H A P P I N E S S • 2.8

6.1K 220 15
                                    

Hening dan tidak ada siapapun yang menemaninya di ruangan bernuansa putih.

Sosok yang diharapkannya pun tidak memunculkan kehadirannya sedetik pun dari masuk ruang operasi sampai sadar dari operasi.

Cklek.

Nara berharap itu orangnya, tetapi senyuman kecil mamahnya menghilangkan harapannya.

Kemana dia?

"Kamu sudah sadar sayang?"

"Nicko kemana, Mah?"

Wanita berusia kepala empat, mendudukkan bokongnya di kursi dekat brankar Nara.

Mengambil nafas pelan sebelum menghembuskannya. Tangannya bergerak menggenggam jari jemari anaknya. Mengusap punggung tangan itu sebelum ditempelkan ke pipi. Satu tangannya lagi, mengusap rambut putrinya.

"Nara."

Selang beberapa menit, Nara bisa mendengar suara lembut mamahnya.

Tatapan matanya tidak memancarkan kegembiraan menyambut sang anak yang telah sukses melahirkan sang cucu. Pandangannya terlihat lebih sendu dari biasanya.

Ada apa?

"Iya Mah?"

Mamah Nara menggigit bibir bawahnya. Menahan rasa sesak yang tiba-tiba menghimpit dadanya saat mengingat ucapan kakak nya, mamah Nicko.

Wajah itu merunduk. Menyembunyikan mata berkacanya sekaligus menghindari tatapan bingung putrinya.

"Mamah, kenapa?"

Wanita itu menggeleng sembari menyeka sedikit air mata yang tiba-tiba hadir disudut matanya.

"Nara, Mamah boleh minta sesuatu nggak?" Ujarnya menatap lekat sang putri.

Tiba-tiba?

Dengan ragu, Nara mengangguk. Tersenyum tipis seraya mengusap punggung tangan mamahnya.

"Mamah mau minta apa?"

Perlahan, wanita yang tangannya sudah ditumbuhi kriput menegapkan tubuhnya yang sedikit merunduk. Melumas bibir keringnya dan membasahi kerongkongannya yang mengering.

"Nara, boleh nggak,"

"Iya?"

Mamah Nara mengambil pasokan oksigen banyak-banyak sebelum mengutarakan permintaan yang diminta oleh kakaknya.

"Nara, pisah ya sama Nicko."

Pisah ya?

Ekspresi Nara berubah tidak suka. Tangannya secara reflek menjauh dari jangkauan tangan mamahnya.

"Maksud Mamah apa ya?" Suaranya pun terdengar tidak bersahabat.

Hah, pisah? Aneh. Tiba-tiba meminta Nara pisah dari sang suami.

"Nara, kalian itu sepupu. Gak ba–"

Nara terkekeh kecil, "Iya, aku sama Nicko sepupu. Tapi kalau aku sayang dan mau nya sama dia gimana, Mah? Kalau Nicko memiliki keinginan sama kayak aku, gimana, Mah?"

Nara kira mamahnya sudah setuju atas pernikahannya dengan Nicko. Tetapi fakta berkata lain.

Mamah Nara seperti mamah Nicko yang ingin memisahkan mereka berdua dari ikatan pernikahan.

Walaupun mamah Nicko belum pernah mengutarakan permintaan itu, tapi Nara tahu. Cepat atau lambat, kakak dari mamah Nara pasti akan menekan dirinya untuk pisah dari Nicko.

"Mah, aku nggak bisa pisah bahkan pergi dari Nicko."

Helaan nafas kasar terdengar.

"Permintaan Mamah ini, berat banget loh buat aku."

"Emang Mamah rela lihat anaknya nangis sampai bersimpuh di lantai cuma karena nggak mau pisah dari suaminya? Mamah mau lihat aku janda?" Tukasnya. Persetanan dengan sopan santun jika menyangkut hal tidak disukainya.

"Nara, Mamah nggak bermaksud kayak gitu. Mamah cum–"

"Cuma mau pisahin aku sama Nicko. Gitu? Siapa lagi yang mau pisahin aku sama dia? Semuanya aja pisahin aku sama dia!" Emosinya tanpa sadar menaikan intonasi bicaranya di depan sang mamah.

Wanita tua itu hanya bisa menghela nafas kasar. Menatap putrinya yang terluka atas perkataannya.

"Mamah cuma mau kalian nggak saling menyakiti, Nara."

Nara menoleh, "Mah, apa aku sama Nicko saling menyakiti? Kalaupun aku sama Nicko saling menyakiti, aku yang terluka kok, Mah. Tapi, apa aku pernah cerita ke Mamah kalo Nicko pernah nyakitin aku? Sekalipun iya, aku nggak pernah mau cerita ke Mamah."

Nara menunduk menatap tangan mamahnya, "Bukan aku nggak mau cerita. Hanya saja, aku nggak mau ngebebanin Mamah lebih banyak lagi. Aku juga udah jadi istri dan sekarang udah jadi ibu."

"Bersama Nicko itu pilihan aku. Aku bakal tanggung semua resikonya karena udah mencintai dia. Sakit, kecewa, marah, sedih, bahagia, aku bakal simpan sendiri, Mah. Ngeluh? Aku bakal ngeluh ke Tuhan. Aku nggak mungkin buka keburukan Nicko di depan Mamah. Karena aib suami aku aib aku juga Mah."

Tangan Nara menggapai tangan mamahnya. Menggenggam erat. Lalu menciumnya lama. Menatap lekat manik mata yang menatapnya berkaca-kaca.

"Jadi, Nara minta sama Mamah, tolong doain dan dukung rumah tangga aku dari jauh. Tanpa Mamah aku bukan apa-apa dan tanpa Nicko aku gak bakal mau bertahan sampai di titik ini. Dan tanpa Tuhan, Mamah sama Nicko nggak akan ada di samping Nara saat ini."

"Mamah bangga sama kamu, sayang."

Mereka pun berpelukan lumayan lama. Lalu dipisahkan ketika suara deheman seseorang menggema di ruangan putih itu.

"Nicko?"

....

bjirrr!

kira-kira Nicko kenapa yaaa??

kalian suka Nicko sweet atau Nicko marah-marah??

tapi kayaknya pada suka Nicko berantem sama Nara gak sih???

selamat lebaran ges gessss!!!
selamat berkumpul dengan keluarga besar dan hati-hati di jalan!!!

vote dan komennya yukkkk!!!

H A P P I N E S STempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang