Rasyid Normal

227 15 38
                                    

Sangat aneh bagi Octa saat Rasyid bersikap normal padanya. Sejak tiga hari yang lalu Rasyid tidak berbicara pada Octa kecuali ada hal yang penting. Menurut Octa ini adalah sebuah momen langka yang patut masuk di daftar keajaiban dunia.

Namun bukannya jadi senang dan tenang, Octa malah jadi gelisah. Sudah berjam-jam dia memikirkan apa kesalahannya yang bisa merubah sosok Rasyid itu. Mungkin Octa tak akan kepikiran begini kalau Rasyid bersikap normal pada semua orang, masalahnya Rasyid bersikap normal hanya pada Octa saja, pada yang lain Rasyid bersikap tidak normal seperti biasanya.

Octa yang tengah berkutat dengan layar komputer pun kembali berdecak. Mungkin ini sudah lebih dari tujuh puluh kali mulutnya berdecak sebal lantaran masih kepikiran Rasyid yang mendadak berubah itu.

"Tuh om-om lagi mood swing kali ya?"

Octa menghela napas lalu menusuk susu kotaknya. Sambil menyeruput susu, jari telunjuknya tak berhenti mengetuk-ngetuk meja kerjanya.

Tadi Octa tiba di kantor jam tujuh, sekarang jam menunjuk angka sebelas, dan Octa sudah memikirkan apa salahnya pada Rasyid sejak tiba di kantor. Jadi sudah berapa jam Octa membuang tenaga otaknya untuk berputar mencari kesalahannya?

"Gue harus tanya langsung sekarang."

Octa memutuskan untuk pergi menemui Rasyid yang tak tahu berada dimana. Pertama Octa memasuki ruangan Rasyid, di kelilinginya ruangan itu namun sosok Rasyid tak ada. Octa berlanjut menuruni anak tangga. Ini sudah hampir jam makan siang, mungkin Rasyid ada di kantin, pikir Octa. Namun ternyata dugaannya salah, Rasyid tak ada di kantin. Octa mendengus sebal karena tak kunjung menemukan sosok om-om menyebalkan itu.

"Eh liat Rasyid gak?" tanya Octa pada Lutfia yang berpapasan dengannya.

"Rasyid- Rasyid, songong banget manggil bos," ujar Lutfia membuat rasa kesal Octa bertambah berlipat-lipat.

"Jadi lo liat dia gak?" tanya Octa serius.

Bulu kuduk Lutfia berdiri melihat wajah serius bercampur kesal Octa yang sangat dihindari oleh orang-orang kantor. Ekspresi yang sudah lama tak tercetak di wajah Octa saat di kantor, terakhir saat Syafa berkali-kali memanggil Octa untuk makan siang bersama di kantin. Octa yang kala itu masih disibukkan dengan pekerjaannya lantas menoleh dan menatap Syafa kesal, ditambah pandangan matanya yang tajam menusuk. Tak mau iblis dalam tubuh Octa benar-benar mengamuk, Syafa dan yang lainnya lantas berlari meninggalkan Octa sendiri di ruangan itu. Sebelumnya Octa juga pernah melempar gelas pada Raqi yang iseng menelponnya saat dia sedang memainkan game cacing di ponselnya. Beruntung gelas yang dilempar Octa berbahan plastik. Sejak tragedi-tragedi itu, tak ada lagi yang berani mengusik ketenangan Octa.

Lutfia menggeleng takut dan langsung berlari meninggalkan Octa. Untuk yang kesekian kalinya, Octa kembali mendengus.

"Lo kenapa sih?" gumam Octa frustasi.

Octa beranjak kembali ke ruangannya dengan langkah gontai. Tiba-tiba Octa teringat saat SMA Rasyid pernah begini juga. Alasan Rasyid saat itu benar-benar membuat Octa tercengang. Dia cemburu melihat kedekatan Octa dan Afwa, itu alasannya.

"Tapi kan itu dulu, sekarang dia udah jadi om-om, lagian emangnya gue deket sama siapa lagi selain sama dia?" gumam Octa.

Drrt drrt

Octa menghentikan langkahnya dan merogoh saku celananya.

Masa depan is calling...

"Hm?"

"Hai, masih di kantor? Balik jam berapa?"

"Udah deh langsung ke intinya aja lo mau ngomong apa?"

raShitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang