Rasyid Sakit

195 11 2
                                    

Sepekan berlalu ...

"Ta, pulang kerja lo ikut gue, ya,"

"Kemana?" tanya Octa tanpa mengalihkan pandangan dari layar laptopnya.

"Rumah, nyokap lagi sakit,"

Octa mendongak. "Sakit apaan?"

Rasyid menghela napas lalu mendudukkan dirinya di sofa kecil ruangan Octa. "Demam, batuk, pilek gitu, kemaren abis dibawa ujan-ujanan sama bokap,"

Octa mengangguk paham. Fokusnya kembali ke sebuah data yang tengah dia kerjakan di laptopnya. "Lo gak ada kerjaan?"

"Gak,"

"Hari ini lo bukannya ada rapat sama pak Jayana?"

"Udah tadi kan jam sepuluh,"

"Rapat sama Akbar?"

"Gak jadi,"

Octa menoleh. "Kenapa? Tumben, gak biasanya Akbar batalin rapat gitu,"

Rasyid bangkit dan mendudukkan diri di kursi seberang meja Octa. "Karin sakit."

"Karin sakit? Kok gue gak tau?" tanya Octa dengan wajah kesal.

"Sakitnya emang dadakan, Akbar aja baru bilang rapatnya dibatalin sepuluh menit sebelum gue berangkat ke kantornya tadi,"

Octa mengernyit. "Emang sakit apaan?"

"Perutnya nyeri, hari pertama haid katanya."

Rahang Octa terjatuh. Hingga beberapa detik kemudian Octa berdecak. "Lebay."

Rasyid mengedikkan bahunya lalu melipat tangannya di meja dan menenggelamkan kepalanya di sana. Hal itu membuat Octa mengernyit. Dia baru menyadari kalau hari ini Rasyid terlihat lebih lemas. Seperti tak memiliki gairah untuk hidup.

"Lo kenapa? Lagi sakit juga?" tanya Octa sambil menyingkirkan laptopnya.

Tangan Rasyid bergerak meraba meja. Hingga akhirnya berhenti saat mendapati tangan kiri Octa. Digenggam tangan sekertarisnya itu dengan erat. "Jangan dilepas dulu," lirihnya.

"Hah?"

Rasyid mendongak lalu menumpukan dagunya di atas lipatan tangannya. "Dingin." gumamnya dengan mata terpejam.

Octa mengernyit. Perasaan ACnya sedang dalam suhu normal, pikirnya. Dia sendiri pun tak merasa kedinginan. Namun, rasa panas tiba-tiba menjalar di tangan kirinya. Matanya lantas terbelalak saat menyadari kalau tangan Rasyid terasa sangat panas. Tangan kanannya yang bebas lantas menyentuh kening bosnya itu. 

"Astaga! Ayo kita pulang aja!" pekik Octa.

Octa lantas bangkit dan memapah Rasyid. Dibawanya Rasyid keluar dari ruangan itu dan berjalan memasuki lift yang berada tak jauh dari sana. Tubuh Rasyid yang jelas lebih besar dan berat dari Octa membuat perempuan itu sedikit kesulitan. Sepertinya dia harus memanggil bala bantuan di bawah nanti. 

Ting!

Pintu lift terbuka saat keduanya sudah tiba di lantai dasar. Dengan bersusah payah Octa menyeret Rasyid keluar dari lift itu. Entah mengapa rasa takut mulai menjalar dalam dirinya. Terlebih kini tubuh Rasyid terasa semakin lemas.

"Woy! Siapapun! Help me!!!" teriak Octa setelah berhasil membawa Rasyid keluar dari lift.

Beberapa karyawan yang mendengar teriakannya itu lantas tergopoh-gopoh menghampirinya.

"Kenapa, Mbak?" tanya salah seorang karyawan laki-laki.

"Ini tolong bawa Rasyid ke mobilnya di parkiran, gue gak kuat, badannya berat banget kayak beban hidup gue." jawab Octa.

raShitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang