Kayuhan sepedaku terhenti ketika melihat segerombolan laki-laki yang duduk sambil bercanda di pinggir sungai dekat gang perkampungan tempat tinggalku yang cukup padat.
Aku menghela nafas kasar. Tanganku menggenggam erat stang sepedaku, mataku menatap lurus gerombolan laki-laki di depanku. Menimang sebentar, apa yang sebaiknya kulakukan saat ini.
Haruskah aku putar balik dan memilih jalan yang lebih jauh untuk pulang ke rumahku?
Atau ku lewati saja gerombolan laki-laki itu dengan konsekuensi aku akan dihadang di sana nanti?
Karena aku ini pengecut dan tak mau ambil pusing berurusan dengan gerombolan laki-laki di sana, kuputuskan untuk memilih pilihan pertama saja.
Pulang dengan jalan yang berbeda, walaupun sedikit jauh.
Namun ketika aku berbalik, roda sepedaku malah menabrak sesuatu yang keras. Mataku melihat ke bawah, nampak sebuah sepatu kulit hitam mengkilap yang kini kukotori. Kontan saja aku langsung memundurkan sepedaku. Perlahan kepalaku mendongak mencoba melihat si pemilik sepatu. Mataku sedikit membelalak ketika menyadari sosok laki-laki yang kini menatap datar ke arahku.
"Kenapa puter balik?"
Suara laki-laki itu serak dan dalam, membuatku seketika menjadi sedikit gugup.
Aku mengenal jelas siapa laki-laki di depanku saat ini.
Nama lengkapnya Idhang Kusna. Aku dan beberapa orang yang mengenalnya memanggilnya mas A'ang. Mas A'ang ini anak dari guru TPAku dulu sewaktu kecil. Sepengetahuanku, Mas A'ang ini adalah seorang guru SMP negeri di daerah dekat tempat tinggal kami.
"Emm ...."
Tanganku menggaruk bagian belakang kepalaku. Jujur saja aku ragu untuk menjawabnya. Kulihat mas A'ang melihat ke arah belakangku di mana para laki-laki itu berada. Tatapannya kembali mengarah padaku. Kurasa tanpa menjawab pertanyaannya, kini dia tau alasanku putar balik saat ini.
"Bareng saya aja!"
Tanpa aba-aba mas A'ang mengambil alih sepeda yang kupegang dan melangkah mendahuluiku yang kini malah terdiam seperti habis terkena ilmu sirep.
Tersadar akan keterdiamanku sendiri, aku menoleh ke arah mas A'ang berjalan dan segera menyusul langkahnya.
Kuperhatikan dari belakang, saat ini mas A'ang menuntun sepedaku menggunakan kedua tangannya seolah sepeda itu adalah miliknya. Seragam guru berwarna khaki masih melekat pada tubuhnya. Seragam itu tampak pas dan cocok digunakan oleh mas A'ang. Bukan hanya pas dari ukurannya saja, tapi juga sangat cocok dengan citra diri mas A'ang.
Tanpa sadar aku menundukkan kepalaku dan memperhatikan pakaianku saat ini. Aku menggunakan baju seragam berlogo toko skincare berwarna hijau yang menjadi tempat kerjaku saat ini.
Apakah seragamku ini juga cocok denganku?
Aku baru lulus SMA tahun ini. Tidak melanjutkan ke jenjang perkuliahan, karena ada kendala biaya tentunya. Bekerja adalah keputusan yang paling tepat daripada melanjutkan pendidikan saat itu.
Untungnya kala itu, mbak Asih tetanggaku, yang juga bekerja sebagai perawat kecantikan di klinik skincare yang sama dengan tempatku bekerja saat ini, menawarkan diriku untuk bekerja di sana sebagai admin. Dan sampai saat ini aku masih bertahan di klinik itu.
Kembali pada keadaan saat ini. Langkahku dan mas A'ang mulai mendekat dengan para gerombolan laki-laki tadi. Suara canda tawa mereka mulai terdengar jelas dalam telingaku. Akupun mulai menundukkan kepalaku dalam.
"Wah ... wah!! Anak pelacur sekarang udah ada pawangnya nih!"
Aku mendengar jelas suara salah satu laki-laki yang paling kuhindari dari seluruh gerombolan laki-laki di sini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Delima dan Takdirnya
RomanceRepost ulang. "Nomor saya udah saya simpan di hp kamu, kalo ada apa-apa kamu hubungi nomor saya aja." Setelah mengatakan itu mas A'ang beranjak berdiri hendak keluar dari rumah, namun langkahnya terhenti dan berbalik menatapku. "Oh iya, satu lagi D...