***
Rambut ikal panjang gadis itu terurai jatuh menyentuh punggung. Diatas kepalanya bertengger penutup mata dengan bentuk beruang warna kuning, senada dengan warna kaos sekaligus sandal tidur berbulu yang dikenakannya.
Pelita Amora namanya. Gadis itu duduk sendirian dikursi plastik dekat gerobak penjual nasi goreng. Diatas meja, satu piring berlapis kertas minyak penuh nasi goreng pesanannya tengah dia santap. Sesekali tangannya mengipasi mulut, dia mulai kelimpungan karena sensasi panas dan terbakar akibat banyaknya cabai yang dia makan.
Meski begitu Pelita tetap tidak berhenti makan, dia mengunyah dengan cepat dan beberapa saat kemudian nasi gorengnya pun tandas, pun satu botol air mineral yang diteguknya.
Pelita beranjak berdiri setelah dia mengambil kembali sendok dan garpu yang memang sengaja dibawanya dari kost-an. Dia mendekati bapak-bapak penjual yang sibuk melayani pembeli dan menyodorkan uang satu lembar yang digenggamnya pada penjual tersebut.
"Nggak ada kembaliannya, Neng." Ujar penjual itu. Pelita menatap uangnya, tangannya tetap disodorkan.
"Kembaliannya ambil aja, Pak."
Bukannya diambil, Bapak itu malah berdecak sebelum mengomel. "Anak gadis mana boleh buang buang uang. Kasian bapak ibu di rumah yang banting tulang kerja. Sekarang nyari kerja itu sulit, dapet uang juga nggak mudah, belum lagi harga bahan pokok naik semua."
Bapak itu malah curhat, tangannya masih cekatan melayani pesanan pembeli. Dinasehati seperti itu Pelita malah bingung, iapun menggaruk kepalanya tak tahu harus apa. Baginya uang satu lembar warna merah ini tidaklah seberapa, sang Daddy juga tidak pernah masalah Pelita menggunakan uangnya. Apalagi untuk membeli makanan.
"Terus ini gimana ya, Pak?" Pelita pun bertanya, tangannya masih menggantung diudara.
Bapak itu menoleh sekilas, lalu berkata. "Neng bayar besok aja kalo uang pecahannya sudah ada."
"Loh kok gitu? Berarti saya berhutang dong?"
"Bukan berhutang, tapi bayarnya ditunda. Kalo berhutang itu memang niat nggak bayar, Enneng kan mau bayar."
Pelita bertambah bingung, si Bapak juga tanpa beban saat berucap demikian. Lalu Bapak itu memasukkan tiga bungkus nasi goreng kedalam plastik, membawanya melewati Pelita yang anehnya berdiri memperhatikan.
Bapak penjual itu memberikan plastik yang dibawanya pada seorang pemuda, tak jelas seperti apa rupa pemuda tersebut karena dia mengenakan helm full face. Pelita juga tidak peduli, dia hanya ingin pulang dan tidur.
Dan Bapak itu kembali lagi ke gerobaknya setelah menerima uang. "Mas mas tadi udah bayarin nasi goreng punya Enneng, jadi Enneng nggak perlu bayar lagi ke Bapak."
"Hah?"
"Itu Neng, yang barusan. Mas itu bayar lebih sama pesenan Enneng, sekaligus buat besok kalo Enneng mau makan lagi. Udah sekarang Enneng pulang, nanti dicari orang rumah. Nggak baik anak gadis malem malem kayak gini ada diluar. Penculikan sedang marak, aksi kejahatan saat ini sangat mengkhawatirkan." Kembali Bapak itu berceloteh panjang lebar. Telinga Pelita berdengung, dia mundur perlahan sebelum berlarian menjauh.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Favorite Sin ✔️(full Ver)
ChickLitTumbukan terakhir sengaja dihantamkan ke lantai, dekat area kepala. Melenceng sedikit dipastikan korban akan mengalami cedera serius. Dua laki-laki dengan tinggi serupa namun memiliki bobot berat yang berbeda itu sama sama terengah. Peluh bercucura...