Bab 3

14K 815 19
                                    

Dengan pelan Gio mulai turun dari atas tempat tidur, karena sekarang sudah pagi. Ia harus membantu ibu mertuanya memasak ataupun membersihkan rumah, hal seperti ini biasa ia lakukan karena saat dipanti dirinya sering membantu ibu panti memasak sarapan untuk anak-anak yang lainnya.

Gio berjalan kearah tas miliknya yang ada didekat pintu masuk kamar milik Kafano, mengambil pakaian yang sekiranya masih bagus untuk ia kenakan sekarang karena tadi malam ia memakai baju tidur milik Kafano, karena dirinya sendiri tak mempunyai baju tidur seperti ini.

Pakaian yang ia bawa kesini pun sangat sedikit karena hanya itu yang ada dipanti, karena sangat jarang mendapatkan pakaian baru. Walaupun dapat itu pasti hanya satu pasang karena banyak anak yang lain yang juga butuh pakaian baru, bukan hanya Gio saja, dirinya sudah diajarkan hidup mandiri sejak kecil karena ia tahu jika tinggal dipanti tak bisa sesuka hati jika ingin sesuatu, pasti harus berbagi atau menahan semua keinginannya itu.

Setelah membersihkan dirinya, Gio langsung berjalan kearah luar kamar karena ingin membantu ibu mertuanya didapur sekarang.

Tatapan itu memerhatikan sekitar lantai dua yang sekarang menjadi tempat tidurnya bersama dengan Kafano. Rumah ini terlihat sangat-sangat luas bahkan sangat besar dari panti asuhan tempat tinggalnya dulu.

Gio berharap jika hidupnya akan jauh lebih baik setelah keluar dari panti asuhan, selain bisa meringankan beban ibu panti disana ia juga bisa mencoba menjadi istri dan juga anak yang baik disini, semua ini tak pernah ia harapkan sebelumnya namun karena semuanya sudah terjadi maka dirinya akan menerima semua ini dengan sangat baik.

Mungkin ini memang takdir yang sudah ditentukan didalam hidupnya, harus menikah dengan seorang pria yang sama sekali tak bisa disentuh ataupun didekati.

"Ibu,"panggil Gio saat sampai didapur rumah ini, ia sudah melihat-lihat rumah ini kemarin dengan ditemani satpam rumah ini jadi sekarang dirinya sedikit tahu tentang jalan yang harus ia ambil jika ingin ke suatu ruangan yang ada dirumah ini.

Wanita paruh baya yang Gio panggil itu ibu menoleh sebelum tersenyum lembut menatap kearah menantunya itu. Wanita itu bernama Nadia, ibu dari Kafano.

"Gio? Ibu kira siapa tadi, kamu udah bangun aja jam segini."ujar Nadia dengan berjalan kearah menantunya itu, sudah lama dirinya ingin Gio menjadi bagian dari keluarga mereka namun saat ingin mengadopsi anak itu menjadi anak kandung mereka.

Pihak dari panti asuhan menolak karena Gio sudah mereka anggap anak sendiri sehingga tak ada satu pun orang yang boleh mengadopsi pemuda baik itu, oleh karena itu saat melihat Kafano anak tunggalnya masih sendirian ia langsung saja mengambil keputusan dengan menikahkan mereka walaupun Kafano sempat menolak dengan keras waktu ia mengatakan semuanya sehingga dirinya nekad meminum racun demi keinginannya terpenuhi.

Nadia tahu dia terlalu berlebihan dalam menginginkan sesuatu tapi ini semua demi kebaikan anaknya. Gio anak yang sangat ceria, sering berbicara banyak hal, selalu bisa membuat orang lain tersenyum dengan tingkahnya, ia berharap anaknya bisa berubah menjadi lebih lembut saat bersama dengan pemuda itu, karena tak ada orang tua yang ingin anaknya menutup diri tanya bercerita apapun pada orang tuanya, bahkan Kafano sangat jarang berbicara dengan mereka berdua sebagai kedua orang tuanya.

Gio tersenyum mendengar itu semua, ia sudah terbiasa bangun pagi untuk membantu ibu panti, jadi ini semua tak ada apa-apanya dibandingkan dulu karena sekarang ini sudah menjadi tugasnya yaitu membantu ibu mertuanya untuk memasak.

"Aku udah biasa bangun jam segini karena dulu sering bantu ibu panti buat masak sarapan kami,"ujar Gio dengan berjalan mendekat kearah ibu mertuanya untuk melihat apa yang sekarang bisa ia lakukan untuk membantu itunya itu.

"Bagaimana semalam? Kafano bersikap baik kan sama kamu? Atau dia masih bersikap dingin?"tanya Nadia dengan tangan yang fokus memasak, sedangkan Gio tengah membantunya memotong sayuran yang ada.

Gio terdiam mendengar semua pertanyaan itu, bagaimana suaminya bisa bersikap baik karena ia sama sekali tak berani berbicara dengan Kafano karena nada bicara pria itu selalu membuatnya merasa takut.

"Gio? Jujur sama ibu,"ujar Nadia saat tak mendapatkan balasan apapun, pikirannya langsung aneh saat Gio tak berbicara apapun padanya sekarang.

Gio tersentak mendengar itu semua sebelum menunduk karena ia takut untuk mengatakan semuanya sekarang, namun jika terus diam maka ibu mertuanya pasti akan merasa curiga dengan dirinya sekarang.

"Semalam aku sempat demam, mungkin karena terlalu lelah dengan acara pernikahan kemarin. Tapi mas Fano merawatku dengan baik kok."ujar Gio pada akhirnya, lebih baik berbohong demi kebaikan mereka semua dari pada ia jujur dan akan membuat semuanya semakin rumit. Ia tak mau semakin dibenci oleh Kafano jika mengatakan hal yang sebenarnya, sekarang ia sudah dewasa jadi semua masalah yang ada harus ia selesaikan sendirian.

Nadia menatap kedua mata bulat menantunya itu, mencari kebohongan disana namun tak menemukannya sama sekali.

"Kalau dia bersikap tak baik denganmu maka katakan semuanya sama ibu ya? Anggap ibu dan juga ayah sebagai orang tua kamu sendiri disini. Percayalah kami melakukan ini semua demi kebaikan kalian berdua, apa lagi untuk Kafano, kami ingin dia berubah menjadi lebih baik lagi setelah hidup bersama denganmu nantinya."ujar Nadia dengan sungguh-sungguh, ia tahu pasti sangat sulit untuk Gio menerima semua ini apa lagi dengan sikap dingin Kafano yang sering kali membuat dirinya merasa lelah.

"Sekarang kamu kembali ke kamar aja ya? Tadi kamu bilang kalau sedang sakit bukan? Maka beristirahatlah sekarang agar nanti tubuh kamu bisa lebih tenang lagi dan jangan lupa untuk membangunkan Kafano ya? Karena dia harus kerja hari ini."

Gio hanya menganguk dengan pelan tanpa membantah sedikitpun.

***

Saat sampai didalam kamar, Gio langsung bisa melihat Kafano yang tengah duduk disalah satu sofa yang ada dengan sebuah koran ditangan pria itu. Itu artinya Kafano sudah mandi sekarang karena ia meninggalkan suaminya itu cukup lama tadi.

Sedangkan Kafano sendiri hanya menatap Gio sekilas, karena tadi sejak ia bangun pemuda itu sudah menghilang dari tempat tidur, ia tak peduli dengan itu semua selama Gio tak merepotkan dirinya seperti semalam.

"Kau pasti mengatakan pada ibu saya jika semalam kau sakit karena perbuatan saya bukan?"ujar Kafano secara tiba-tiba, ia merasa jika pemuda itu mengatakan semua yang terjadi semalam pada kedua orang tuanya, itu pasti karena Gio sangat lama berada diluar sana tadi.

Gio yang menjadi sarang fitnah langsung menggeleng dengan cepat, kenapa suaminya itu selalu berprasangka buruk pada dirinya.

"Kenapa? Kau tak bisa menyangkal itu semua kan?"ujar Kafano dengan senyuman miring miliknya, pria itu beranjak dari tempat duduknya sebelum mencengkam rahang Gio cukuo keras, membuat Gio hanya bisa mendesis karena tak siap dengan sikap kasar pria itu.

"Kau dengar saya baik-baik. Sampai kapanpun saya tak akan pernah mencintai kamu apa lagi bersikap baik padamu. Karenamu hidup saya berubah seperti sekarang, menikah denganmu adalah kesialan dalam hidup saya."bisik Kafano dengan pelan sebelum melepaskan cengkaman milik dengan kasar.

Pria itu berjalan keluar dari dalam kamar miliknya dengan cepat, meninggalkam Gio sendirian didalam kamar miliknya.

Bersambung..
Votmen_

Kafano Nathaner {Tersedia Pdf}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang