7.Penyesalan Terbesar

373 35 62
                                    

Sekujur tubuh Patricia meremang, lututnya hampir goyah jika tak berpegangan pada sepasang lengan kekar milik pria yang kini masih belum lepas melumat bibirnya. Ciuman Josh lebih memabukkan dari red wine yang baru segelas diteguknya. Namun, untuk peminum pemula, sudah cukup membuat kepalanya keliyengan.

Sekuat tenaga Patricia mencoba menyadarkan diri, supaya tidak terus larut dalam pusaran gairah yang menyesatkan. Di satu sisi menikmati, di sisi lain tidak bisa membenarkan perbuatannya. Patricia menempelkan telapak tangannya di dada Josh, memberi sedikit dorongan.

Saat ciuman terlepas, keduanya tak bisa menatap satu sama lain, mengambil sedikit jarak untuk menenangkan kembali degup jantung dan deru napas yang tak karuan.

Patricia meraih botol wine di meja, tangan yang sedang menuangkan cairan merah ke dalam gelas, sedikit gemetar. Tanpa ragu menenggaknya sampai habis. Ia pikir alkohol akan melenyapkan rasa bersalahnya, rasa bersalah pada diri sendiri karena telah berulang kali melakukan hal yang tak sepatutnya ia lakukan, dengan pria yang bahkan belum genap seminggu dikenalnya.

Tatapan Josh mulai sulit diartikan. Josh memang tidak terlalu banyak minum, tapi kadar alkohol dalam darahnya cukup untuk melumpuhkan kewarasan. Pikirannya campur aduk. Semua kegelisahan akhir-akhir ini semakin membuncah ke permukaan. Pikiran yang terus bergelut hampir membuat kepalanya pecah.

Apa lo mau, rumor sialan ini selamanya melekat di diri lo?

Lo lihat, gadis polos itu? Dia mulai teler. Tunggu apa lagi! Buktikan, kalo lo emang cowok straight!

Josh menggeleng tegas, berusaha menolak bisikan sesat yang tak henti mendesaknya. -Ga, ga mungkin. Gue ga mungkin ngelakuin itu.

Kenapa? Atau, emang beneran lo ga ada hasrat sama perempuan?

-Hentikan omong kosong ini! Jangan paksa gue!

Kalau ga sekarang, kapan lagi? Klau lo ga bisa membuktikannya sekarang, kapan lagi?

Beberapa menit setelah pergulatan batinnya reda, Josh kembali mendekati Patricia. Josh mendudukkan Patricia di tepi meja. Tangan lebarnya menyusuri kaki mulus Patricia yang hanya mengenakan jubah mandi. Josh memejamkan mata dalam-dalam, menikmati sapuan telapak tangannya yang mendesak sampai pangkal paha.

Tanpa ragu Josh kembali mencium bibirnya. Kesadaran Patricia semakin menurun. Otaknya sudah kehilangan kemampuan untuk mengontrol diri.

Kesabaran Josh sudah habis, hasrat dalam dadanya semakin menggebu, ingin segera mendapat pelampiasan.

Josh membopong Patricia, membaringkannya di tempat tidur.
Satu persatu Josh singkirkan pakaiannya, hanya menyisakan boxer yang bertambah sesak karena sesuatu yang tumbuh menegang di dalamnya.

Josh menyusul Patricia naik ke tempat tidur. Kesadaran Patricia sudah timbul tenggelam. Pandangan mulai buram, pasrah saat Josh menarik tali jubah mandinya. Tak ada yang tersisa selain tubuh molek yang membuat hasrat lelakinya semakin menggelora. Josh mencumbu sekujur tubuh Patricia. Setiap jengkal tubuhnya tak ada yang luput dari cumbuan panas bibirnya. Tak jarang bekas kemerahan menodai kulit pucat Patricia, bagai stempel kepemilikan yang menandai kalau tubuh indah itu hanya milik Josh seorang.

Josh menanggalkan kain terakhir yang membungkus area pribadinya, sudah dalam keadaan ereksi penuh, mencuat dengan gagahnya.

Entah di mana tertinggalnya belas kasih Josh Bastian. Ia menari di atas tubuh mungil gadis 'malang' itu. Suara beratnya tak henti menggemakan erangan dan desahan nikmat, meresapi penyatuan mereka. Josh semakin menggila. Ke mana saja ia selama 27 tahun hidupnya, hingga baru merasakan kenikmatan surgawi yang bisa dirasakan di dunia. Josh tak bisa menghentikan hasratnya yang tak kunjung terpuaskan. Terus mengulanginya lagi dan lagi.

Time After Time (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang