Delima dan Takdirnya (18)

14K 1.1K 52
                                    

"Maksudnya gimana Mas?"

Meskipun aku sudah mengerti arah pembicaraan mas A'ang ini, namun aku tetap menanyakan kejelasan kalimatnya kembali agar tidak menimbulkan salah paham.

Bisa saja kan maksud mas A'ang mau menjagaku agar tidak kabur dari tanggung jawab membayar hutang?

"Izinkan saya melamar Delima Pak."

Nah! begitu kan lebih jelas! Tapi kurang jelas sedikit lagi mas A'ang.

Melamar jadi apa tuh?

"Melamar dijadikan istri gitu Mas?"

"Iya Pak."

Aku tersipu malu mendengar laki-laki yang aku suka berniat melamarku malam ini. Namun tak lama, rasa itu luntur digantikan keraguan yang mulai menyelimuti hatiku.

Baru kemarin kata suka itu terungkap, masa sekarang sudah main lamar saja?

Sebagai seorang manusia yang diberikan kemampuan untuk berfikir, tentu aku masih menggunakan logika untuk masalah cinta, apalagi cinta pada manusia. Logika harus dibutuhkan dalam cinta pada manusia, agar aku bisa memutuskan langkah terbaik untuk ke depannya.

"Mas?"

Kepala mas A'ang kini menoleh ke arahku.

"Apa gak terlalu cepat?"

"Sesuatu yang baik kan memang harus disegerakan Del, kamu gak mau?"

Ya mau! siapa sih yang tidak mau di lamar orang yang dia suka.

Tapi ya... banyak tapinya. Aku masih harus memikirkan kembali lamaran mas A'ang ini. Bukan ragu pada kesungguhan mas A'ang, tapi malah ragu pada diriku sendiri. Tiba-tiba aku merasa tidak pantas untuk mas A'ang yang nampak terlalu sempurna untukku yang mempunyai banyak kekurangan ini.

"Bukan gitu, tapi kita kan belum saling mengenal Mas."

"Belum gimana Del? saya tahu kamu dari kecil, kamu juga gitu. Kalo masalah saling mengenal luar dalam, kan bisa kita lakuin setelah menikah malah lebih baik."

Aku kini menunduk dan mulai memainkan ujung bajuku, semuanya terasa tiba-tiba. Otakku tak bisa diajak berfikir dalam keadaan seperti ini, rasanya aku belum sanggup menjawab apa lagi menyetujui permintaan mas A'ang.

"Iya Del, sama aja ... mau pacaran lama kayak apa, nanti kalo habis nikah masih harus kenalan lebih dalam lagi. Ini lo buktinya Bapak sama Ibu juga dulu cuma dijodohin, sampe sekarang langgeng."

Bapak ikut menambahi. Walaupun di jodohkan, aku yakin keluarga bapak maupun bu Isti sudah lebih dulu memperhitungkan bibit, bebet, bobot antara kedua pasangan hingga akhirnya mereka bisa disatukan oleh keluarganya.

Lagipula aku yakin alasan bapak  langsung menyetujui lamaran ini, karena beliau bisa langsung bebas dari perwalianku. Padahal namaku saja tidak tercantum dalam kartu keluarganya selama ini.

"Tapi ya terserah kamu, Bapak sebagai wali kamu cuma menyarankan yang terbaik aja."

Yang terbaik menurut orang lain bukan berarti baik untuk kita. Semua ucapan bapak rasanya tak mampu melunturkan keraguanku. Tapi mas A'ang setia menunggu jawabannya yang jelas tak pasti jawabannya.

Delima dan TakdirnyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang