19

22.8K 1K 1
                                    


"Masak apa?" Danu tampak mendekat, berada dalam belakang tubuhnya pas.

"Ih, bikin kaget aja. Tumben banget udah turun?" Balas Keyla, berbalik arah menghadap Danu.

"Gak ngantuk, lagian gak baik juga habis shubuh tidur," ucap Danu meneliti wajah cantik milik istrinya.

"Hah bisa aja, padahal biasanya juga gitu," Keyla mendengus, berbalik badan lagi untuk menumis masakannya.

"Sekarang gak," ujar Danu pelan, menaruh dagunya di bahu milik Keyla.

Keyla mengelus rambut Danu lembut, benar-benar suaminya ini berubah sekali menjadi sangat manja.

"Kamu katanya mau ke Banyuwangi? Berangkat jam berapa?" tanya Keyla.

Danu mengangkat dagunya, membuat Keyla berbalik badan lagi. "Habis sarapan, kalau bukan Ibu yang minta mana mungkin saya mau kesana," adunya seperti anak kecil.

Keyla terkekeh. "Kalau dipikir-pikir gak apa tau Mas, kasihan Ayah juga. Kamu emang beneran gak mau ngurus? Ayah tuh butuh pensiun, nikmatin masa-masa gini sama Ibu di rumah," nasehatnya. Ingat pesan Jamila, sebelum ke Banyuwangi. Jamila pernah bilang kalau bisa dia membujuk Danu untuk mengurus pabrik Ayahnya. Pasalnya kalau Danu mau melepas tangan maka pabrik itu akan benar-benar jatuh ke orang yang tidak dikenal Jamila. Dia takut, kalau pabrik itu bakal disalah gunakan.

"Salah sendiri buat pabrik, saya gak minat," balasnya enteng sekali, berlalu duduk di meja makan. Keyla menghela nafas, meniriskan masakannya.

"Ayah itu buat pabrik juga buat kamu itu Mas, biar kamu tuh enak. Kalau kamu gak mau ya udah, tapi jangan lepas tangan sepenuhnya. Kamu harus sering-sering cek, saham-mu juga harus lebih besar disana," Keyla lalu sibuk sendiri menyajikan makanan.

"Gak usah bahas, saya lagi males. Mana Dean? Kok belum muncul," Danu berusaha mengalihkan topik pembicaraan mereka.

"Tadi ikut belanja sama Bibi ke warung. Paling ya main sebentar, kan disana ada temannya," jawab Keyla duduk di kursi meja makan.

Danu mengangguk saja, menerima piring berisi makanan yang sudah diambilkan oleh Keyla.

******

"Ayah mau ketemu Uti? Kenapa Ean gak diajak!" Dean memberengut, menatap sang Ayah yang sudah bersiap untuk berangkat.

"Ayah kerja sayang, disana sibuk. Lain kali pasti ngajak Dean sama Bunda. Nanti kita liburan bareng ya?" Bujuk Keyla, meyakinkan.

"Beneran liburan Bun?" tanyanya antusias.

"Iya, nanti pasti liburan kok. Iya kan Yah?" Keyla menatap Danu yang hanya diam melihat interaksi keduanya.

"Iya, yang penting satu. Dean harus pinter, gak boleh rewel. Jaga Bunda kalau Ayah lagi kerja, oke?" Kini Danu baru berbicara, mensejajarkan tubuhnya dengan Dean. Mengelus-elus rambutnya dengan sayang.

"Oke Ayah! Ean bakal jaga Bunda. Ean nitip salam sama Uti sama Akung!" Jawab Dean, pintar. Danu jadi bangga sekali melihat perkembangan anaknya.

"Iya, ya udah Ayah berangkat," Danu menyodorkan tangannya, Dean yang paham langsung saja mencium tangan Danu.

"Hati-hati Mas, nanti kabarin," kata Keyla, ikut mencium tangan Danu.

Danu hanya mengangguk, membawa tas yang sudah dipacking oleh Keyla lalu segera masuk mobil. Dean tampak meneliti interaksi kedua orangtuanya, lalu tersenyum. Melambaikan tangan saat Danu mengklason.

"Ayo, waktunya Dean makan. Bunda cuci piring dulu ya?"

"Ya Bun, habis ini kita belajar nulis ya?"

Keyla mengangguk, menggandeng anaknya masuk kedalam rumah. Dean tuh emang udah lancar banget ngomong, tapi logatnya masih kayak anak kecil sering cadel juga. Maklum masih anak umur tiga tahun.

*******

"Pinter kamu?!" Ibunya marah-marah menggeplak lengannya pelan.

"Ibu! Di depan ada Dean, kenapa sih marah-marah mulu!" dumelnya, mencium tangan Nur.

"Mentang-mentang udah nikah gak pernah main ke rumah?! Ibu ini mau ke rumah mu juga malu! Kamu ini!" Omel Nur, geregetan.

Keyla cengar-cengir. "Halah! Orang biasanya juga malu-maluin, lagian Ibu kan bisa telepon kalau mau main. Aku tuh sibuk Bu! Dean udah gede, banyak kerjaan ku," alasannya, duduk di sofa ruang tamu. Sedangkan Dean, masih main bersama Ayahnya di luar.

"Apaan! Ibu dengar kamu sewa Art di kampung ini, kamu ini boros banget Keyla! Uang buat bayar Art kan bisa buat yang lain, kenapa segala sewa?!" kata Nur, tidak habis pikir dengan anaknya.

"Orang Ibu Jamila yang suruh kok, biar Keyla ada teman, lagian yang masak juga Keyla Bun, Art loh cuma buat bersih-bersih rumah. Sore juga pulang kalau aku udah masak malam. Uang suamiku tuh banyak, kenapa juga harus di hemat-hemat," sombongnya, mengedipkan mata.

Nur berdecak tak suka. "Ya kan Bisa ditabung, emang anak sekarang tuh ada-ada aja. Gimana kamu didik Dean, bisa gak? Sikapmu aja masih kekanak-kanakan gitu," sindirnya tidak yakin.

"Enak aja! Anakku tuh pinter Bu! Gampang didiknya, anaknya nurut kok. Aku jadi gak susah buat deket sama dia. Lihat aja, tuh sama Ayah aja langsung akrab."

"Kelihatan emang dari awal, beruntung kamu dapat anak ganteng pinter kayak Dean."

"Serius Bu, seberuntung itu akan dapetin Dean. Meskipun bukan anak kandung, aku rasa aku udah ada ikatan batin sama dia, begitu kuat. Kayak dia anakku sendiri," jelasnya jujur, dari awal bertemu emang dia merasa sudah sangat sayang dengan Dean.

"Kamu belum diceritain? Gimana ibunya dulu?" pancing sang Ibu, ingin tau.

Keyla langsung menatap sang Ibu, dan baru menyadari hal sepenting itu. Semenjak menikah, Danu benar-benar tidak pernah menceritakan apapun tentang kegagalan sebelumnya. Keyla juga lupa, belum sempat bertanya. Astaga, dia perlu tau banyak. Kalau sampai suatu saat nanti wanita itu muncul, dan ingin membawa Dean bersamanya Keyla bakal maju nomer satu untuk menentang hal itu, demi apapun. Jadi, dia perlu banyak penjelasan tentang ini, jaga-jaga kalau ibu kandung Dean akan membawa kasus ini ke persidangan hak asuh anak.

Village and You [on going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang