Di sore yang cerah, gadis cantik berambut blonde, menenteng sekotak pizza. Langkahnya ringan ceria penuh senyum, seolah tak punya beban hidup. Ia memasuki area kos-kosan tiga lantai. Sialnya tempat yang ingin ia tuju berada di lantai paling atas, hingga harus mengerahkan usaha lebih untuk menyelesaikan anak tangga bejibun, menanjak di depan mata.
Peluh di kening dan pegal di kaki, hal yang dirasakan saat sampai tujuan. Maka dari itu, Jill paling malas kalau mengunjungi Patricia. Lain dengan gedung apartemen yang ia tempati, sudah difasilitasi lift, tak jadi masalah tinggal di lantai belasan sekali pun. Namun, ada niat yang sangat kukuh di hatinya untuk menengok saudara sepupu yang berstatus mahasiswi jurusan Desain Interior ini, apalagi Jill sudah dititipi Kelly---Ibu dari Patricia---untuk menengoki putri sulungnya.
Pintu dengan cat cokelat gelap itu sudah di depan mata, tangannya terangkat mengetuk beberapa kali.
Tok, tok, tok.
Ketukan itu terdengar nyaring dari dalam. Patricia yang sedang sibuk berkutat dengan laptopnya, bangkit sambil berdecak malas, konsentrasinya buyar karena kedatangan tamu tak diundang.
Penampilannya sedikit berantakan, rambut yang habis keramas dibiarkan mengering seadanya tanpa hair dryer, biar hemat listrik katanya. Kaos putih oversize yang dipadukan dengan hotpants menjadi perpaduan paling nyaman saat seharian di rumah.
"Halo, Patcy!" sapa Jill riang. Btw, 'Patcy' adalah panggilan akrabnya Patricia.
Wajah datar Patricia menyambut keriangan Jill di depan pintu. "Elo, Jill, kirain siapa."
Jangan salah paham dengan ekspresinya yang dingin. Kalau yang baru pertama mengenalnya, atau sekilas melihatnya, kesan yang ditangkap dari gadis berkacamata ini adalah dia orang yang sombong. Tapi, Patricia yang cuek, tidak begitu memusingkan pandangan orang terhadapnya.
"Emangnya, lo kira siapa?" Jill mesem-mesem, kemudian membenturkan bahunya pada bahu Patricia. "Jangan-jangan lo punya pacar, ya, Pet?"
"Pacar? Pacar dari Hongkong! Tugas kuliah aja udah bikin kepala mumet, apalagi punya pacar."
"Justru kalo punya pacar, beban hidup lo akan berkurang. Senang tau ada yang merhatiin."
"Oh, ya? Gue malah risih kalo ada yang terlalu kepo sama hidup gue. Sampe nanya-nanya; udah makan belom? Udah mandi belom. Lah, lo siapa? Baby Sitter? Terus, mending kalo cowoknya baik, kalo dapet cowok toxic?"
"Ribet hidup lo, Pet." Jill merotasi bola mata.
"Biarin, hidup-hidup gue."
"Pernah ga sih lo deg-degan sampai keringat dingin kalo deket cowok yang lo suka?"
"Ga pernah!" jawab Patricia cepat. "Gue cuma deg-degan sama keringat dingin kalo lagi ga punya duit."
Jill cuma bisa berdecak sambil geleng-geleng. "Tante Kelly ngidam apa sih waktu hamil, sampe bisa punya anak kayak lo?"
"Nyokap bilang sih, dulu waktu hamil gue, ngidam pengen ke Itali. Waktu hamil, Mama suka banget baca novel Romeo and Juliet karya William Shakespeare. Makanya nama panjang gue Verona, salah satu nama kota di Itali yang jadi latar cerita berakhir tragis itu."
"Mudah-mudahan kisah cinta lo ga berakhir tragis juga ya, Pet. Harusnya kalo nyokap lo suka Shakespeare, minimal lo jadi wanita romantis. Lah, ini?"
"Udah. Gue lagi males debat sama lo. Ada apa ke mari?"
"Ckk, pantes ga sih, sodara sendiri ditanyain kalo dateng?"
"Bawa apa lo?" Patricia melirik kotak yang dibawa Jill di dalam paper bag.
KAMU SEDANG MEMBACA
Time After Time (TAMAT)
Fiksi PenggemarBagaimana jadinya jika memenangkan hadiah undian berlibur ke luar negeri dari program Variety Show bersama penyanyi terkenal? Ini yang terjadi pada Patricia Verona, mahasiswi jurusan Interior Design. Akan tetapi, liburannya berakhir dengan mala peta...