Akbar

242 21 22
                                    

"Jadi bener kan lo adeknya Dimas?" tanya Adel yang hanya dibalas anggukan dari Akbar.

"Tuh kan Ta, bener dia adeknya Dimas," ujar Adel pada Octa yang asik dengan makanannya.

"Ga peduli." balas Octa cuek. Octa benar-benar kesal dengan dua perempuan di hadapannya itu, dan sayangnya mereka adalah temannya. 

Tadi setelah tahu kalau Akbar sendirian di meja samping mereka, Adel dan Karin dengan sangat baik hati menawarkan pada Akbar untuk bergabung bersama mereka. Octa jelas menolak, dia bahkan sudah berniat ingin pulang saja. Namun berkat kerja keras Adel dan Karin, dengan sangat terpaksa Octa kembali duduk di kursinya yang bersebelahan dengan Akbar.

"Kalian berdua temen SMAnya Dimas kan?" tanya Akbar pada Karin dan Octa.

"Iya," jawab Karin malu-malu.

Melihat reaksi Karin yang malu-malu cicak, rasanya Octa ingin memuntahkan makanan yang sudah ada di perutnya.

"Gue ga lo tanyain?" tanya Adel.

"Lo sih gue udah sering liat, temen TKnya juga kan?". Adel hanya menyengir menanggapi Akbar.

"Bar, abang lo pacaran sama Irene?" tanya Adel membuat Octa menegakkan tubuhnya.

"Kok lo nanyain kaya gituan?" balas Octa sebal.

"Loh kok lo marah si?" sahut Karin membuat Octa mendengus kesal. Tidak ada yang membelanya di sini. Octa menatap tajam Karin dan Adel, mereka pun akhirnya menjadi adu ketajaman tatapan.

"Emangnya kenapa lo nanyain dia?" tanya Akbar menghentikan aksi adu tatap antara ketiga perempuan itu.

"Ya gapapa sih, cuma tanya," jawab Adel sembari mengaduk minumannya.

"Berati kalo gue ga jawab gapapa?" tanya Akbar yang sebenarnya malas membicarakan abangnya itu.

"Ga boleh ga jawab dong!" jawab Karin tak santai. Akbar pun tertawa kecil melihat reaksi perempuan di hadapannya itu. Hal itu sontak membuat Karin kembali malu-malu cicak.

"Setau gue sih mereka cuma temenan," ujar Akbar yang masih belum dipercayai tiga gajah betina di sana.

"Emangnya dia ga pernah cerita gitu ke lo?" tanya Adel mewakili kedua temannya.

"Ga, tapi emang sih mereka sering jalan bareng atau Irene juga suka ke rumah gue, dan kalo ada gue pasti gue ledekin kaya 'bucin lo!' gitu," jelas Akbar.

"Trus responnya gimana pas lo ledekin gitu?" tanya Adel yang masih penasaran.

"Lo suka ya sama Bang Dimas?" tanya Akbar pada Adel dengan tatapan menyelidik. Adel lantas menggeleng cepat.

"Trus kenapa kok kaya kalian penasaran banget sama abang gue?" selidik Akbar membuat kedua perempuan di hadapannya bingung harus menjawab apa. Sedangkan Octa berpura-pura tak mengenali Adel dan Karin.

"Nah kan bingung, gue yakin nih salah satu dari kalian ada yang kesengsem sama abang gue," ujar Akbar dengan yakinnya.

"Yang pasti si bukan gue," ucap Adel.

"Bukan gue juga," sahut Karin.

Akbar menoleh pada Octa yang sedari tadi hanya mengaduk minumannya. Nampak seperti tak tertarik membicarakan Dimas. Padahal sebenarnya jantung Octa sudah berdebar menunggu kepastian hubungan Dimas dan Irene.

"Oh lo yang naksir abang gue?" tebak Akbar pada Octa.

Octa melirik malas pada kingkong di sebelahnya itu.

"Kalo iya,kenapa?"

Akbar sedikit terkejut mendengar jawaban dari Octa. Sepenglihatan Akbar, tidak ada raut atau nada becanda saat Octa menjawabnya tadi. Tapi kalau memang dia menyukai Dimas, tidak ada masalah kan? Memangnya Akbar siapanya, pikir Akbar.

raShitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang