Minta Izin

71 3 0
                                    

"Hai!"

Rasyid mematikan sambungan telpon dan menyimpan ponselnya di saku celana. Tanpa sadar, senyumnya mengembang melihat Octa yang menyapanya dengan riang, ditambah alisnya yang mengerut karena silau matahari yang membuatnya terlihat... lucu? Entahlah, intinya sosok Octa yang tengah berdiri menunggunya saat ini cukup membuat jantungnya berdebar.

"Kenapa gak tunggu di sana aja sih?" tanya Rasyid sambil menunjuk ke dalam tempat perlombaan yang bertenda.

"Ya.. emang kenapa? Lagian kalau gue nunggu di sana nanti lo susah nyarinya,"

Rasyid berdecak kecil. "Di sini panas, Ta."

"So? Gue gak akan meleleh juga kena matahari, Syid."

Rasyid menggenggam tangan Octa dan menariknya menjauh dari sana. "Ah, udahlah, ayo! Ais mana?"

Octa menyeimbangkan langkahnya. "Ais lagi di toilet, ganti baju."

"Kalian ada rencana apa habis ini?"

"Mau main di pantai aja sih, lo ada rencana lain?"

Rasyid bersandar pada tembok toilet. "Gue sih mau ngajak makan aja nanti, lo sekeluarga punya tempat favorit gak?"

"Mmm.. gak ada sih, lo bebas tentuin tempatnya,"

"Gak ada yang alergi sesuatu, kan?"

"Gak, kami kaum pemakan segala jenis makanan, asal gak basi."

Rasyid terkekeh. "Oke-oke."

"Bang Rasyid!" sapa Ais dan Avril bersamaan. Keduanya segera memeluk Rasyid yang sudah dalam posisi membungkuk dan merentangkan tangannya.

"Bang Rasyid apa kabar?" tanya Avril sambil melepaskan diri dari pelukan Rasyid. Lain halnya dengan Ais yang malah minta digendong.

"Alhamdulillah, baik, Avril gimana? Pasti lagi sibuk sama tugas sekolah ya?" Rasyid sedikit mengetahui kesibukan Avril karena Octa pernah beberapa kali bercerita padanya.

Avril mengangguk. "Tugas sekolah gak ada habisnya, lihat aja tuh tugas laporan bahasa Indonesia yang baru aku print tadi pagi, udah kayak Tango, berapa lapis?"

"Ratusan!" sahut Ais.

Rasyid terkekeh lalu mengusak kecil puncak kepala Avril. "Kalau butuh bantuan telfon Abang aja, jangan chat, takut tenggelam chatnya."

Avril tersenyum senang. "Nah gini dong, bantuin, gak kayak kakaknya Ais tuh, si paling sok sibuk." sindirnya sambil melirik ke arah Octa.

"Dih? Apa-apaan?! Udah berapa kali ya aku tidur jam 3 pagi cuma buat ngerjain tugas kamu!" balas Octa tak terima.

Avril memutar bola matanya malas. "Hyeleh, giliran vc-an sama bang Rasyid, kak Adel dll aja mau sampe subuh juga dijabanin, kan?"

Rasyid menggeleng saat Octa hendak menyahut lagi. "Udah, yuk! Katanya mau main di pantai?" ajak Rasyid menyudahi keributan dua kakak beradik di depannya.

Avril menjulurkan lidahnya ke arah Octa sebelum memimpin jalan ke arah pantai. Octa mendengus, menahan diri untuk tidak menarik jepitan rambut yang bertengger manis di kepala adiknya itu.

"Udah, ayo!"

Octa tersentak kala sebuah tangan menarik lembut pinggangnya. Dia menoleh pada Rasyid yang tangan kirinya berada di pinggang Octa, sementara tangan kanannya menggendong Ais. Bukankah kini mereka terlihat seperti keluarga cemara?

"Syid, tangan lo?" tanya Octa setengah berbisik.

"Apa?"

Tangan Octa bergerak menggeser tangan Rasyid agar menjauh dari pinggangnya. Namun, akhirnya kalah karena Rasyid malah semakin mengeratkan tangannya di sana.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 15, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

raShitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang