Salma menghela napasnya pelan, sungguh, ia tidak pernah segugup ini sebelumnya.
"Ron, gimana?"
"Gimana apanya sih, Ca? Santai aja."
Salma kembali menghela napas, ia menarik seatbeltnya, memperhatikan Rony yang juga melakukan hal yang sama.
Rony mulai menjalankan mobil, membelah kerumunan mobil lainnya. Sedangkan Salma, wanita itu masih menggenggam tangannya sendiri.
"Ca, nanti tangan lu sakit." Tegurnya saat melihat Salma berkali kali meremas tangannya sendiri.
"Takut, Ron."
"Buka dashboard."
Salma menuruti, hal yang pertama yang ia lihat adalah sekotak chocopie. Salma menoleh, tersenyum pada Rony.
"Buat gue?" Tanyanya.
Rony mengangguk pelan, "Relax, ya, Ca. Mama nggak akan galak, kok."
Salma menghela napasnya pelan, berusaha menenangkan dirinya sendiri dengan melahap chocopie itu.
Baru ingin tenang, kepala Salma kembali berpikir tentang suatu hal.
"Ron, nanti mampir sebentar, ya."
"Kemana?"
"Toko kue aja."
"Mau ngapain?"
"Yaa, beli kue, apa lagi?"
"Kalo mau beli buat Mama, mending nggak usah."
"Loh kenapa?"
"Nggak usah, Ca. Masa yang diundang malah bawa sesuatu."
"Nggak sopan bertamu nggak bawa apa apa, Ron. Ayolah, mampir sebentar, ya? Gue nggak beli banyak juga kok."
Rony menghela napasnya, sekuat apapun ia berdebat dengan Salma, wanita itu sulit sekali mengalah.
Akhirnya mereka berdua disini, Lumiere. Salma sedaritadi sibuk melihat lihat, sedangkan Rony sibuk menahannya agar tidak membeli terlalu banyak.
"Ca, cukup."
"Buat Diva belum, Ron."
"Ca, ini lu beli banyak banget, nanti malah nggak kemakan."
"Dikit lagi."
"Ca, udah."
Mendengar nada bicara Rony yang tegas, Salma tidak berani membantah lagi, ia berhenti mengambil kue lainnya.
Setelah selesai dengan segala pembayaran dan perdebatan, Salma dan Rony kembali kedalam mobil. Rony mengendarai mobil berwarna hitam itu dengan kecepatan sedang, Diva bilang mamanya sudah siap menyambut Salma.
Sisa waktu perjalanan dihabiskan dengan membicarakan banyak hal, Salma seringkali tertawa mendengar celotehan Rony yang sebenarnya jarang didengar orang lain.
Lima belas menit setelahnya, mobil terparkir rapi disebuah pekarangan rumah. Rumah yang terlihat nyaman, banyak pohon tertanam didepannya, udaranya sejuk.
Rony membantu Salma membawa beberapa kue yang sempat ia beli. Salma menggenggam lengannya, dia semakin gugup saat berdiri tepat didepan pintu rumah pria yang sudah ada disebelahnya.
"Ayo, Ca." Ajak Rony, melepas sepatunya.
Salma menghela napasnya sekali lagi, mengumpulkan keberaniannya untuk masuk kedalam rumah.
Namun, langkahnya langsung berhenti, ia menatap punggung seorang wanita yang sedang sibuk mengobrol dengan wanita paruh baya serta remaja perempuan di sofa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fated | Salma Rony
Novela JuvenilTakdir. Satu kata beribu makna. Salma Salsabil Aliyyah, arek Probolinggo yang kembali mengadu nasibnya dalam dunia tarik suara setelah vakum selama beberapa tahun. Rony Parulian Nainggolan, pria batak yang tinggal lama di Jakarta, hidup sederhana da...