H A P P I N E S S • 1.9

5.9K 265 62
                                    

Mungkin ekspresi Nicko yang Nara lihat beberapa hari lalu, hasil dari doa Nara. Karena beberapa hari kemudian, ekspresi dan tutur kata Nicko berubah seperti semula. Tajam dan kasar.

Nara biasa saja. Menanggapinya mudah. Tapi pikirannya mencari-cari kesalahan yang diperbuatnya hingga Nicko balik menatapnya tajam dan dingin serta ucapannya yang ketus.

"Aku izin ke klinik ya mau cek kandungan."

Sang suami berdehem singkat sambil menggulir layar ponsel di kasur.

"Kalo mau makan, aku udah sediain di meja makan."

Nara paham jika Nicko lelah setelah pulang kerja. Maka, cowok itu hanya diam dan berdehem untuk menanggapi ucapannya.

Pelan tapi pasti, Nara melangkah ke pangkalan yang syukurnya langsung ada angkot jurusan tujuannya

Sudut bibir Nara tertarik tersenyum lembut ke perutnya saat dirasa bokongnya sudah menyentuh tempat duduk.

Huft!

"Selamat." Gumam Nara menghilangkan bayangan berdiri lama menunggu angkot.

Tote bag yang berada di bahu dipindahkan ke depan perut. Agar mata para penumpang tidak jatuh ke perut besarnya.

Hah!

"Pak rumah sakit ya."

"Iya Mba."

Cewek itu berubah pikiran. Tidak jadi ke klinik, melainkan ke rumah sakit besar yang lebih teliti dalam mengecek kandungannya.

Ya walaupun mahal, Nara tetap melangkahkan kakinya masuk ke gedung bercat putih. Karena, keinginan melihat USG dan suara detak jantung anaknya, lebih besar daripada mengurus administrasi.

"Permisi, saya ingin mengecek kandungan dimana ya?"

"Sebelumnya sudah buat janji, Bu?"

Nara menggeleng, "Belum. Tapi saya jalur mandiri."

Nara langsung diarahkan ke tempat pendaftaran oleh satpam yang berada di resepsionis. "Ibu daftar dulu, baru nanti di cek ya."

"Makasih Pak."

"Sama-sama, Bu."

Setelah mendaftar, Nara diarahkan ke lantai tempat cek kandungan. Lalu tensi, suhu dan bobot tubuhnya diperiksa sebelum menemui dokter kandungan.

"Silakan ditunggu ya, Bu."

"Iya, makasih Suster."

Tidak lama kemudian, Nara mendengar namanya dipanggil.

"Siang Dok."

"Siang Bu Nara."

Bibir Nara tersenyum kikuk ketika tau jika yang akan memeriksa kandungannya dokter laki-laki.

Tidak meragukan kemampuan dokter laki-laki, tetapi Nara hanya merasa lebih canggung daripada bersama dokter perempuan.

"Tidak usah canggung, biasa saja. Saya tidak makan kok." Ucap dokter yang sedikit membuat Nara malu.

"Tiga puluh minggu ya?"

"Iya, Dok."

Dokter pun menaruh buku pink milik Nara di meja, "Mari ke brankar. Saya ingin memeriksa kandungan Bu Nara."

Padahal sudah beberapa kali Nara memeriksa kandungannya di klinik, tapi tetap saja setiap periksa jantungnya memopa lebih cepat dari biasanya. Seperti ada rasa senang, khawatir dan takut setiap akan diperiksa.

"Tarik nafas lalu buang perlahan. Relax, Bu Nara akan mendengar detak jantung dia."

Nara pun mengikuti instruksi dokter meskipun tangannya sudah keringat dingin tidak sabar mendengarkan jantung anaknya.

"Ibu melihat sosok nya?"

Nara mengangguk antusias. Menatap bahagia anaknya, "Dia jenis kelamin apa Dok? Laki-laki atau perempuan?"

"Selamat, anak Ibu berjenis kelamin perempuan."

Deg.. deg.. deg..

"Itu suara detak jantungnya."

Brak!

"Kev!"

Sontak Nara dan dokter menatap sosok yang tidak sopan membuka pintu ruang periksa pasien.

Deg.. deg.. deg..

"Keluar, gw ada pasien, Leo."

Leo bergeming di pintu. Hingga akhirnya, dokter yang menutup pintu ruangannya. Tidak peduli ke sosok teman yang berdiri tegang bercampur terkejut seperti melihat setan.

"Maafkan kelakuan teman saya yang rada-rada."

"Biasa, dia lagi frustasi mencari perempuannya."

.....

teng teng teng!
Leo datang siap membawa anaknya atau Nara yaaa??? atau dua-duanya???

VOTE NYA MINIMAL DIKENCENGIN LAH ANJROTTTT!!!!

H A P P I N E S STempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang