H A P P I N E S S • 2.7

6.3K 243 20
                                    

Terhitung satu jam lagi, Nara akan menjadi sosok ibu muda di usianya 19 tahun.

Senang atau tidak? Tidak tahu. 

Karena saat ini Nara merasakan perasaan yang tidak bisa dikatakan senang untuk menjadi sosok ibu di usia muda. Terlalu banyak perasaan hampa dan bersalah. 

Hah.

Biasanya detik-detik menuju ruang operasi ada sosok ibu dan ibu mertua yang akan menemani sang menantu. Tapi ini, Nara sendirian di ruang berwarna putih.

Kenyataannya sangat jauh akan bayangannya yang memimpikan ditemani oleh suami dan keluarga besarnya.

Nara tersenyum tipis.

Bohong kalau Nara tidak mengharapkan kehadiran sang mamah dan mamah mertuanya. Bohong jika Nara tidak membutuhkan dukungan dan doa sakral dari keluarga besarnya.

Nara membutuhkan itu semua saat ini. Kehadiran, dukungan dan doa dari sang mamah dan mamah Nicko.

Nara sangat membutuhkan itu untuk melewati hal yang baru dirasakannya.

Sedangkan Nicko, cowok itu izin keluar entah kemana. Cowok itu tidak memberikan alasan yang jelas. Hanya keluar atau mencari angin. Nara tidak tahu. Karena Nara tahu jika Nicko tidak akan sudi menemaninya di ruang operasi, ketika mengingat cowok itu tidak pernah mau menemaninya periksa kandungan ke klinik atau rumah sakit.

Malam tadi pun, Nicko tidak ada pilihan lain selain membawanya ke rumah sakit atau membiarkannya disana bersama rasa sakit yang menimpanya.

Dan saat ini Nara mencoba pasrah ke Tuhan. Menerima dan menerima dengan sabar takdir yang diberikan oleh Tuhan.

God.

Kalau boleh minta, Nara ingin Tuhan mengambil semua darinya. Semua. Termasuk nyawa.

Tidak peduli tempat akhirnya surga atau neraka. Terpenting Nara tidak menyusahkan dan mempermalukan Nicko lebih banyak lagi.

Karena Nara tahu, Nicko memiliki impian besar. Tetapi impian besar itu terpaksa dilenyapkan untuk mempertanggungjawabkan perbuatan yang tidak dilakukan.

Selain itu, diluaran sana masih banyak perempuan yang pantas bersanding bersama Nicko daripada Nara.

Nara sangat tahu itu.

Karena setelah mengetahui tubuhnya berbadan dua dan menjadi sosok ibu di usia muda, Nara tidak pernah memaksa lagi jika dirinya pantas bersama Nicko.

Faktanya, Nicko lebih pantas bersama perempuan lain. Menggapai impian hingga cowok itu memiliki keluarga kecil yang diimpikan.

"Nara."

Dengan gerakan tanpa minat Nara mengarahkan wajahnya ke pintu yang memunculkan sosok manusia yang sudah lama tidak dijumpainya.

Bahkan suara itu, Nara sudah lama tidak mendengarnya.

Nara rindu.

Dan siapa yang membawa rindunya Nara?

"Mamah?"

"Ini Mamah? Ini serius Mamah?" Menggapai wajah kriput yang sudah lama tidak dipandangnya.

"Siapa yang bawa Mamah ke sini?"

"Nicko, sayang."

Nicko?

Nara langsung memeluk mamahnya. Menumpahkan segala keluh kesahnya yang cewek itu pendam sendiri di rumah.

Sementara di tempat lain, terlihat sosok wujud suami Nara yang duduk sambil menyesap nikotin di taman tidak jauh dari rumah sakit. 

Hu..

Nicko meminta waktu sebentar saja untuk menyesap batang tembakaunya. Sebagai reward dirinya karena telah membawa mamah mertuanya menemui putri kesayangan.

Kedua belah bibirnya mengapit tembakaunya. Satu tangannya mendial nomer seseorang di ponselnya. Ingin mengetahui keadaan seseorang yang telah ditinggalinya sendirian di ruang rawat.

"Mah, Nara sudah lahiran?"

"Hm."

"Mah, Nara sudah lahiran?" Tanya Nicko lagi karena tidak puas dengan jawaban sang mamah yang berada di rumah sakit.

"Belum. Lagi persiapan operasi."

Tatapan Nicko jatuh ke sebatang rokok yang diapit oleh jarinya. Menggerakkan sedikit rokok itu hingga abunya terjatuh ke rerumputan.

"Mah, tolong doain Nara."

Hening.

"Mah, maafin pilihan Nicko."

Helaan kasar terdengar.

"Jangan balaskan demam Mamah ke ist–"

"Ceraikan Nara, Nicko."

Sontak, telinga Nicko berdengung mendengar kata pertama mamahnya.

"Mamah mohon, ceraikan Nara."

Nicko terkekeh tipis.

Itu bukan sebuah permintaan, melainkan perintah yang harus dilakukan.

Permintaan bernada perintah berkali-kali Nicko terima dari mamahnya setiap ada kesempatan bertemu.

"Kamu masih muda dan belum terlambat buat raih masa depan kamu, Nicko. Perempuan yang lebih dari Nara banyak diluaran sana. Bukan hanya dia saja."

Nicko mengangguk. Membenarkan ucapan sang mamah.

Umur masih muda untuk meraih masa depannya. Tapi apa keinginan itu ada? Tentunya ada. Tetapi dengan versi berbeda.

Kini versi Nicko, bekerja keraslah dan kejar masa depanmu bersama keluarga kecilmu.

"Tapi maaf, Nicko tidak bisa Mah."

Nicko bangkit dari duduknya.

"Anak itu bukan anak Nicko."

Tubuh cowok itu menyebrangi jalan yang lumayan terlihat sepi.

"Tapi Nara, selamanya milik Nic–"

Tinn!

Brak!

...

nih buat yg kalean minta Nicko dapat karmaa!!

H A P P I N E S STempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang