Delima dan Takdirnya (20)

13K 1K 47
                                    

Hidup ini makin dipikirkan kok makin berat saja. Padahal hanya persoalan seputar romansa, tapi mampu membuat jiwa dan ragaku tidak bisa ke mana-mana.

Seperti aku di hari libur ini. Tubuhku hanya berbaring di atas ranjang dan menatap ke arah plafon kamar. Seluruh anggota tubuhku benar-benar tak mau diajak bekerja sama untuk sekedar bangkit dari ranjang, apalagi keluar dari rumah. Selain karena moodku tak kunjung membaik, cuaca di luar juga begitu panas.

Lebih-lebih lagi jika ada angin yang bertiup, bukannya membuat sejuk, malah terasa seperti di sembur naga.

Sekalipun aku sama sekali tak tahu rasanya disembur naga. Tapi dari apa yang kulihat di film-film seperti Harry Potter. Naga memang menyemburkan api untuk menyerang lawannya.

Kasihan sekali nasib naga...wujudmu saja tak jelas ada atau tidaknya, tapi namamu selalu tersangkut dalam kejadian yang melibatkan panas.

Kipas angin dalam kamar pun tak mampu meredam panasnya cuaca saat ini. Bayangan es jeruk dengan bulir-bulir embun yang mengelilingi permukaan gelas, menggoda pikiranku saat ini. Ingin sekali rasanya menenggak minuman dingin itu agar mengurangi rasa panas dalam tubuhku, tetapi aku terlalu malas untuk membeli keluar rumah.

Lalu aku ingat aku bukan lagi hidup di tahun 200 sebelum masehi, di mana komunikasi jarak jauh masih menggunakan asap ataupun burung merpati. Jaman ini sudah masuk di revolusi industri 5.0, hidup semakin mudah dengan kemajuan teknologi.

Teknologi makin canggih, manusia makin tersisih.

Tanpa berlama-lam lagi, langsung saja kubuka ponselku untuk membuka aplikasi yang menyediakan jasa bagi orang-orang malas bergerak sepertiku saat ini. Namun, saat ponselku sudah sepenuhnya menyala, aku malah melihat sebuah notifikasi pesan yang mana memunculkan nama mas A'ang, notifikasi itu tertanda 2 menit yang lalu.

Sejak semalam mas A'ang memang belum mengirimiku pesan, setidaknya mas A'ang mengerti bahwa setelah kejadian semalam, aku memang tak mau diganggu dalam bentuk apapun. Jika saja semalam mas A'ang nekat memberodongku dengan banyak pesan, malah sekalian kublokir saja nomornya!

Kuurungkan niatku untuk memesan minuman, dan memilih fokus pada aplikasi pesan yang notifikasinya masih sangat segar. Aku menggigit jariku menimang untuk segera membuka pesan mas A'ang atau tidak. Jika kubuka sekarang, kentara sekali aku menunggu pesannya.

Tidak! aku kan masih mode merajuk...

Tetapi aku juga begitu penasaran dengan pesan dari mas A'ang. Apalagi kalimat terakhirku semalam, mungkin saja saat ini diiyakan oleh mas A'ang.

Memang benar kata orang kalau marah lebih baik diam, tapi ya jangan terus-terusan. Ingat kata guru PAI! marah tidak boleh lebih dari 3 hari. Selebihnya bisa langsung tampar atau tendang.

Eh... tidak boleh juga ya?

Sangking bingungnya masalah membalas pesan, aku sampai berguling dari ke sisi kanan ranjang, lalu pindah ke sisi kiri, sambil terus menatap ke arah ponsel.

Kuputuskan untuk menunggu sekitar 10 menit lagi, seperti jeda waktu memakai produk-produk skincare, sebelum memakai suncreen.

Duh ... kok 10 menit rasanya lama sekali.

Tubuhku yang tadinya berbaring, kini beringsut duduk di pinggir ranjang. Kakiku turun menapak ke lantai kamar, sambil mengetuk-ngetuk permukaannya.

Delima dan TakdirnyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang