Bab 17

10.6K 696 11
                                    

Kafano terdiam memikirkan semua yang ibu panti katakan tadi. Ibu panti memintanya menemui Gio terlebih dahulu sebelum pulang sekarang.

Ia merasa bingung bagaimana cara agar ia bisa bertemu dengan pemuda itu, karena ia merasa tak bisa jika harus langsung mendatangi Gio dan berbicara pada pemuda itu sekarang.

Disana, Gio masih terlihat bermain dengan anak-anak yang lainnya tanpa merasa lelah sedikitpun. Pemuda itu terlihat begitu bersemangat bermain bersama dengan mereka semua, tak terlihat kesedihan apapun disana, sedangkan tadi ibu panti mengatakan hal yang menunjukan jika kondisi Gio sedang tak baik sekarang, pemuda itu hanya menutupi lukanya dengan tersenyum dan juga tertawa dengan anak-anak panti asuhan yang ada disini.

Bruk!

Kafano menatap kearah bola yang sekarang menggelinding kearahnya, ia bisa merasakan itu semua karena bola itu mengenai sepatu miliknya. Ia menunduk mengambil bola itu, sebelum menatap kearah anak-anak kecil yang tengah menatap kearahnya, termasuk Gio yang sekarang juga tengah menatap kearahnya dengan kedua mata bulat yang terlihat sendu sekarang.

***

Gio tertawa saat Regy menendang bola kearahnya, mereka tengah bermain bola sekarang. Bola itu akan ditendang kearah Gio, Regy serta anak-anak yang lainnya, bergantian.

Saat anak berusia tiga tahun ingin menendang kearah temannya, tempo tendangannya terlalu kuat sehingga jauh bergelinding kesana membuat anak-anak yang ada langsung menatap kearah bola itu diikuti oleh Gio.

Tatapan kedua mata bulat itu mengarah pada bola itu sebelum melihat seorang pria tengah mengambil bola itu, dan menatap kearah mereka.

Deg!

Jantung Gio berdetak dengan sangat kencang saat melihat Kafano ada disana. Suaminya tengah berdiri disana dengan memegang bola yang tadi sempat mereka mainkan. Selama satu minggu ini ia selalu meyakinkan dirinya jika semuanya akan baik-baik saja, semuanya akan kembali lagi karena sekarang suaminya itu hanya membutuhkan waktu sendirian dulu untuk sekarang ini.

Selama satu minggu ini perasaannya pada Kafano juga semakin membesar, seakan-akan sengaja diberi pupuk agar semakin subur didalam hatinya.

Ia selalu berharap Kafano tak akan menceraikan dirinya dan mereka akan bersama lagi, walaupun pria itu masih tak bisa mencintainya ia tak apa. Namun sekarang saat melihat Kafano datang sendirian kesini, ia langsung merasa takut dan juga overthingking, apa suaminya itu datang kesini untuk memberi surat perceraian untuknya? Atau ingin mengatakan jika mereka akan berpisah nanti?

Entah kenapa ia tak bisa menerima semua ini dengan baik. Jika memang Kafano datang kesini untuk mengatakan jika mereka akan berpisah, maka detik itu juga ia akan merasa jika semuanya terasa sia-sia saja.

Selama ini ia tak pernah mengeluh tentang apapun yang terjadi didalam hidupnya, ia merasa jika semua ini ujian dan juga takdirnya. Namun jika harus merasakan hal ini juga, ia merasa ini terlalu berat.

Tak cukup kah selama ini ia selalu menderita? Sejak lahir ia tak pernah diharapkan oleh kedua orang tua kandungnya, ia dibuang begitu saja ditempat sampah, seakan-akan ia barang bekas yang sudah tak sepantasnya dirawat lagi. Semua itu ia anggap sebagai ujian dan juga takdir hidupnya, tapi jika sekarang ia harus merasakan sakitnya sebuah hubungan yang gagal maka ia tak siap untuk semua itu.

Bahkan tak akan siap sampai kapan pun itu, setiap orang ingin pernikahannya berjalan dengan baik tanpa hambatan sedikitpun, tapi Gio malah mendapatkan semua ini.

"Anak-anak, ayo kita makan siang dulu."ujar ibu panti saat melihat jika Gio sudah tahu akan kedatangan Kafano kesini, ia akan membiarkan anaknya itu berbicara lebih dulu dengan pasangannya sekarang.

Gio menatap kearah anak-anak yang langsung berlari saat tahu akan segera makan siang, meninggalkan dirinya bersama dengan Kafano yang tengah berdiri jauh disana. Dengan langkah pelan ia berjalan mendekat kearah suaminya itu, siap tak siap ia harus menerima semuanya dengan baik apapun yang terjadi nantinya.

Saat sampai dihadapan suaminya itu Gio terdiam, kedua mata bulat itu menatap kearah mata tajam milik Kafano yang sekarang tak membuatnya merasa sangat takut lagi sekarang.

Sedangkan Kafano yang sejak tadi memerhatikan apa yang tengah Gio lakukan sekarang hanya diam juga, menatap kearah kedua mata bulat yang tengah menatapnya dengan dalam.

"Mas Fano ..."ujar Gio dengan sangat pelan, rasanya sangat sesak untuk mengatakan sesuatu karena ia terlalu takut dengan apa yang tengah ia pikirkan sekarang. Takut itu semua menjadi nyata, ia belum siap untuk semua itu.

"Tolong jangan bercerai ... ak-aku tak apa jika harus tetap disini sampai kapanpun itu ... tapi kumohon dengan bercerai ... aku merasa bahagia bersama dengan Mas Fano, aku merasa bebas ... jika kita berpisah aku tak tahu lagi harus bagaimana sekarang karena jika itu semua terjadi ... maka aku akan hancur ..."ujar Gio dengan suara yang terdengar terbata-bata, ia tak bisa untuk mengatakan hal yang lebih dari itu karena sekarang hatinya terasa sangat sakit seakan-akan ada yang meremas hatinya dengan sangat kuat didalam sana.

Kafano menatap dalam kedua mata itu, semua yang Gio katakan terasa sangat tulus dan juga membuatnya merasa aneh. Ia belum bisa mencintai pemuda itu karena bagaimana pun ia masih pria yang normal, akan sangat sulit menerima semua ini dengan baik.

Ia juga merasa jika pemikiran Gio terlihat sangat jauh, mungkin karena ia sempat mengatakan jika mereka akan berpisah nantinya karena tak ada lagi yang bisa dipertahankan didalam pernikahan ini, mungkin karena itu semua Gio sampai berpikir tentang semua itu.

Selama seminggu belakangan ini ia memang sibuk, namun pikirannya juga sibuk membayangkan bagaimana jika mereka benar-benar berpisah nantinya, pasti akan banyak orang yang terluka, baik kedua orang tuanya ataupun Gio yang sekarang sudah mulai mencintainya. Mungkin jika hanya kedua orang tuanya saja ia bisa menyembuhkan rasa sakit mereka tapi untuk Gio itu akan sangat sulit.

Jika mereka tetap bersama pun pemuda itu akan merasa sakit juga karena tak bisa dicintai dengan baik.

"Mas?"

Kedua mata bulat Gio terus memperhatikan suaminya itu. Ia masih menunggu perkataan yang akan suaminya itu katakan. Tentang alasan suaminya itu datang kesini sekarang, karena sangat tak mungkin jika Kafano datang untuk membawanya kembali bukan?

"Saya datang kesini untuk memberikan uang donatur, bukan untuk memberi surat cerai."ujar Kafano pada akhirnya, ia merasa bingung dengan dirinya sendiri, disaat ia masih berusaha menyembuhkan luka masa lalunya, hatinya malah merasa aneh saar bersama dengan Gio.

Mendengar semua itu Gio tersenyum sehingga lesung pipinya terlihat, dengan sangat tiba-tiba ia memeluk Kafano dengan sangat erat seakan-akan ia menunjukan seberapa bahagianya ia sekarang karena mereka tak akan berpisah.

Bersambung...

Votmen_

Hayuk 50 vote, nanti malem update lagi kalau tembus 50 vote

Kafano Nathaner {Tersedia Pdf}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang