26.Penyempurna

221 26 21
                                    

Patricia berusaha menahan air mata yang hampir jatuh. Memperlihatkan wajah sedih, hanya akan meredupkan semangat Josh yang sedang berjuang mengumpulkan keberanian untuk berhadapan dengan calon papa mertuanya.

"Tidak apa-apa. Ceritakan saja pelan-pelan," bujuk Josh, mencoba menenangkan kekasihnya yang masih diam membisu. Padahal, dalam hati, Josh pun tak kalah dag dig dug menanti kabar darinya.

"Semalam, aku sudah berusaha berkata jujur. Papa marah besar." Patricia tak bisa membendung lagi air mata yang terus mendesak keluar.

Josh tidak tega melihat kekasihnya menangis terisak-isak seorang diri, ingin memeluknya erat, memberinya kekuatan. Namun, apalah daya cuma bisa bertatapan lewat layar ponsel.

"Tadi pagi, entah ada angin dari mana, Mama bilang, Papa berpesan, ingin kamu datang menemuinya."

Josh menghirup napas dalam. Akhirnya momen ini datang juga. Josh mengucap beribu syukur dalam hati. Niat baik pasti akan menemukan jalannya.

"Akan kuusahakan datang secepatnya. Jangan sedih, berdoalah agar semua ikhtiar kita untuk mendapatkan restu papamu berjalan lancar."

Josh memandang ini sebagai berita baik. Bisa jadi ini bahasa lain dari 'memberi kesempatan'. Membuka jalan bagi Josh untuk membuktikan keseriusannya.

****

Josh baru saja mendarat setelah terbang dari Bali dua jam lalu. Jarak rumah Patricia dari bandara tidak begitu jauh. Hanya memerlukan jarak tempuh ±10 menit.

Turun dari taksi, Josh menatap rumah tiga lantai yang berdiri kokoh di hadapannya. Di tembok pagar terpampang nomor 16 blok A3. Josh merogoh ponsel dari saku celananya, kemudian mengetik pesan. Tidak berani menekan bel bukan berarti semangat di dadanya meredup, ataupun ada keragu-raguan, Josh ingin mengisi energi terlebih dahulu dengan bertemu kesayangannya.

Sayang, aku sudah di depan rumah.

Patricia yang sedang mondar mandir gelisah di kamarnya, langsung semringah ketika mendapat pesan dari kekasihnya. Dari lantai tiga kamarnya, Patricia menyibak tirai jendela, dan benar saja, dalam remangnya lampu jalan, tampak sosok tinggi di depan pagar rumah.

Josh tersenyum senang begitu Patricia keluar membuka pagar.

"Josh." Patricia meraih tangannya, terasa begitu dingin, entah karena sudah berada di luar cukup lama atau memang karena gugup.

"Sayang, apa pakaianku sudah pantas?"

Patricia memperhatikan pria tinggi itu dari ujung kaki sampai kepala. Kemeja putih yang pas di badan membentuk tubuh tegapnya dengan sempurna, Josh pun memotong rambutnya lebih pendek.

Patricia mengangguk, dengan senyum merekah. "Siapa yang berani menolak calon menantu tampan ini."

Josh menggigit bibir bawahnya, tersipu malu dengan pujian Patricia. Padahal dulu wanita ini sangat dingin dan jutek, cinta mengubahnya menjadi pribadi yang lebih periang dan hangat.

Di depan pintu, jantung Josh semakin tak karu-karuan. Ia menarik tangan Patricia, membawanya ke samping rumah.

"Ada apa?"

Beberapa kali Josh menghela napas dalam. "Demi apa pun, belum pernah aku merasa segugup ini." Josh menempelkan telapak tangan Patricia di dadanya, dan benar saja terasa degup jantungnya begitu kuat.

Patricia mengalungkan lengannya di leher Josh, mendaratkan satu kecupan di bibirnya, memberinya dorongan semangat lebih nyata.

"Seandainya restu itu tidak didapat, aku akan benar-benar menculikmu di depan papamu," ujar Josh dengan plan B-nya yang berhasil membuat Patricia tersipu.

Time After Time (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang