H A P P I N E S S • 2.4

5.5K 248 28
                                    

"N-icko, ak–"

"Diam disitu, bangsat!" Murka Nicko. Menatap tajam Nara yang akan mendekatinya.

Tetapi, Nara tidak bisa. Kakinya tetap melangkah mendekati Nicko sebelum lemparan benda tumpul hampir mengenai tubuhnya.

Prang!

"Gw bilang diam disitu, sialan!"

Nara menggeleng keras, "Aku minta maaf, Nicko! A-ku, aku kelepasan." Tuturnya seraya menurunkan intonasi suara yang semulanya tinggi menjadi rendah.

Nicko berdecih. Melumas bibir keringnya. Tangannya mengepal kuat ingin segera meninju apapun yang bisa menjadi pelampiasannya.

Bugh!

Prang!

Sontak Nara memejamkan matanya. Menutup kedua telinganya menggunakan tangan.

Saat tidak mendengar suara bantingan benda lagi, Nara memberanikan membuka matanya dan menjauhkan tangan dari telinganya. Menatap keadaan lantai yang berserakan oleh pecahan benda tajam.

"Tangan kamu."

Nicko mengangkat tangannya yang sedikit terluka, bermaksud menyuruh Nara untuk tetap berdiri diposisinya.

"Diam disitu."

Namun Nara menghiraukan perintah suaminya.

"Diam disana. Gw gak perlu diobatin." Menunjuk tepat perempuan yang akan mendekatinya sambil membawa kotak obat.

Ah, ceritanya mau mengobati kah? Nicko tersenyum remeh menatap luka ditelapak tangannya.

"Lo tau gak?"

Belum sempat menjawab, Nicko lebih dulu melanjutkan pertanyaannya.

"Luka ditangan gw gak ada apa-apanya daripada luka yang lo kasih."

Jari jemari Nara mengerat kuat dikotak obat. Menguatkan hati dan pikiran sebelum Nicko membuka bibirnya kembali.

"Sekalipun udah diobatin, mustahil balik ke semula. Bukannya sembuh, lukanya malah meninggalkan bekas yang sulit dihilangkan."

Nara menelan salivanya kuat saat mengerti arti tersirat ucapan suaminya.

Tapi Nara tetap diam menunggu perkataan selanjutnya yang memang sengaja menamparnya.

"Jadi," Nicko mendekati Nara hingga menyisakan beberapa jengkal.

"Lebih baik, simpan kotak obat ini." Mengambil alih kotak obat yang berada ditangan Nara. Lalu membuangnya asal.

"Karena apa? Karena pada kenyataannya, gw gak mau diobatin sama lo."

"Kamu mau diobatin sama dokter kan?" Bilang ke Nara saat ini jika Nicko ingin diobatin oleh dokter. Bukan orang lain atau cewek lain yang ada dibayangan Nara.

Nicko menggeleng, "Lo tau maksud gw, Ra."

Nara menggigit bibirnya keras. Tidak peduli jika meninggalkan luka dibibirnya. Karena rasa takut seperti yang dibayangkannya lebih besar daripada lukanya.

"Nicko.. aku harus apa biar kamu percaya kalo cuma kamu? Aku harus apa? Please bilang ke aku. Aku mohon."

"Bilang ke aku Nicko. Tolong, bilang." Mohon Nara.

Sungguh, Nara takut Nicko meninggalkannya sendirian. Hanya dirinya tanpa siapapun disisinya. Bahkan bayangannya pun tidak akan terus berada disisinya.

Nara takut.

"Lo gak harus lakuin apapun." Melepaskan genggaman tangan Nara. Kemudian memundurkan tubuhnya.

Nara menggeleng keras. Menggapai tangan Nicko tetapi cowok itu menghindarinya.

"Aku mohon jangan tinggalin aku. Aku mohon." Menyatukan telapak tangannya didepan dada dengan air mata berlinang.

Nicko suka melihat perempuan itu menangisi kesalahan yang diperbuatnya sendiri.

"Apa aku perlu cium kaki kamu? Apa perlu? Bilang ke aku. Aku mohon. Aku mohon.."

Tangan Nicko terlipat di dada. Menatap angkuh Nara. Kemudian mendekat lalu mencengkram kuat pipi Nara.

"Shht.. jangan habisin tenaga lo cuma buat minta maaf ke gw. Jangan, Nara."

"Karena itu gak bakal merubah keputusan perceraian kita."

Nara meremas kuat tangan Nicko. Melampiaskan rasa sakitnya yang terlampau sakit.

Dadanya serasa terhimpit oleh sesuatu. Sulit untuk bernafas dan mencerna perkataan Nicko yang terlalu tiba-tiba.

"Aku nggak mau!"

Nicko mengangguk.

"Tapi, maaf. Tangisan lo gak bisa merubah keputusan gw untuk pisah dari lo, Nara."

....

jeng jenggggg!!!
btw, gw pernah spill nama kepanjangan Nara di cerita Secret Relationship gak sih? Kalo ada tolong spill ya disini! (soalnya lupa wukwuk)

vote vote!!!
komen banyak!!!

H A P P I N E S STempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang