"Aku udah di stasiun Yah," Keyla memegangi ponsel di telinga, celingak-celinguk mencari sang ayah yang menjemputnya."Sebelah mana Nduk? Pakai baju warna apa?" tanya Salman-- ayah Keyla.
"Aku pakai jaket warna pink, sama celana kulot hitam. Sebelah pintu exit," jawabnya, lelah. Perjalanan menggunakan kereta ke kampungnya memang membutuhkan waktu 14 jam perjalanan, tidak heran kalau Keyla benar-benar merasa kelelahan.
"Oh iya Nduk, kamu disitu aja. Ayah kesana sebentar," lalu panggilan terputus sepihak. Keyla menghela nafas lega.
"Nduk! Masyaallah!" Salman tampak berlari merentangkan tangan menyambut putri kesayangannya.
Keyla tersenyum hangat, memeluk sang ayah. "Apa kabar Yah?" tanyanya.
"Alhamdulillah Baik, kamu gimana? Tambah ayu aja putri Ayah ini," ucapnya melepaskan pelukan.
"Baik dong tentu saja. Yuk Yah, adek udah capek banget," adunya manja membuat Salman manggut-manggut dan segera menuju mobil.
******
"Anak kurang ajar akhirnya pulang juga ya," Nur tampak galak, menghadang jalan putrinya yang akan masuk.
Keyla cengar-cengir. Menyalami tangan sang Ibu lalu memeluknya.
"Ibu ku sayang. Gak boleh galak gitu dong anaknya pulang nih, harus disayang-sayang!" katanya, masih cengengesan.
Nur luluh, mengelus-elus punggung Keyla dengan lembut. "Kangen banget Ibu! Gak usah balik lagi kamu di kota! Wes disini aja," Keyla manggut-manggut saja, yang penting ibunya percaya dan warisannya aman.
"Laper banget nih, pasti masak kesukaan adek kan? Kangen banget adek sama masakan Ibu!" Ucapnya berlari ke arah dapur, menatap kagum meja makan yang tampak penuh makanan kesukaannya. Mulai dari ayam kecap, begedel, soto ayam, tempe kering, otak-otak bandeng, dan banyak lagi! Keyla sampai berseru kegirangan seperti anak kecil.
"Makan, makan! Aaaa makasih Ibuku yang paling cantik!" Keyla mencium pipi Nur, dan langsung duduk di meja makan.
"Heh! Bersih-bersih dulu sana! Enak aja langsung makan kamu! Ayo, habis perjalanan jauh kok," ujar Nur menasehati, menarik ujung jaket milik Keyla.
Keyla meringis pelan, tak urung berdiri untuk bersih-bersih terlebih dahulu, padahal perutnya sudah keroncongan sekali.
"Anakmu itu masih aja sikapnya seperti anak kecil," Nur mengadu, geleng-geleng kepala melihat kelakuan anaknya.
"Ya sudah, biarkan saja. Dia manja kalau sama kita doang Bu," bela Salman, duduk di kursi meja makan. Sambil mengemil tahu goreng.
Keyla tampak kembali, menyodorkan tangan ke arah Nur. "Udah bersih. Adek makan dulu ya," Nur manggut-manggut, membiarkan putri bungsunya itu mengambil lauk sesukanya.
"Kayak gak makan berapa tahun kamu,"
Keyla menyengir, mulutnya benar-benar penuh makanan! Sepertinya kalau disini Keyla bakal makan banyak terus, masakan ibunya benar-benar enak sekali, mengalahkan restoran bintang lima sekaligus!
****
"Dengar-dengar adek mu pulang ya Dli?" tanya Satya, saat keduanya sedang merokok di belakang kandang.
"Iya, sebenere mau tak jemput. Tapi gara-gara onok Pak Surya ambil pakan ayam yo gak jadi. Ayah seng jemput," jawabnya santai, menyelipkan rokok di mulutnya.
"Dulu ae adekmu sek cilik ayu tenan, opo mene wes gede ngene pasti tambah ayu Dli," ujar Satya, terkekeh.
"Mas e ganteng, adik e yo pasti ayu Sat."
Satya mendengus. "Yo koe seh ancen idaman e arek desa Dli, untung wes onok pawange" lalu Fadli tertawa mendengarnya.
"Lagi bicara apa? Kok kayaknya seru?" Danu datang, menatap kedua temannya yang tampak kaget.
"Loh Dan, tumben?" tanya Fadli berdiri, diikuti Satya.
"Sorry ganggu ya? Saya cuma mau ambil pakan tadi. Anak-anak udah pada pulang," katanya, membuat Fadli mengangguk paham.
"Oh ya udah santai aja, mau ikut duduk gak?" tawar Fadli, membuat Danu mengangguk setuju.
"Ya sudah sekalian aja, mumpung gak ada kerjaan" ucap Danu, ketiganya langsung duduk melingkar.
"Halah Dan, koe enak toh kerja gak kerja ono anak buahmu," gurau Satya membuat Danu geleng-geleng tidak enak.
"Gak gitu, sama aja kayak kalian saya mah," balasnya, ikut menyalakan rokok.
"Fadli iki ngongkon terus Dan, Sat itu Sat, ini Sat. Anak buah e serasa mek aku tok, padahal yo akeh! Kadang aku gregetan ambek Fadli yoan," ucap Satya jujur, membuat Fadli mendengus menatap Satya.
"Yo soale, koe seng tak percaya Sat! Koe ki, malah sambat!"
Satya geleng-geleng kepala tidak percaya. "Apa seh, bujuk koe. Onok Danu kan mangkane koe sok baik."
"Gak usah bertengkar gitu, tadi kalian ngomong apa? Kok sampai ketawa-ketawa gitu," tanya Danu menyela keduanya yang tampak mau adu bacot.
"Oh, koe belum tau yo Dan, Fadli tuh punya adek. Ayu tenan adek e Dan! Koe harus ero nek nak desa iki onok bidadari seh," beritahu Satya, bersemangat.
"Gak usah di denger Dan, adek ku emang cantik tapi kelakuan e akeh minuse!"
"Ooo arek goblok iki! Adek e dewe kok isok di elek-elekno!"
Danu tersenyum tipis. "Nanti kapan-kapan bisa kenalin ke saya," ucap Danu, niatnya benar-benar bercanda. Lagian seingatnya di rumah Fadli tidak ada adiknya itu, mungkin saja adik Fadli masih sekolah. Pikirnya.
"Bahaya Dli! Adikmu nanti di embat orang ganteng kaya raya!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Village and You [on going]
ChickLitKehidupan di kota memang menyenangkan, Keyla suka sekali. Bertahun-tahun berada disini karena tuntutan pendidikan membuatnya merasa nyaman dan enggan pulang ke desa. Berbagai alasan dia gunakan untuk tetap berada di kota, sampai akhirnya sang Ibu n...