"Sayang! Aku buat makanan nih!" Teriak Nara dari dapur tapi tidak dapat balasan dari tempat Nicko berada.
Cewek itu pun melepaskan apron dari tubuhnya. Kemudian berjalan ke kamar. Mengecek keberadaan dan kegiatan yang dilakukan oleh suaminya.
Huh?
"Tidur?"
Senyuman manis terukir dibibir Nara melihat pemandangan Nicko yang tertidur tanpa menggunakan baju. Memperlihatkan punggung dan bahu lebar nan kokohnya yang mungkin menjadi incaran para kaum hawa jika melihatnya.
Tubuh Nara mendekat ke kasur. Duduk di sana. Lebih mendekatkan jaraknya antara Nicko yang wajahnya terlihat damai nan tenang saat tertidur. Raut datar dan tatapan tajamnya hilang begitu saja.
"Maaf buat kamu kelelahan temenin aku ke pasar sama supermarket." Kelima jarinya berselancar di rambut hitam nan legam itu. Mengusapnya lembut rambut seringan kapas itu.
Saat ini, rasanya Nara lebih dekat dengan Nicko. Tidak seperti biasanya yang jauh dan tidak mudah disentuh.
Chup.
"Aku selalu sayang dan cinta sama kamu sedari dulu."
"Mau kamu benci atau marah, aku tetap sayang kamu. Aku beruntung nikah dan memiliki kamu Nicko."
"Aku minta maaf buat kamu kecewa besar ke aku. Ngelakuin kesalahan yang seharusnya tidak aku lakukan."
"Jika dia tidak hadir, mungkin hubungan kita tidak sejauh ini. Dan mungkin.."
Nara menarik dan mengeluarkan nafasnya berat. Merasakan ada yang menghimpit di dadanya.
"Kita punya keluarga kecil yang bahagia. Aku, kamu dan anak.. kita." Hah! Dua kata terakhir seperti boom atom buat Nara.
Kata ketidakmungkinan selalu menghantui pikiran Nara jika mengingat perbuatannya yang menyakiti perasaan Nicko.
Apa bisa?
Apa mungkin Nicko mau bertahan dengan Nara lebih lama?
"Eungh!"
Cepat-cepat Nara menghapus air mata di pipinya. Menyingkirkan tangan dari kepala Nicko.
"Ngapain?"
Nara berdehem singkat. "Kamu belum makan. Makan dulu yuk. Baru tidur lagi." Tersenyum lembut ke suaminya.
Dret!
Ponsel yang tidak jauh dari jangkauan Nicko, dengan sigap diambil oleh sang pemilik.
"Halo?"
Dengan setia Nara memperhatikan bibir Nicko yang menjawab panggilan seseorang dari sebrang.
Tubuh shirtless itu berposisi duduk. Mencari keberadaan baju miliknya.
Nara yang mengerti, mengambil dan memberikan baju Nicko. Memperhatikan suaminya yang memakai baju sambil menelepon.
"Kamu mau kemana? Makan dulu."
"Gw makan diluar."
Nara menggeleng. Tidak.
Tolong, untuk kali ini Nicko memakan masakannya walaupun itu hanya sedikit.
"Makan sedikit aja. Baru keluar ya. Aku udah masak buat kamu." Nara sangat berharap kepada Tuhan menjadikan gelengan dihadapannya sebuah anggukan yang membahagiakannya.
"Gw gak suruh lo masak buat gw." Menatap makanan dan Nara bergantian.
Tangannya menaik, melepaskan cekalan Nara.
"Gak papa kamu gak makan sekarang. Tapi kamu nanti makan habis pulang ya."
Hanya ada gelengan yang Nara terima.
"Gak perlu. Lebih baik lo makan semuanya atau kasih ke orang lain." Ucapan Nicko berhasil menghantam Nara kesekian kalinya.
Namun pada akhirnya Nara mengangguk. Mengalah untuk tidak menjadikan harapannya sebuah kenyataan.
"Nanti aku makan semua itu. Tapi kamu nanti makan diluar kan? Terus kamu mau pulang jam berapa? Jam sebelas?"
"Gak tau."
Tersenyum lembut meskipun sangat sulit.
"Kamu keluar sama siapa? Kak Rian?"
"Hmm."
Lalu Nara mendengar dentuman keras dari pintu rumah. Tidak lain tidak bukan Nickolas.
Lelaki yang telah menjabat sebagai suaminya.
Dekat namun terasa sulit untuk menggapainya lagi.
Jadi, apa yang akan Nara lakukan untuk mempertahankan Nicko tetap disampingnya dan kembali seperti dulu?
Apa Nara harus menggugurkan kandungannya untuk tetap bersama Nicko? Merelakan sesuatu yang tidak berdosa hanya untuk mempertahankan manusia yang dicintainya?
....
KAMU SEDANG MEMBACA
H A P P I N E S S
Romance"Aku mau gugurin dia." "Jangan." "Kenapa? Katanya kamu gak suka." "Maksud gw jangan kotorin tangan lo. Itu biar tugas gw aja." © narrberry_ , Jan 2023