H A P P I N E S S • 3.0

7.8K 323 112
                                    

Dua manusia berbeda jenis kelamin dan umur saling terdiam di tempatnya masing-masing.

Sesekali manusia berjenis kelamin lelaki berdehem untuk mengusir rasa canggung dan hawa dingin yang sedari 20 menit lalu menemani mereka.

"Kamu butuh sesuatu?"

Tak ada sahutan. Karena Nara lebih suka berbicara dengan hatinya daripada cowok yang tiba-tiba menemuinya.

Wajah bersih itu tidak terlihat merasa salah sedikitpun ke Nara. Biasa saja. Lebih terlihat sumringah entah karena apa.

Tok tok!

Bibir Nara langsung tertarik tersenyum saat perawat mendorong box bayi berisi manusia yang baru lahir ke dunia beberapa jam lalu.

Hawa di ruangan itu mulai berubah ketika Nara bisa melihat dari dekat dan nyata wajah anaknya yang berjenis kelamin perempuan.

She's so beautiful.

"Selamat ya Bu, anaknya perempuan."

"Terima kasih, Sus."

Nara dengan senang hati menerima tubuh mungil putrinya. Menggendong seraya mendekap hangat ke tubuhnya. Lalu mengecup pelipis dan sesekali mengusap kulit pipi anaknya yang terasa lembut.

"Terima kasih banyak telah melahirkannya, Nara. Sekali lagi, selamat menjadi sosok ibu."

Nara tidak sendiri. Leo ikut berbahagia. Bahkan sangat bahagia ketika bisa melihat wujud anaknya dari dekat walaupun tadi mendapat pengusiran dari Nara.

"Cantik." Gumam Leo memperhatikan Nara yang tengah mencium kecil wajah anaknya.

"Nicko, dia cantik." Tutur Nara mengabaikan keberadaan Leo yang berada di dekatnya.

Cewek itu mengulum senyum sesekali berbicara ke bayi yang belum diberikan nama itu.

"Maaf ya, Papah Nicko gak ada di sini sama kita."

"Tapi kamu harus tau," Jarinya mengusap kasar cairan bening yang tiba-tiba keluar dari sudut matanya, "Papah Nicko baik banget sama kamu sama Ibu. Dia rela meninggalkan impiannya buat kita, sayang."

"Bukan hanya itu," Lanjutnya mengusap rambut halus yang tumbuh di kepala putrinya, "Dia juga rela ngelawan dan meninggalkan orang tua nya demi kita, sayang."

Nara sama sekali tidak melirik sosok Leo yang berdiri dekat brankar nya. Fokusnya diambil semua oleh putrinya yang jauh lebih menarik daripada sosok itu.

Mungkin suster tadi terpincut dengan kegantengan Leo. Tapi tidak dengan Nara. Gantengnya Leo tidak ada apa-apanya dibandingkan kegantengan Nicko.

"Kamu sudah punya nama untuk dia?" Tanya Leo setelah membasahi bibirnya.

"Kamu haus nggak sayang? Kalo haus bilang ya."

Leo memaklumi sikap Nara yang menyimpan benci dan dendam ke dirinya.

"Kamu cantik banget."

Leo tersenyum kecil seraya memasuki tangannya ke saku celana, "Bagaimana dengan Natasya? Cantik seperti wajahnya."

Nara terkekeh sinis. Menaikan tatapannya ke Leo yang menunggu persetujuannya.

"Tidak perlu. Aku sudah memiliki nama yang lebih cantik dan indah."

Baik, mungkin seperti ini cara Leo mulai mengobrolan dengan Nara. Memancing keributan kecil.

"Namanya siapa?"

"Nadine."

Leo mengetuk dagunya seolah berpikir. Padahal tanpa berpikir pun tidak ada gunanya buat Nara.

"Natasya saja. Cantik dan indah sekali."

Nara berdecak, "Saya yang mengandung dan melahirkan, bukan kamu. Jika kamu ingin nama itu, cari perempuan dan suruh dia melahirkan anak perempuan yang kamu inginkan."

Tajam dan penuh berapi-api.

Pada dasarnya Nara tidak ingin bertemu dan berinteraksi dengan cowok brengsek di sebelahnya.

"Tapi, emang ada yang mau sama cowok brengsek kaya kamu?"

"Tanggungjawab ke pekerjaan aja bisa, masa tanggungjawab ke cewek yang dihamilinya tidak bisa. Aneh sekali."

Sindir terus sampai mampus. Itu yang Nara lakukan saat ini. Menjadikan sindiriannya perisai di depan Leo.

"Ak–"

"Saya gak perlu omong kosong. Lagi pula tanggungjawab Nicko sudah lebih dari cukup buat saya."

"Ya walaupun saya sudah tidak bersama dia lagi. Tapi saya yakin, saya bisa hidup bersama anak saya. Tanpa bantuan mu dan tanpa Nicko di sisi saya, saya yakin bisa mengubah hidup saya perlahan demi perlahan."

"Dari keluarga pun, keluarga saya paling prihatin. Jadi, saya tidak kaget sama keadaan yang akan menimpa saya nanti."

Nara tidak lemah.

Tetapi jika sudah menyangkut hal percintaan, Nara lemah.

Lagi pula siapa yang tidak lemah jika sudah menyangkut hal percintaan?

"Jadi, lebih baik anda tahu batasan Tuan Leo."

"Anda memang ayah biologis anak saya. Tapi anda bukan ayah yang diinginkan oleh para anak di dunia, yaitu lari dari tanggungjawab."

Nara tersenyum miring ke Leo yang terdiam di tempat.

"Say–"

"Kamu ingin tau keberadaan Nicko, Nara? Saya mengetahui keberadaan dia."

Kini Leo tersenyum tipis penuh akan misteri.

"Saya dan Nic–"

"Iya kah? Saya tau dia dimana, lagi apa, bahkan bersama siapa. Apa kamu tidak tertarik dengan hal itu, Nyonya Nara terhormat." Sanggahnya. Menatap Nara penuh minat.

Sedangkan Nara mengepal kuat kuku jarinya. Ingin sekali menonjok wajah brengsek cowok di dekatnya itu.

Sialan!

Leo makin ke sini makin bajingan. Berani sekali cowok itu menyangkuti Nicko.

"Keluar dari ruangan saya, bajingan!"

"Sebelum itu, saya ingin memberikan ini," Menaruh secarik nomer kartu beserta nama perusahaan di atas meja, "Jika tertarik, saya akan siap menjawab sejelas-jelasnya tentang Nicholas. Tapi dengan satu syarat, kamu harus memperbolehkan saya bertemu dengan anak saya, Nara."

Kemudian cowok itu beranjak keluar ruangan Nara. Meninggalkan Nara bersama perasaan berapi-api nya.

Leo bajingan!

Tidak berselang lama, pintu terbuka menampilkan seseorang yang menjadi teman dekat Nicko.

"Kak Rian? Kok bisa disini? Kakak tau dari mana aku disini?"

Rian merunduk. Memegang kedua lututnya seraya mengambil nafas banyak-banyak dan mengusap peluh yang membanjiri pelipisnya.

Cowok itu terlihat seperti habis dikejar setan.

Nara penasaran. "Ada apa Kak?"

Rian mendekati Nara. Lalu memberikan ponsel ke cewek itu.

"Nicko mau bicara sama lo. Keadaan dia lagi gak baik-baik aja."

.....

hayolo.. hayolo..

Nicko hilang, munculah Leo

jeng jeng jeng..

kira-kira Nicko kenapa ya???

vote dan komen gess!!

H A P P I N E S STempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang