7. Jangan Menjauh

312 32 4
                                    

"nin, jangan bohongin perasaan kamu sendiri" Wilona menatap Nina, "mba tau kamu sebenarnya ga rela kalau mas Naren sama mba, jangan jadiin mas Rendy sebagai pelampiasan kamu" Wilona menghela nafas sedangkan Nina membulatkan matanya terkejut.

"Wilo" ucap Rendy datar menatap Wilona membuat gadis itu menoleh, "mas Rendy ga keberatan sama sekali meski mas hanya dijadiin tempat pelampiasan buat Nina" sambung laki laki itu, ia tak peduli walau hanya dijadikan pilihan kedua oleh Nina karna ia akan berusaha menghilangkan Naren dari hati Nina.

Wilona diam sejenak lalu menoleh kearah Jendra yang tengah tersenyum tipis menatap Kanaya yang tengah dipeluk Ghea dengan lembut.

"Aku mau keatas, aku cape" Wilona berdiri dan segera berjalan meninggalkan yang lain.

"Wil, pembicaraan kita belum selesai" ucap Haekal menatap Wilona yang menghentikan langkahnya.

"Aku gamau denger apapun lagi, intinya aku udah jujur soal perasaan aku ke mas Jendra" Wilona kembali melangkah menaiki tangga.

"Gue mau susul Wilona" Naren beranjak untuk menyusul Wilona tetapi tangan nya ditahan seseorang.

"Jangan pergi" ucap Nina menggenggam tangan Naren membuat Rendy yang melihat hal itu sedikit cemburu tapi berusaha mengontrol rasa cemburunya itu.

"Nin, jangan egois kamu ada Rendy disini" Naren melepaskan genggaman tangan Nina lalu segera berlari menyusul Wilona, meninggalkan Nina yang mematung mendengar ucapan Naren.

"Nin ?" Panggil Rendy pelan, Nina hanya diam sambil menggigit bibir bawahnya sambil menunduk.

"Kal, gendong Kanaya ke kamarnya biar gue yang urus Nina" ucap Ghea menatap Haekal, sepertinya Kanaya ketiduran akibat lelah menangis.

"Biar gue aja yang gendong" sahut Jendra cepat, Ghea diam lalu mengangguk.

"Ghe, apa gaada kesempatan buat gue?.." tanya Haekal menatap Ghea sendu.

"Ngga kal, Kanaya lebih berhak dapet cinta lo udah ya kita bahas ini lain kali sekarang Nina lebih penting" Ghea segera bangkit dan menghampiri Nina, Haekal yang tadinya ingin menggenggam tangan Ghea langsung berhenti dan menarik kembali tangannya menjauh.

"Nin.." panggil Ghea lembut tetapi gadis itu tetap tak menyahut.

"Nina egois ya mba?.." tiba tiba Nina membuka suara dan mendongak menatap Ghea sambil menangis.

"Hey, jangan nangis nin kamu beruntung masih punya Rendy dihidup kamu bahkan dia rela jadi yang kedua asal itu sama kamu dan mba yakin kalau Rendy adalah laki laki yang tepat buat kamu, oke?" Ghea memeluk Nina seraya sesekali mengelus kepala gadis itu agar menenangkannya, ia tak sadar Haekal dan Rendy kini tengah menatap nya dengan mata yang membulat.

"Ren, gue titip Nina ya kalo suatu hari Nina nerima lo" Ghea menoleh kearah Rendy sambil tersenyum dan Rendy hanya mengangguk pelan, membuat laki laki itu merasa nyeri pada hatinya kenapa Ghea begitu baik?

"Mba.. makasi yaa" Nina mengeratkan pelukannya pada Ghea, Ghea hanya mengangguk sambil tersenyum.

"Gue gatau Ghe hati lo terbuat dari apa, mungkin ini yang bikin gue jatuh cinta sama lo sedalam ini.. lo boleh nolak gue kali ini tapi gue akan terus berusaha sampai lo mau nerima gue, Ghea tolong jangan menjauh" ucap Haekal dalam hati sambil memperhatikan Ghea dari belakang.

"Mas Naren ngapain disini?" Tanya Wilona datar, jujur ia tadi tidak ingin bertemu dengan siapapun dulu tetapi Naren memaksa jadi mau tak mau ia membuka pintu kamar nya.

"Wil, kamu udah tau kalau perasaan mas cuma buat kamu jangan jadikan Nina sebagai alasan supaya mas ga ngejar kamu lagi karna itu percuma.. mau sekeras apapun mas naren coba buat suka sama Nina hasil nya tetap sama, perasaan mas akan selalu balik ke kamu" jelas Naren sambil menggenggam tangan Wilona membuat gadis itu sedikit terkejut dengan perlakuan dan perkataan Naren.

"Stop it." ucap Wilona sambil menghembuskan nafasnya, "aku harus bilang berapa kali supaya mas naren sadar kalau orang yang aku suka itu mas Jendra, dan mungkin gaakan berubah meski mungkin suatu saat mas jendra dan mba Kanaya akan bersama" Wilona memejamkan matanya, ia sudah tidak kuat berada di situasi ini ia hanya ingin sendiri tanpa diganggu siapapun, gadis itu pun melepaskan genggaman tangan Naren.

"Permisi ya mas, aku mau istirahat cape" Wilona mendorong pelan tubuh Naren lalu masuk dan mengunci kamar nya.

"Wil, Wilona ! Buka pintunya, kita belum selesai bicara" Naren terus mengetuk pintu tersebut tetapi tak ada jawaban, hanya sunyi yang ia dengar dari kamar Wilona dan samar samar suara orang menangis?

Dibalik pintu Wilona terduduk sambil menyembunyikan wajahnya yang menangis dengan kedua tangannya. Jujur ia tak rela jika Jendra bersama Kanaya tetapi ia harus tegar dan ikut bahagia jika Jendra bahagia.

"Ayah bunda.. wilo kangen" ucap Wilona dengan isakan.

Jendra merebahkan Kanaya dikamar gadis itu, kelihatan nya gadis itu sangat pulas. Jendra menatap Kanaya lamat lamat ia perhatikan setiap inci wajah cantik Kanaya sungguh ciptaan tuhan yang sangat indah.

"Lo beruntung kal bisa dicintai sedalam itu sama Kanaya, dia perempuan yang nyaris sempurna" batin Jendra, ia pun segera melangkah pergi tetapi tangannya langsung ditahan seseorang.

"Jangan pergi" ucap Kanaya pelan menatap Jendra yang terkejut.

"Maaf, gue berisik ya?" Jendra menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

Kanaya menggeleng pelan lalu menarik Jendra agar mendekat.

"Maaf Jen, gue gabisa balas perasaan lo ke gue" lirihnya.

"It's okay, Kanaya" Jendra memaksakan senyumnya, sejujurnya rasa sakit kembali mendatangi hatinya.

"Makasih udah suka sama gue, makasi banyak" Kanaya tersenyum tipis lalu mendongak untuk menatap Jendra tetapi matanya langsung membulat.

Jendra menangis.

"Jen? are you crying?" Tanya Kanaya khawatir.

"H-hah? A-ahahaha kenapa gue nangis ya, aneh bgt gue keluar dulu ya Nay" Jendra yang langsung sadar langsung menghapus air matanya langsung melepaskan genggaman tangan Kanaya dan segera keluar meninggalkan gadis itu sendiri.

Malam hari tiba, dimeja makan hanya ada Haekal, Naren, Jendra, Rendy, Ghea, dan Nina.. ntah kenapa Kanaya dan Wilona sama sama tidak makan bersama mereka, menimbulkan rasa khawatir.

"Gue keatas dulu nganterin makanan mereka, kalian lanjutin" Ghea bangkit sembari membawa dua piring berisi makanan untuk Kanaya dan Wilona.

"Biar gue bantu ya, ghe" sahut Haekal cepat dengan muka berharap, jujur ia ingin bicara lagi dengan Ghea seperti biasa tetapi gadis itu ntah kenapa seperti menjauhinya.

"ga perlu kal, gampang kok" ucap Ghea dengan senyum tipis dibibir nya lalu kembali melanjutkan langkahnya meninggalkan yang lain disana dalam kesunyian.

Haekal kembali duduk di kursinya mendengar ucapan Ghea, senyum nya seketika luntur begitu saja ia mendongak menatap langit langit lalu menutup kedua matanya dengan sebelah lengan.

"Kal makan" ucap Naren menatap Haekal, tetapi yang ditatap hanya diam tak membalas ucapan Naren.

"Gue kenyang, gue mau keatas" Haekal beranjak pergi dari sana.

"Aku jahat bgt ya? sampai sampai mba wilo gamau makan bareng disini.." batin Nina sembari meletakkan piringnya yang sudah kosong, ia tak menyadari kalau sedari tadi Rendy menatapnya sedari tadi.

To be continued..

Jangan lupa vote nyaa terimakasih.

KOSTAN JANUARTA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang