Setelah diantar pulang oleh Rian beberapa jam lalu, Nara belum melihat keberadaan suaminya sampai langit berubah jadi malam.
Helaan berat keluar. Tangannya senantiasa mengusap perutnya yang semakin minggu menunjukan keadaan anaknya sehat.
Cklek!
Sejenak Nara dan Nicko saling bersitatap sebelum Nicko memutuskan kontak duluan.
"Kok pulang sekarang? Rian gak ada bilang gw."
Cowok itu mengambil kursi di dekat Nara. Menatap perut dan cewek itu bergantian.
Ck! Kenapa perut itu masih ada anak itu sih?!
Nara berdehem sejenak.
"Aku udah baikan, jadi dokter kasih aku pulang."
"Kenapa kamu gak temenin aku di sana?" Tambahnya memperhatikan penampilan Nicko yang tetep biasa saja selama dirinya tak ada.
"Gw kerja." Lalu beranjak ke kamar mandi meninggalkan Nara.
Cewek berdaster menunduk memainkan jari-jarinya di depan perut.
Apa Nicko segitu tidak peduli sama keadaan istrinya yang sedang mengandung?
Apa Nicko gak ada rasa kemanusiaan atau bersalah sama sekali berhadapan dengan sang istri, korban dari perbuatannya?
Apa segitu bencinya Nicko sama sang istri dan janinnya?
Banyak pertanyaan dan pikiran berkecamuk yang menghampiri Nara. Terkadang membuatnya merasa bersalah telah menyeret Nicko kehidupannya.
Mungkin lebih baik Nara memilih opsi pertama sebelum nikah sama Nicko, yaitu menggugurkan kandungan nya.
"Kamu udah makan?" Tanya Nara ke cowok yang baru menyelesaikan acara mandinya.
Nicko mengangguk. Melewati sang istri tanpa bertanya balik.
"Nicko, mau anterin aku ke nasi goreng deket gang gak? Aku mau makan di situ." Akhirnya Nara mengungkapkan keinginannya yang sudah muncul sebelum sang suami pulang.
Kaki yang ingin menapaki ambang pintu berubah menghampiri cewek yang terus menjatuhkan pandangannya ke bawah.
"Lo gak liat tadi gw baru pulang kerja?" Ucapnya tak lupa menekan kata terakhir.
Nicko mendesah seraya menyisir rambutnya kasar.
"Y-yaudah gak papa. Aku aja." Kata Nara menahan rasa takutnya saat tidak sengaja menangkap kepalan tangan Nicko.
Alis Nicko menaik. Tersenyum sinis.
"Bisa lo?"
Nara bangkit. Kemudian berjalan ke kamar mengambil duit sebelum keluar menemui gerobak nasi goreng dekat gang.
Meskipun langkah Nara pelan, Nicko akui cewek itu kuat setelah kejadian yang hampir menghilangkan janin di perut itu.
Kuat juga anak itu.
Nicko jadi harus memikirkan rencana lain.
"Kuat juga lo."
Nara fokus berjalan. Tak menanggapi perkataan suaminya dari belakang.
"Yakin lo tukang nasi goreng nya masih ada? Jalan lo aja lama kayak siput." Cerca Nicko yang ikut di belakang Nara. Ingin melihat keberadaan tukang nasgor di jam setengah 10 malam.
Cewek berdaster navy mengambil nafas banyak sambil mengusap perut buncitnya. Berdoa dan berbicara sama anaknya melalui batin.
"Kamu kenapa gak tidur aja? Besok kerja kan?"
Nicko menatap punggung itu, "Gw mau liat tukang nasgor nya jualan atau gak. Kalo gak jualan, gw seneng."
"Lagian gw besok libur." Imbuhnya dengan melipat kedua tangan di depan dada.
Bibir Nara tersenyum senang.
"Masih ada Nicko." Nicko berdecak melihat ada gerobak nasgor dan beberapa pembeli.
"Bang, nasi goreng satu ya, pedes."
"Siap Mba. Silakan tunggu."
Pandangannya ke sekeliling, berharap ada kursi kosong. Namun nihil. Semuanya dipakai oleh sang pembeli yang makan di tempat.
Huft! Sudah jalan, menunggunya sambil berdiri pula. Capek.
"Nicko, kamu mau nasi goreng gak? Buat nanti ya."
Nicko berdehem sembari memperhatikan sekeliling.
"Bang, satu lagi ya pedes."
"Iya Mba. Mohon di tunggu."
Di tunggu di tunggu, gak liat apa Nara berbadan dua? Berdiri pula.
Huh! Nara ingin menggerutu aja jika tak mengingat anaknya.
"Duduk."
Senyuman manisnya terbit begitu saja. Lalu duduk dengan Nicko yang berdiri di sebelahnya.
...
hidup Nicko!
kalo gw sih tetep Nicko!
KAMU SEDANG MEMBACA
H A P P I N E S S
Romance"Aku mau gugurin dia." "Jangan." "Kenapa? Katanya kamu gak suka." "Maksud gw jangan kotorin tangan lo. Itu biar tugas gw aja." © narrberry_ , Jan 2023