25. Pacaran?

4.6K 189 15
                                    

Hal lainnya yang ingin dilakukan Zantares usai membiarkan Sheiril ditangani tim medis, yaitu menghabisi bajingan yang sudah berani mengusik gadisnya---- jika boleh Zantares menyebut demikian.

Sungguh, melihat Sheiril diinfus, pipi bengkak membiru, rahang cedera, cetakan tangan di leher, belum luka lain akibat terlempar dari motor---- membuat kewarasan pria berusia 21 tahun itu hilang. Dan saat Zantares tahu bahwa Sky telah mengambil perannya membalas bajingan itu Zantares tak kuasa menerima kenyataan jika dirinya sebodoh itu.

Dia terduduk di kursi ruangan Sheiril sambil menjambaki rambut. Memaki tiada henti bagaimana lalainya ia menjaga gadis itu.

Sheiril sendiri tengah tertidur lelap, ketiga temannya juga dirawat diruangan berbeda.

Zantares merasa malu, ia pantas dipanggil pecundang. Baru kali ini ia gagal melindungi orang terdekatnya.

"Zantares bodoh." Zantares menyentak punggungnya ke sandaran kursi. Kepalanya menengadah kelangit langit ruangan, napasnya menderu berat.
Rasa bersalahnya kian menggerogotinya, andai Zantares tidak sebodoh itu membiarkan Sheiril pulang bersama yang lain mungkin kejadiannya tidak akan seperti ini.

"Res." Panggilan lirih itu menarik Zantares bangkit, dia naik keatas ranjang disisi Sheiril.

"Gue disini, ada yang sakit? Atau lo mau apa?" Zantares membungkuk diatas Sheiril, wajah mereka sejajar. Zantares bisa membayangkan sekeras apa tumbukan keparat itu hingga pipi Sheiril bisa sebengkak ini. Netranya menyorot pipi Sheiril, punggung jarinya mengusap seringan bulu karena takut menyakitinya.

"Udah nggak sakit kok, kamu natepnya bisa nggak jangan nyeremin gitu?"

"Jangan senyum Shei." Zantares mendengus. Bisa bisanya Sheiril masih tersenyum seakan tak terjadi apa-apa. "Lo seharusnya marah, maki gue, umpatin gue yang udah gagal ini."

Sheiril mencebik, dia meraba pipinya yang terasa menebal namun tidak lagi sakit. "Mulai deh, aku masih cantik kan? Pipi berisi aku pasti hilang."

Rahang Zantares mengeras, dia menarik diri karena takut kelepasan mengumpat. Diantara banyak ketakutan yang bisa terjadi pasca kejadian beberapa jam lalu, kenapa Sheiril malah menanyakan pipi berisinya?

"Res?" Rengekan itu menyentak Zantares untuk kembali menoleh. Dia menunggu tanpa bertanya.

"Pinjem ponsel."

"Gue udah lapor ke Papi kalo itu yang lo cemaskan."

Sheiril mencebik, tetap menarik kaos Zantares seperti anak kecil hingga mau tak mau Zantares mengeluarkan ponselnya. "Terus Papi bilang apa? Aku nggak mau karena aku Papi pulang. Kan ada kamu, kamu aja ngurusin aku. Kalau Papi, pasti berlebihan."

"Papi tetep harus tau Shei, dan wajar jika beliau langsung pulang kesini."

Sheiril pasrah, semoga saja perjalanan pulang orangtuanya dilancarkan. Sheiril membuka sidik jari ponsel Zantares dengan telunjuk miliknya. Aplikasi camera ia tekan, mulanya Sheiril berkaca dengan camera tersebut dan memekik begitu mendapati pipinya bengkak membiru. "Tuh kan pipi aku bengkak, jadi jelek gini." Rengeknya tak terima.

Zantares merampas paksa ponsel yang Sheiril pegang. Menyembunyikannya dibelakang tubuh.

"Ihh pelit, aku belum selesai. Mana Res."

"Enggak."

"Bentar doang." Sheiril meraba belakang punggung Zantares bermaksud mencari ponselnya. Tapi cowok itu malah menarik tubuhnya, menjatuhkan kepala Sheiril diatas bantal.

"Tidur." Zantares menepuk nepuk punggung Sheiril, kadang mengusap kepalanya, membuainya agar Sheiril lekas tertidur.

Nyaman. Mereka seperti ini dalam beberapa menit lamanya. "Aku pasti keliatan jelek banget."

My Favorite Sin ✔️(full Ver)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang