Bab 4

12.5K 773 7
                                    

Kedua mata bulat Gio berkaca-kaca saat Kafano pergi. Sesulit inikah hidup bersama dengan pria yang selalu bersikap dingin bahkan selalu tak bisa bersikap baik?

Ia sudah membuat dirinya sendiri percaya jika untuk sekarang ia akan mencoba mendekati pria itu dengan perlahan-lahan, berharap Kafano akan berubah sedikit demi sedikit namun sikap kasar yang pria itu tunjukan kembali membuat Gio merasa ragu.

Apa benar ini pilihan terbaik dalam hidupnya atau ia sendiri yang sudah menghancurkan kehidupannya? Gio merasa jika hidupnya sudah hancur sejak lahir dulu, bahkan orang tua kandungnya sama sekali tak menginginkan dirinya dengan membuang Gio ditempat sampah waktu masih bayi dulu, dan sekarang ia berharap akan mendapatkan kebahagiaan dengan menerima pernikahan ini?

Dengan kasar Gio menghapus air matanya. Tidak, sekarang bukan waktunya ia bersedih dan juga menyesali semuanya, mereka baru menikah satu hari lebih jadi masih banyak waktu untuknya berjuang walaupun untuk itu semua ia harus melawan rasa takutnya.

"Aku tau pasti kamu mengatakan itu semua karena masih membenci diriku. Itu semua bisa saja terjadi karena kamu masih belum bisa menerima pernikahan ini. Apa lagi tadi ibu mengatakan jika kamu memang tak bisa bersikap dengan baik bahkan dengan keluargamu sendiri."ucap Gio dengan menatap kearah pintu kamar ini.

Rasanya sakit saat orang yang sudah menikahi dirinya bersikap kasar seperti ini, tapi Gio yakin jika dibalik itu semua pasti ada sebabnya oleh karena itu ia akan berjuang kembali walaupun untuk itu semua ia harus menahan rasa takutnya.

***

Kafano berjalan masuk kedalam rumah dengan tatapan datar miliknya. Sebelum pulang tadi ia lupa untuk makan sesuatu dikantor sehingga sekarang ia pulang dengan membawa makanan yang baru saja ia beli didepan sana.

Kedua orang tuanya biasanya masih menyisakan makan malam untuknya namun Kafano sering kali tak selera dengan itu semua, karena apa yang ibunya masak kurang masuk dalam seleranya oleh karena itu ia lebih memilih membeli makanan saja dari pada tak makan sama sekali.

Jika sakit karena tak makan malam ia sendiri yang repot, pekerjaannya akan terabaikan dan juga harus berdiam diri dirumah saja, ia benci semua itu.

Dengan langkah lebar miliknya Kafano berjalan kearah tangga menuju kelantai atas dimana kamarnya berada. Ia harus mengingat sesuatu karena sekarang ia sudah tak sendiri lagi didalam kamar itu karena ada seorang pemuda yang kemarin dinikah kan dengan dirinya tidur dikamar itu juga, ingin rasanya ia tidur dikamar yang berbeda namun itu pasti akan membuat kedua orang tuanya merasa aneh sehingga semuanya akan hancur berantakan, ia tak ingin ibunya nekad lagi jika ia sampai melakukan hal aneh pada Gio.

Cukup tadi pagi saja ia merasa muak sehingga bersikap kasar pada pemuda itu, entahlah saat melihat wajah yang sangat polos itu ia merasa semakin benci. Kenapa harus dengan menikah agar ia bisa berubah? Ini memang sifatnya, tak bisa diubah begitu saja apa lagi dengan menikah, itu hanya akan membuat ia semakin muak dan juga keras kepala. Keputusan yang kedua orang tuanya ambil sekarang sangatlah salah.

Saat sampai didepan kamar miliknya Kafano langsung membuka pintu itu dengan cepat, ia mengira pintu itu akan terkunci ternyata tidak.

Tatapan itu mengarah pada seorang pemuda yang sekarang tengah menatap kearahnya, ia mengira Gio sudah tidur, ternyata pemuda itu masih terjaga sekarang.

Tanpa memperdulikan tatapan pemuda tak penting itu, ia langsung meletakan makanan yang ia beli sebelum masuk kedalam kamar mandi untuk segera membersihkan dirinya, meninggalkan Gio yang sekarang mulai beranjak dari tempat duduknya.

Pemuda itu mulai merapikan pakaian milik Kafano yang sempat pria itu pakai ke kantor tadi untuk dimasukan kedalam pakaian kotor, sebelum tatapan kedua mata bulat itu mengarah pada bungkusan berwarna putih.

Bungkusan itu isinya makanan, padahal tadi ia sudah menyiapkan makanan untuk Kafano sebelum makan malam bersama dengan kedua orang tua pria itu, lalu sekarang Kafano membeli makanan sendiri, apa pria itu tak menyukai makanan rumahan?

Beberapa saat kemudian terdengar suara pintu kamar mandi terbuka, membuat Gio langsung menatap kearah Kafano dengan tatapan kaku miliknya.

"Apa yang kau lakukan?"tanya Kafano, ia merasa heran. Setelah apa yang ia lakukan tadi siang, pemuda itu masih berani mendekati barang miliknya ataupun ikut campur dengan apa yang ia lakukan, Gio tak takut ia akan bersikap kasar lagi?

"Em ... aku hanya melihat apa yang tadi mas beli ... itu saja ..."jawab Gio dengan sangat gugup, ia merasa takut sekarang.

"Mas?"ujar Kafano dengan tatapan tak suka miliknya, apa yang pemuda itu katakan tadi? Dengan mudahnya Gio memanggil dirinya mas?

"Iya, mas. Kenapa? Ibu bilang aku harus memanggil kamu mas mulai sekarang."ujar Gio dengan berusaha menahan rasa takutnya, jika ia terus-terusan merasa takut maka Kafano akan semakin senang karena ia tak bisa mendekati pria itu, maka dari itu ia akan menahan rasa takutnya mulai sekarang.

Kafano terdiam, ibunya memang suka sekali melakukan hal sesuka hatinya tanpa tahu jika ia tak menyukai itu semua.

"Terserah."tutur Kafano sebelum beranjak dari dalam kamar dengan membawa makanan yang tadi sempat ia beli diluar, sedangkan Gio yang melihat itu semua langsung berjalan mengikuti suaminya itu dengan pelan.

Ia ingin tahu makanan apa yang suaminya itu sukai, jadi besok ia akan memasak itu semua agar Kafano tak perlu membeli makanan diluar lagi sekarang.

Kafano terdiam, ia bingung ingin menggunakan apa untuk tempat makanan yang ia beli tadi, sebelum ia melihat Gio berjalan mengambil mangkuk dan juga piring sebelum meletakan itu diatas meja.

Pemuda itu terlihat mengeluarkan apa yang tadi ia beli diluar, sebelum menatap kearahnya.

"Sudah. Mas boleh makan sekarang."ujar Gio dengan pelan, ia melakukan ini semua agar suaminya itu bisa langsung makan sekarang karena sudah pasti Kafano sudah sangat lapar sekarang.

Kafano menatap datar kearah Gio, sebelum duduk disalah satu kursi agar bisa segera memakan apa yang ia beli tadi. Tanpa memperdulikan tatapan Gio yang sekarang tengah mengarah padanya, ia tengah malas membuat keributan ataupun marah sekarang karena sudah merasa lapar dan juga mengantuk.

Sedangkan Gio sendiri tersenyum kecil melihat Kafano makan dengan lahapnya, mungkin besok ia akan membuatkan makanan seperti itu untuk suaminya itu.

Mungkin jika Kafano bersikap seperti ini setiap harinya, ia akan dengan mudah mendekati pria itu karena tak perlu merasa takut, ia harap semuanya akan semakin baik kedepannya nanti agar ia bisa melihat sisi baik dari seorang Kafano Nathaner.

Bersambung...

Votmen_

#tandai typo

Kafano Nathaner {Tersedia Pdf}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang