Delima dan Takdirnya (7)

16.6K 1.1K 20
                                    

"Kok malah diam?"

Memangnya cuma dia saja yang bisa diam, akupun juga bisa!

"Kamu gak mau tanya saya cemburunya sama siapa gitu?"

Aku yakin seratus persen jika di dapur rumah mas A'ang ini tempat bersarangnya Jin cerewet, dan saat ini juga jin itu sedang mengambil alih tubuh mas A'ang.

Padahal kan orang-orang dikeluarga mas A'ang merupakan orang yang agamis, apalagi rumah mereka dekat masjid pula, tapi tetap saja jadi sarang jin. Apalagi rumah kontrakkanku yang orang-orang rumahnya jarang mengaji, pasti Jinnya sudah membentuk kerajaan.

Aku jadi bergidik ngeri hanya membayangkan saja.

Atau mungkin jin ini bukan berasal dari dapur mas A'ang? tapi karena mas A'ang yang sempat berada di dekat bang Emran, sehingga jin yang tadinya menempel pada bang Emran, kini malah mengikuti mas A'ang.

Dugaanku yang satu ini lebih memungkinkan, bang Emran sudah pasti banyak dikelilingi jin dan memberikan pengaruh buruk bagi orang-orang di sekitarnya.

"Enggak Mas! gak perlu, saya balik aja deh Mas, takut kemaleman."

"Nanti saya antar kalo kemaleman."

Aku duduk dengan gelisah, kakiku tak berhenti bergerak untuk menghilangkan rasa gugupku saat ini karena malah semakin menjadi-jadi saja jin di dalam tubuh mas A'ang ini. Mungkin bulan depan bu Rosidah harus menggelar pengajian di rumahnya untuk meruqyah mas A'ang.

"Bukan itu Mas masalahnya, ini kan cuma kita berdua yang ada di rumah. Saya perempuan, terus Mas laki-laki, bukan keluarga lagi. emang Mas gak takut diomongin tetangga?"

"Enggak, kan kita gak ngapa-ngapain. kalo saya ngapa-ngapain kamu, kamu bisa langsung teriak aja."

Itu juga masalahnya, kalau tidak melakukan apa-apa di sini, buat apa aku berada di sini!?

Aku memutuskan pandanganku pada mas A'ang dan memilih menatap benda apa saja selain mas A'ang.

"Kamu masih diganggu Emran?"

Kutolehkan kepalaku ke arah mas A'ang yang kali ini untung nya berinisiatif bertanya padaku, setidaknya ada hal yang bisa dibicarakan untuk saat ini, dari pada tidak melakukan apa-apa.

"Ya ... gitu deh Mas, cuma kadang-kadang aja."

"Banyak enggaknya, apa banyak iya nya? "

Aku sudah seperti murid SMA yang sedang ditanyai oleh guru BK killer untuk menyelesaikan kasus perundungan. Apa kalau ku jawab iya mas A'ang juga akan bertanya kronologi kejadiannya sekaligus?

Harusnya mas A'ang jadi detektif saja bukan jadi guru, mas A'ang mungkin juga tipe guru yang akan tiba-tiba bertanya pada muridnya setelah menjelaskan materi, itu adalah salah satu tipe guru yang kubenci. Untung saja mas A'ang menjadi guru setelah aku lulus sekolah. Coba saja kalau aku menjadi muridnya pasti akan sering membolos.

"Banyak enggaknya Mas, kan cuma kalo ketemu aja. Kalo enggak ketemu ya enggak ganggu."

Mataku kini sibuk mencari keberadaan jam dinding di dapur ini, untuk segera pergi dari keadaan canggung ini. Jam dinding menunjukkan pukul 8.55 malam, sebentar lagi jam 9.00 malam. Aku bertekad kali ini akan pulang saja, mau mas A'ang beralasan di luar hujanpun tak akan menghalangi ku saat ini.

Delima dan TakdirnyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang