9. Curious Nabila

7K 428 34
                                    

"Lu gimana sama Iren?" Salma membuka suara lagi setelah perdebatan yang cukup panjang dengan Rony tadi.

"Apanya gimana?"

"Kelanjutan hubungan lu."

"Nggak ada kelanjutan,"

Salma menoleh, menatap Rony bingung. Alisnya saling bertaut, jawaban pria ini terlalu ambigu.

"Nggak ada, Sal. Dia lagi marah besar ke gue, gue nggak tahu alasannya apa, tiba tiba ngediamin gue gitu aja."

"Gara gara gue, ya?" Tebak Salma, ia merasa bersalah karena shipper ini, bisa saja hubungannya dengan Iren jadi berantakan.

Rony menggeleng, "Nggak ada hubungannya sama lu, ini emang cuma masalah internal gue sama Iren aja. Kita jauh, jarang ketemu, jadi misscom tuh pasti."

"Tapi pasti ada faktor gue nya, kan?" Salma masih kekeuh menyalahkan dirinya.

"Nggak, Sal. Kan gue bilang tadi, gue aja nggak tahu alasan dia marah sama gue, tiba tiba cuek," dan Rony masih dengan pendiriannya.

Rony menghela napas pelan, "Jujur gue capek, Sal. Selalu gue yang harus ngertiin dia. Selalu gue yang ngalah, minta maaf duluan. Ya emang kadang gue lupa ngabarin dia, tapi kan dia tau sendiri kita lagi sibuk sibuknya, harusnya dia ngerti." Jelasnya menatap lurus ke depan, mengingat permasalahannya yang belum selesai dengan Iren.

"Gue boleh tau nggak awal mula lu sama Iren bisa bareng?"

"Kenapa?"

"Nggak apa apa, penasaran aja. Waktu lu ketemu Iren kan bisa dibilang lumayan jarang, terus kenapa bisa tiba tiba jadian?"

"Hm, gimana ya. Gue bingung cerita awal mulanya,"

"Tapi lu pernah cerita?"

Rony mengangguk pelan, "Cuma ke Powl."

Salma mengangguk, ikut menatap langit yang semakin gelap, cahaya lampu ibukota justru bertolak belakang, memamerkan majunya teknologi saat ini. Berbagai macam bentuk dan warna lampu yang menyala, menerangi suasana temaram disekitarnya.

"Love at the first sight," Rony tiba tiba bersuara, membuat Salma menoleh penuh.

"Siapa? Lu sama Iren?" Tanya Salma yang dihadiahi anggukan oleh Rony.

"Orang pertama yang ngajakin gue ngobrol tuh Iren, Sal. Sebelum gue kenal yang lainnya, bahkan sebelum gue kenal Paul, Iren yang lebih dulu ngajak gue kenalan. Dia bilang, dia juga nggak punya teman disini. Kita banyak ngobrol. Gue kagum sama kecantikannya, dia cantik, banget malahan,"

Salma mengangguk pelan, setuju akan pernyataan Rony tentang kecantikan Iren.

"Gue nyaman sama dia, kita jadi sering ngobrol, jadi nyaman satu sama lain aja. Tapi gue nggak ngerti kenapa akhir akhir ini dia kayak banyak berubahnya, jadi cuek, jadi susah diajak komunikasi. Dia selalu asik sama dunianya sendiri, padahal gue berusaha ngerti."

"Lu udah tanya alasannya?" Salma bersuara.

Rony mengangguk pelan, "Dulu dia pernah begini dan gue tanya alasannya. Dia bilang karena dia kecewa gue nggak mau go public tentang hubungan kita. Gue juga mau, Sal. Gue mau ngasih tau orang orang kalo kita berdua punya sesuatu yang spesial, tapi keadaan nggak se simple itu, lu tau sendiri kan peraturan ketat disini? Gue juga nggak mau nyia nyiain karir yang udah gue bangun susah payah demi nurutin keinginan dia,"

"Jujur, akhir akhir ini gue lumayan sadar, kalo yang gue rasain ke dia bukan benar benar sayang as a my girlfriend, but just be a friend. Gue kagum sama cara dia menghadapi masalah, gue kagum sama ketenangan dia, gue kagum sama kecantikan dia yang emang diakuin semua orang. Tapi gue sadar, bukan dia yang gue cari, Sal. Bukan dia yang gue butuhin."

Fated | Salma Rony Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang