Delima dan Takdirnya (10)

16.3K 1.2K 56
                                    

Otak laki-laki memang rasanya hanya untuk mengingat sesuatu yang berkaitan dengan bagian tubuh wanita. Mau laki-laki yang sudah terlihat bejat sampai yang terlihat alim sekalipun. Otak mereka dibuat untuk mengirimkan signal pada mata saat melihat bagian wanita yang enak dipandang dan akan terus diingat.

Sama saja seperti mas A'ang, yang mengingat kejadian saat aku lupa menggunakan bra.

Setelah mengingatkanku pada kejadian yang membuatku malu, tentu saja aku sempat kesal pada mas A'ang. Namun mengingat kebaikan keluarganya yang sempat menolongku dari bang Emran, rasa kesalku jadi kutekan. Inilah tidak enaknya hutang budi, mau marah tapi tak enak hati.

Di ruang televisi rumah mas A'ang saat ini sudah ada bu Rosidah, mas A'ang, pak Jamal yang mana bapak mas A'ang dan aku tentunya.

Berkumpul bersama di depan televisi seperti ini membuatku merasa seperti keluarga baru bu mas A'ang. Bukan berarti aku nyaman, tapi malah canggung. Sangking canggungnya, aku sama sekali tidak bergerak dari posisi saat pertama kali aku duduk di sini. Takut jika saja aku bergerak dan menimbulkan suara, semua orang di sini malah menatapku.

"Tumben Ang ikut nonton TV? biasanya ngamar di depan laptop terus."

Kalimat yang keluar dari mulut pak Jamal membuat kami yang ada di ruang ini, menoleh ke arah mas A'ang yang kini duduk bersila pada di atas sofa.

Sebelum menjawab pertanyaan dari pak Jamal Mas A'ang sempat melihat ke arahku. Aku yang tidak mau bertatapan dengan mas A'ang segera mengalihkan padanganku pada bu Rosidah yang kini malah tersenyum melihat kelakuan mas A'ang.

"Lagi pengen aja Pak," jawab mas A'ang.

"Oh ... kirain karna ada Delima."

Aku sedikit tersentak karna ucapan pak Jamal, begitu pula mas A'ang yang tiba-tiba terbatuk, mungkin tersedak ludahnya sendiri. Kulihat lagi ke arah Bu Rosidah yang kini menatap ke arah TV sambil menahan senyumnya.

"Ya karna ada Delima Pak, masa ada tamu malah aku tinggal ke kamar." Mas A'ang terdengar membela diri.

"Kamu tinggal ke kamar kan masih ada Bapak sama Ibu Mas yang nemenin Delima."

Kali ini bu Rosidah yang menjawab kalimat mas A'ang. Ini semacam debat dua banding satu. Argumen mas A'ang yang lemah dan kurang bukti, diserang oleh dua sisi, sedangkan aku malah menjadi topik debat sekaligus penonton di sini.

Akankah mas A'ang mampu menjawab sanggahan dari bu Rosidah?

Aku masih menunggu. Jika jawaban mas A'ang nanti mampu memperkuat kedudukannya di sofa ruang TV ini, akan kuberi poin 100.

Baiklah cukup, terlalu banyak melihat acara kuis membuatku menjadi melantur begini. Mas A'ang terlihat menggaruk kepalanya mungkin gatal atau mengulur waktu untuk menjawab saja.

"Udahlah Bu, bener kata A'ang, masa ada tamu malah ditinggal masuk kamar."

Pada akhirnya pak Jamal membenarkan argumen mas A'ang, bu Rosidah tampak mendecih dan kembali menonton TV. Lalu keadaan hening kembali, aku jadi bertanya-tanya apakah keadaan rumah bu Rosidah memang seperti ini, khusyuk saat menonton TV?

Maksudku begini, tentu jika menonton sesuatu dengan orang lain pasti kalian akan sesekali berceletuk dan mengomentari tontonan itu bukan? Aku yang hanya berdua dengan bapak saja kadang sering mengomentari apa yang kami tonton di televisi

Delima dan TakdirnyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang