Malam ini rumah tampak ramai, berbagai warga sudah berdatangan masuk ke dalam rumah. Keyla sendiri masih agak gugup, pasalnya nanti akan ada perkenalan tentang dirinya. Surya, Ayah mertua Keyla itu selain memiliki pabrik beliau ternyata seorang petinggi desa yang sangat di hormati. Jadilah banyak warga yang berbondong-bondong datang."Mas, aku takut deh beneran," ucap Keyla menarik-narik baju kokoh milik Danu.
"Gak apa Sayang, ada saya. Kamu lihat kan tadi di dapur? Mereka senang tuh, katanya kamu mudah berbaur, sopan lagi. Mas jadi bangga punya istri cantik sopan gini," goda Danu mengecup kening Keyla, membawa wanitanya ke dalam pelukan.
"Ih gombalnya bisa aja ya! Tapi aku cantik kan pakai gamisnya Ibu? Cocok gak Mas?" Tanyanya mendongak, menatap wajah suaminya yang kini manggut-manggut.
"Tentu saja, kamu malah makin cantik pakai hijab gini. Saya kan sudah pernah bilang," balas Danu, mengelus kepala Keyla yang berbalut hijab.
"Ada yang pengen istrinya pakai hijab nih," ucap Keyla mengelus-elus dada bidang Danu. Lelaki itu tertawa, mengecup kembali puncak kepala Keyla. "Betul, saya suka aja kamu pakai yang tertutup gini di depan umum. Kalau di depan saya baru, pakai apapun terserah kamu," balasnya terkekeh.
Keyla mendumel, memukul pelan dada bidang Danu. "Dasar ya, gak pernah berubah pemikirannya."
Danu ingin menjawab tapi ketukan pintu berulangkali membuatnya urung. "Mas, udah dicariin Ibu di bawah, ayo turun bareng Ayah," itu suara Surya, sepertinya ayahnya sudah tidak sabar.
"Oh iya Ayah," sahutnya. "Ayo sayang, bareng Mas juga sekalian," Keyla manggut-manggut, membuntuti suaminya.
"Loh cah ayu belum turun juga ternyata? Ya udah ayo barengan. Ibumu itu paling masih sibuk sampai gak sadar mantunya belum turun," kata Surya geleng-geleng kepala.
"Tadi sebenarnya udah diajak Ayah, tapi Keyla nunggu Mas Danu mandi, jadi gak jadi turun bareng Ibu," jelasnya.
"Oh begitu, ya bener. Nanti kamu sampingan ya sama Ibu, ada pak ustad juga nanti buat mendoakan pernikahan kalian," kata Surya menjelaskan acara hari ini.
"Iya Ayah," jawab Keyla seadanya. Beberapa petinggi desa sudah tampak hadir, Ayah mertuanya itu langsung menyalami diikuti Danu dan dirinya.
"Wah ini toh mantune Pak? Alhamdulillah nggeh ayu tenan, mugi-mugi sakina mawadah warahmah nggeh," ucap Agung, pria setengah abad lebih yang saat ini menjabat sebagai kepala desa.
"Alhamdulillah nggeh Pak lurah, matur nuwun, monggo lenggah," dan masih banyak lagi ucapan serupa yang diucapkan oleh petinggi desa. Keyla hanya bisa tersenyum sopan sambil mengamini.
Acara dimulai dengan hikmat, berbagai rangkaian acara berjalan lancar, terdapat pengenalan dan bercanda sebentar tentang dirinya dan Danu. Para warga tampak antusias dan sumringah, membuat Keyla menjadi ikut bahagia. Ketakutan tentang perkataan buruk tentang dirinya musnah sudah.
"Udah ngantuk Sayang?" Tanya Danu, mendekat kearah istrinya yang sepertinya terlihat capek. Kali ini acaranya sudah memasuki makan-makan.
"Belum Mas, kamu mau makan? Aku ambilin?" Tanya Keyla menatap lekat suaminya.
"Gak usah, saya ambil sendiri aja. Kamu juga belum makan ya? Saya aja yang ambilin. Kamu kelihatan pucet loh itu, gak apa beneran?" Tanya Danu memastikan.
Sejujurnya Keyla memang sedikit pusing, melihat banyak orang lalu lalang didepannya membuat kepalanya ikut berputar-putar. Tapi mau berkata jujur juga tidak enak, ini acara diadakan khusus untuknya. Apalagi melihat antusias para warga tadi membuat Keyla senang bukan main, jadi tidak enak kalau harus meninggalkan acara terlebih dahulu.
"Iya Mas, aku gak apa, kamu ini pasti berlebihan," sahutnya mencoba menahan diri.
"Ikut Mas, kita makan di dalam aja, disini banyak orang," kata Danu, menggandeng tangan Keyla masuk ke ruang tamu yang diisi para pejabat Desa.
"Makan Mas, Mbak" kata mereka kompak.
"Monggo Bapak-bapak, dinikmati," balas Danu, menarik Keyla untuk berjalan lagi, kini menuju dapur.
Kepala Keyla terasa sangat berat sungguh, dirinya sampai tidak sanggup berdiri dan langsung duduk di kursi yang bisa dia jangkau. Danu yang mengambil piring langsung kaget, meletakkan piring itu asal dan mendekat kearah istrinya.
"Sayang? Udah saya duga kamu lagi gak enak badan, kelihatan dari wajah kamu. Kenapa gak bilang?" Ucap Danu, mengecek dahi Keyla yang tampak sedikit panas.
"Ini suhu badan kamu juga naik, ayo kita ke kamar, habis ini saya panggil dokter," kata Danu menggendong Keyla ala bridal style.
Jamila yang melihat itu berlari. "Ya Allah Dan, Keyla kenapa itu?" Melihat Keyla yang memejamkan mata, membuat Jamila khawatir bukan main.
"Kacapean kayaknya Bu, ini aku bawa ke kamar aja. Saya minta tolong telepon dokter Fano ya? Keyla butuh di periksa," kata Danu berjalan cepat ke arah kamarnya. Untung saja mereka tidak melewati ruang tamu yang tampak masih sangat ramai.
"Aku gak apa Mas, kamu gak perlu khawatir gitu," kata Keyla mengalungkan tangannya ke leher Danu.
"Saya gak mau debat Keyla, diam dulu kamu disini saya ambil air hangat sama makan," sahutnya, meletakkan Keyla diatas ranjang dengan pelan. Keyla bergumam saja, tubuhnya memang terasa pegal-pegal sekali.
"Ini dokter Fano udah jalan kesini," kata Jamila saat Danu keluar kamar.
"Ya udah Ibu terimakasih, saya minta bantuannya jaga Dean. Kalau lagi gini biasanya Dean malah makin manja sama Bundanya itu. Ibu tolong tidurin Dean dulu, saya urus Keyla," kata Danu membuat Jamila mengangguk cepat.
"Ya udah kamu gak usah pikirin Dean, anaknya masih anteng itu sama temen-temen ibu di bawah. Kamu jagain yang bener Keyla. Nanti kalau butuh Ibu kamu bilang ya? Kalau dokter Fano sampai Ibu juga bakal keatas," balas Jamilah. "Iya Ibu, saya mau ambil makan dulu, Keyla dari tadi siang belum makan sepertinya asam lambungnya naik itu."
"Oh iya bener, cepet kamu ambil, nanti biar ibu yang pilih makanannya ayo," Danu akhirnya mengikuti langkah ibunya itu ke dapur.
*****
"Gak mau makan lagi Mas, perutku mual," tolak Keyla ketika Danu menyuapinya lagi dan lagi.
"Iya tapi harus ada isinya. Kamu cuma makan dua sendok loh, kurang itu. Lagi ya satu lagi ini," bujuknya lembut, membuat Keyla mau tidak mau menerima suapannya.
"Masih pusing kepalanya?"
"Masih, tapi agak mendingan," katanya jujur.
"Mas udah bilang apa sama kamu? Kalau lagi gak enak badan itu bilang dari awal, kalau kayak gini yang sakit kan kamu, bukan saya. Enak begitu? Tidak kan?" Omel Danu panjang lebar. Keyla tertawa geli mendengarnya. "Orang lagi sakit itu disayang kali Mas, gak malah diomelin mulu gini," katanya.
"Ya kamu, harus di omel dulu emang, kalau engga bakal makin jadi. Ingat apa yang saya omongin?"
"Ingat, kalau lagi gak enak badan harus bilang gak boleh pendem sendiri," katanya menyimpulkan omelan Danu.
"Sini minum dulu," Keyla akhirnya nurut sekali dengan suaminya. Tidak membantah sedikitpun, takut kena omel lagi, karena Danu mode ini benar-benar galak melebihi dirinya.
*******
Hai! Selamat malam! Karena antusias komentar yang kemarin aku jadi semangat nih buat lanjut cerita hehe. Semoga suka ya, terimakasih banyak atas dukungan kalian 💗
Oh iya ini beneran bakal menuju ending cerita sih, bakal cuma kurang satu bab dan satu epilog, jadi ditunggu ya. Nanti juga kalau pada antusias lagi bakal aku buatin extra chapter kok! Jadi jangan berkecil hati ya 💗
Komentar yang banyak disini!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Village and You [on going]
ChickLitKehidupan di kota memang menyenangkan, Keyla suka sekali. Bertahun-tahun berada disini karena tuntutan pendidikan membuatnya merasa nyaman dan enggan pulang ke desa. Berbagai alasan dia gunakan untuk tetap berada di kota, sampai akhirnya sang Ibu n...