak langsung manggut-manggut merentangkan kedua tangannya.

Danu terkekeh, merengkuh Dean. "Maafin Ayah ya? Sekarang Ayah akan sering-sering main sama Dean."

Dean tampak mengeryitkan keningnya bingung kenapa ayahnya meminta maaf, tapi tak urung mengangguk lucu. "Ya ya mau main!" Serunya, bersemangat.

Jamila yang melihat kehangatan itu tampak lega, Danu memang butuh wejangan begini. Kalau Jamila tidak mengeluh mana mungkin Danu sadar? Puluhan kali Jamila menasehati untuk Danu cari istri lagi, tapi lelaki itu tampak enggan. Sekarang, saat dia mengeluh, Danu tampak luluh. Ya semoga anaknya itu bisa mendapatkan sosok istri yang dia idam-idamkan. Semoga.

Village and You [on going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang