Salma mengerjapkan matanya perlahan, berusaha menetralkan cahaya terang yang menembus retinanya.
Pandangannya mengelilingi seisi kamar, ada Nabila yang sedang merapikan meja kerjanya. Wanita itu belum pulang sejak semalam, menungguinya, bahkan membangunkannya untuk sholat subuh tadi.
Salma mendudukkan dirinya, menyandarkan punggungnya pada punggung kasur.
"Nab, belum tidur?" Tanya Salma pelan.
Nabila langsung menoleh, buru buru menghampiri Salma. "Nanti aja, Kak. Gampang itu mah. Btw maaf ya aku beresin meja kerja kakak nggak bilang, tadi soalnya lumayan berantakan aku pengen beresin banget."
Salma tersenyum tipis, "Nggak apa apa, Nab. Makasih, ya."
Salma menggeser posisinya, menepuk tempat sebelahnya yang kosong, "Sini, Nab. Belum tidur, kan?"
Nabila tersenyum. "Nggak apa apa, Kak. Aku sebentar lagi dijemput, kok."
"Sama siapa?"
"Paul."
Salma mengangguk kecil, ia merentangkan tangannya. "Peluk dulu, Nab."
Nabila tersenyum, menenggelamkan dirinya pada pelukan Salma. Pelukan hangat yang sudah lama ia rindukan, pelukan yang sama hangatnya seperti umma-nya.
"Nanti sebelum aku pulang, kita makan siang dulu, ya." Bisik Nabila, mengusap punggung Salma lembut.
"Nanti kamu ditungguin Paul, Nab. Nggak apa apa, aku bisa makan siang sendiri nanti."
Nabila melepas pelukannya, merapikan anak rambut Salma yang terlihat berantakan.
"Paul aku suruh bawa makan, Kak. Biar aku bisa mantau kak Salma makan siang."
Ponsel Nabila berdering, ia buru buru turun dari kasur, menarik hijab instannya. "Paul udah dibawah, Kak. Boleh aku suruh masuk sini? Atau kita mau makan di mobil Paul aja?"
"Dimobil aja, Nab. Kamar cewek soalnya." Balas Salma, dengan sigap Nabila membantu Salma turun dari kasur.
"Gue nggak apa apa, Nab."
"Takutnya kak Salma masih lemes."
Salma tertawa, mengusap puncak kepala gadis kecil itu pelan. "Makasih, ya."
Nabila menunggu Salma selesai memakai hijabnya, ia menggendong tasnya sendiri. Pandangannya tertuju pada sebuah boneka diatas kasur, boneka yang sangat ia kenal, pemberian Rony.
"Yuk, Nab."
Nabila tersentak dari lamunannya, tersenyum lebar, meraih lengan Salma, ia membantu menutup pintu kostnya.
Mereka berdua jalan beriringan, Salma sesekali tertawa melihat Nabila yang menguap, matanya terlihat lelah.
"Maaf ya, Nab."
"Hm? Kenapa kak?"
"Lu jadi nggak tidur."
"Aku tidur kok, Kak."
"Bohong banget."
"Bener, Kak. Tadi pas kak Salma tidur lagi habis sholat subuh, aku ikutan tidur sebentar."
Salma tertawa, merangkul pundak mungil di sebelahnya. Sedangkan diseberang sana sudah ada Paul yang menunggu diluar gerbang.
Mereka berdua menghampiri nya, tersenyum lebar saat Paul mengangkat beberapa kantung plastik ditangannya.
"Daripada kita makan di mobil dan diem aja, gimana kalo sambil kelilingin Jakarta?" Tawar Paul yang langsung diangguki semangat oleh Nabila.
Salma dan Nabila duduk di kursi belakang, sedangkan Paul mengambil alih kemudi. "Mau kemana kitaa??" Tanyanya semangat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fated | Salma Rony
Ficção AdolescenteTakdir. Satu kata beribu makna. Salma Salsabil Aliyyah, arek Probolinggo yang kembali mengadu nasibnya dalam dunia tarik suara setelah vakum selama beberapa tahun. Rony Parulian Nainggolan, pria batak yang tinggal lama di Jakarta, hidup sederhana da...