Seringai yang aku lihat sekilas dari wajah bang Emran, membuatku merasa bahwa hal buruk akan terjadi. Sebenarnya bukan hanya seringainya saja, kehadiran bang Emran disekitarku merupakan musibah bagiku.
Kini aku melihat ke sekeliling area rumah kontrakan, suasana di sana sudah senyap dan sepi. Aku tak menemukan orang lain di sekitar selain diriku dan bang Emran.
Tentu saja!
Ini sudah memasuki waktu maghrib, orang-orang di sini pasti sudah masuk ke dalam rumah, dan tak ada yang berkeliaran saat waktu maghrib, kecuali para setan dan makhluk di depanku saat ini.
Dengan jantung yang berdebar, aku mulai melangkah mendekat menuju rumah kontrakanku. Aroma asap rokok milik bang Emran menjadi sambutan atas kedatanganku saat ini.
"Nah ... ini dia nih orangnya! Abis ngelonte di mana lo?"
Sungguh sambutan yang sangat khas dari mulut bang Emran untuk diriku, ketika melihatku yang terus melangkah melewatinya dan menuju pintu rumahku segera, untuk memasukkan kunci ke dalam lubang.
Di acuhkan begitu, membuat bang Emran mendekat ke arahku, memegang lenganku dan dia tarik ke belakang.
"Heh! Gue nanya sama lo!"
Aku tetap tak menggubris apalagi menatapnya, dan terus berusaha membuka pintu rumahku yang entah mengapa tiba-tiba jadi susah dibuka disaat seperti ini. Jantungku sudah berdebar tidak karuan, apalagi tanganku terasa dicengkeram kuat oleh bang Emran.
"Wah ... budek ya Lo!?"
Tanganku yang masih berusaha membuka kunci pintu kemudian di pegang oleh bang Emran, dan tubuhku kini dibalikkan untuk menatap ke arahnya
"Lepas Bang!"
Aku mengibaskan tangannya dari tanganku dan memberontak untuk dilepaskan. Namun sia-sia saja, kekuatan tangan bang Emran lebih besar.
"Lo ada hubungan apa sama si A'ang pulang bareng kayak tadi?"
Dari sekian banyak hal yang terjadi padaku, kenapa bang Emran malah menggunakan kejadian tadi sore untuk semua ini. Aku ingin sekali berkata jujur padanya kalau alasanku tadi adalah untuk menghindarinya. Namun aku urungkan, karna bang Emran pasti malah akan senang dan tambah mengangguku.
"Bukan urusan Abang!"
Aku terus berusaha untuk melepaskan tangan bang Emran pada lenganku. Bukannya terlepas, cengkraman tangannya malah semakin menguat.
Ketakutanku saat ini adalah bang Emran juga akan mengganggu mas A'ang jika dia berpikir yang tidak-tidak mengenai aku dan mas A'ang. Tak apa jika aku yang diganggu dan dicemooh oleh bang Emran, aku sudah terbiasa hidup penuh cemoohan orang. Namun jika mas A'ang ikut diganggu oleh bang Emran hanya karena menolongku tadi, aku tidak mau itu terjadi. Apalagi mas A'ang ini seorang guru dan kedua orang tuanyapun mempunyai reputasi yang baik di daerah ini. Keluarganya selalu dipandang baik oleh masyarakat, tentu aku akan sangat merasa bersalah jika tiba-tiba nama mas A'ang ternodai karna terfitnah mempunyai hubungan denganku.
"Dompetmu ketinggalan."
Suara berat yang terdengar membuatku dan bang Emran kini menatap si pemilik suara yang tangannya telah menggenggam dompet hijau yang aku kenali adalah milikku.
Aku sedikit bernapas lega.
Mas A'ang secara tidak langsung, kembali menyelamatkanku saat ini. Cengkeraman bang Emran terasa mengendur dan terlepas dari tanganku. Kulihat bang Emran saat ini menyandarkan tubuhnya pada tembok di belakangnya sambil tersenyum miring.
"Kebetulan banget nih orangnya ada. Ngapel bro? mumpung gak ada bapaknya ya?"
Aku sedikit heran bang Emran tahu jika tidak ada bapak di rumah saat ini. Mungkin saja saat pergi tadi bapak berpapasan dengan bang Emran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Delima dan Takdirnya
RomanceRepost ulang. "Nomor saya udah saya simpan di hp kamu, kalo ada apa-apa kamu hubungi nomor saya aja." Setelah mengatakan itu mas A'ang beranjak berdiri hendak keluar dari rumah, namun langkahnya terhenti dan berbalik menatapku. "Oh iya, satu lagi D...