last-

704 54 4
                                    

"MAHH, BANTUIN AKU BERES BERES DONG." teriak seorang gadis dari dalam kamarnya.

Sudah 5 menit, tapi ibunya tak kunjung datang. Sialan, kenapa lama sekali?

"Mah, kok aku panggil ga Dateng sih— mah? Liat apaan sih."

Seorang wanita cantik. Sedang duduk melihat sebuah buku.

"Ji-hyun? Sini." Ucapnya.

Ji-hyun pun duduk di sebelah ibunya. "Siapa itu mah? Masih pake baju sekolah, tapi kayaknya udah kaya preman pasar."

Anjing. Preman pasar ga tuh. "Loh? Kamu ga kenal? Ini papah kamu loh pas masih muda."

"Oh, papa. HAH?? WHAT—APA?? PAPA? buset. Beda banget sama yang sekarang."  Ucap Ji-hyun.

Park Ji-hyun, siswi SMA SanHaa. Saat ini dia menginjak kelas 2. Ia dan keluarganya baru saja pindah, jadi mereka masih beres beres.

Dan..  (Name). Ibu dari Ji-hyun.

"Iya kan? Papa kamu tuh dulu banyak banget ceweknya. Udah mana friendly lagi. Gue juga ga tau kenapa bisa nikah sama dia."

Ji-hyun memasang muka tak percaya. "Ah masa sih mah? Bohong kali. Orang papah kek kulkas berjalan gitu."

(Name) melihat foto suaminya. "Orang gila ini? Menjadi kulkas? Dia bahkan di sukai oleh teman se-rasnya. Dasar gay!" Batin (name).

"Asik amat ngobrol nya. Ngomongin apa sih?"

Ya, ini adalah topik utama kita. Suami (name).
Kekurangannya cuman satu, yaitu gepeng. Sisanya sempurna.

"Ngomongin bumi itu bulat apa segitiga." Ji-hyun.

Lelaki itu duduk dekat anaknya. "Coba lihat, sekarang kamu udah dewasa. Padahal kemaren masih sekecil ini."

Ji-hyun terkekeh. "Waktu itu berjalan tau pah."

"Karena waktu berjalan, makanya kita harus menghargai waktu." Ucap (name).

"Mah, pah. Ji-hyun mau nanya, arti keluarga bagi kalian berdua itu apa?" Tanya Ji-hyun.

(Name) tampak berfikir. "Keluarga itu bukan soal hubungan darah doang. Keluarga adalah tempat kita berpulang, tempat kita bisa menjadi diri kita sendiri tanpa harus berpura pura menjadi orang lain. Tapi keluarga adalah luka yang paling sakit." Batin (name) di akhir.

"Buset mah." Balas Ji-hyun tak percaya bahwa ibunya bisa mengatakan hal seperti itu.

"Tapi inget Ji-hyun, jangan pernah terlalu menaruh harapan besar pada siapapun. Termasuk keluarga sendiri. Manusia lebih menyeramkan dari hantu." Jelas (name)

Ji-hyun mengangguk.

Keluarga kecil tersebut melanjutkan beres beresnya. Ya, semoga saja kita akan selalu bahagia.

—Tolong maafkan kesalahan di masa lalu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Tolong maafkan kesalahan di masa lalu.
Meski sulit, cobalah untuk memaafkannya.
Masa lalu tetaplah masa lalu, dan masa depan tidak ada yang tahu. Kita hanya perlu fokus pada diri kita yang sekarang.
Kalian tidak boleh jahat, bukan berarti harus jadi baik. Jadilah diri kalian sendiri, dimana lingkungan tersebut menerima kalian sepenuh hati. Jangan terlalu memaksakan suatu hal yang sudah jelas tidak bisa terwujud.
Hiduplah dengan logika, bukan hati.










"Mamah, kita mau kemana?" Tanya Ji-hyun.

(Name) tersenyum. "Kita mau ketemu sama nenek kamu." Ucap (name).

Mata Ji-hyun berbinar. Setelah penantian nya ia bisa bertemu dan mengetahui wajah neneknya.

Ah, Ji-hyun. Apa yang kamu harapkan? Kau hanya akan melihat bat—

"(Name)!" Panggil yukiko dari jauh.

Loh? Belum jadi mayat ternyata.

Aku membenci mu, tapi jika tak ada dirimu aku tidak akan bisa merasakan kebahagiaan. Meski kau tidak bisa memberikan ku kebahagiaan, setidaknya kau sudah membuat ku merasakan sesuatu yang di luar akal sehat. Terimakasih, dan maaf. Aku akan mencoba menerima mu, ibu.





Ending.


Pesan moral : jangan jadi pendendam. Apalagi sama keluarga sendiri. Tau kok, keluarga bisa jadi luka terbesar yang pernah ada dalam hidup kita.
Tapi bagaimanapun keluarga adalah orang pertama yang hadir di hidup kita, meski membawa banyak luka.

Hiduplah seperti (name). "Batasan ada untuk di lewati, peraturan ada untuk di langgar. Kita harus hidup fleksibel di dunia yang keras ini!"



L O O K S I M 독자 - [ REVISI ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang