Salma diam, lidahnya mendadak kelu. Pengakuan Rony terlalu mendadak baginya, ia tidak mempersiapkan apapun, apalagi hatinya.
Salma menggenggam gelas kopi yang ada ditangannya erat, ia bingung harus bereaksi seperti apa. Rony, temannya, yang sudah ia anggap saudara sendiri kini menyatakan perasaannya, kali ini sepertinya lebih serius.
Tanpa bisa membohongi perasaannya sendiri, rasa itu ada pada dirinya. Rasa yang sama seperti yang dirasakan pria disampingnya. Salma juga telah jatuh. Namun, terlalu banyak kemungkinan kemungkinan buruk yang ada di kepalanya, terlalu banyak hal tidak menyenangkan yang terbayang dalam dirinya.
"Ca?" Panggil Rony lagi setelah cukup lama membiarkan Salma diam.
"Ron, ini lu lagi bercanda, kan?" Pertanyaan pertama Salma yang membuat Rony menghela napas. Sepertinya sehabis ini ia harus berpikir matang matang sebelum bicara.
"I've never been this serious, Ca."
"Kenapa?"
"Kenapa apanya?"
"Kenapa gue? Masih banyak perempuan lain yang lebih baik, lebih cantik, lebih segalanya."
"Gue butuhnya lu."
Salma menghela napas, "Lu tau kan kalau kita itu rumit?"
"Tau, Ca. Gue selalu tau kalau kita itu rumit."
"Lo siap dengan semuanya?"
"Sangat, Ca."
Salma kembali menghela napas, pandangannya masih terjatuh pada langit gelap disana, bintang bintang mulai hilang bersamaan dengan suhu udara yang menurun.
"Iren gimana?"
"Nggak gimana gimana, Ca. Gue sama dia sudah selesai, dan itu cukup."
Salma memilih diam, ia kembali meminum es kopi yang tersisa setengah, mengusap pergelangan tangannya yang sedang memegang gelas kopi. Ia berusaha merangkai peristiwa demi peristiwa yang terjadi padanya beberapa bulan terakhir.
Mendadak ikut audisi dan berbohong pada orang tua nya, bertemu teman temannya yang ia anggap keluarga, mendalami seni musik, bertemu Rony, dan sekarang sampai disini, ditengah rooftop, mendengar Rony dengan pernyataan cinta nya.
"Ron, kita terlalu rumit."
"Ca..."
"Terlalu banyak ketidakmungkinan yang ada di kita, Ron. Terlalu banyak hal hal yang nggak bisa kita ubah."
"Gue paham, dan gue ngerti. Kita memang sesuatu yang nggak mungkin, Ca. Tapi selain itu, kita juga takdir. Banyak hal yang nggak bisa dijelaskan dengan logika manusia dalam pertemuan kita, kan?"
Salma menunduk, memainkan jemarinya yang masih sibuk menggenggam es kopi, tatapannya tidak berani beralih dari hamparan langit, ia terlalu takut.
"Ca, bisa lu jelaskan kenapa gue bisa lolos di season ini padahal bisa aja gue lolosnya season depan? Bisa lu jelaskan kenapa tiba tiba ada fakta gue dan lu ada di tahun yang sama pas icil? Bisa lu jelaskan kenapa kita yang nggak pernah kesorot media berdua, tiba tiba duet dan di shipperin sana sini?"
Salma diam, kejadian kejadian itulah yang juga menganggu pikirannya, ia pernah mengutarakannya pada Novia. Bahkan sampai sekarang pun, ia masih belum tahu jawabannya.
"Ca, gue nggak percaya kebetulan, tapi gue percaya takdir. Semua hal yang ada di dunia ini sudah ada takdirnya, sudah ada jalannya, Ca. Sampai saat ini gue percaya, lu dan gue adalah takdir. Gue nggak tau akhirnya akan jadi apa, tapi kalau lu siap menyelesaikan kerumitan itu bareng gue, ayok. Gue akan berusaha sekuat tenaga biar lu nyaman berjuang bareng gue."
KAMU SEDANG MEMBACA
Fated | Salma Rony
Teen FictionTakdir. Satu kata beribu makna. Salma Salsabil Aliyyah, arek Probolinggo yang kembali mengadu nasibnya dalam dunia tarik suara setelah vakum selama beberapa tahun. Rony Parulian Nainggolan, pria batak yang tinggal lama di Jakarta, hidup sederhana da...