CHAPTER 4

31 2 0
                                    

Jangan lupa tinggalkan jejak yah ci~

Jangan lupa komentar tiap paragraf nya~

Happy reading~

"Jadi di tolak?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Jadi di tolak?"

"Di tolak."

"Gak di ambil sama sekali makanannya?"

"Di ambil sama temennya. Gak tau di kasihin ke dia apa nggak."

Seorang perempuan berjilbab hitam itu mengangkat kedua halisnya tak lupa bibir merah mudahnya turun kebawah. "Atau mungkin dia ngga suka nasi goreng kali."

Zena menumpu wajah nya dengan tangan kanannya seraya matanya melihat keatas seolah tengah berfikir. Saat ini ia tengah duduk di meja makan bersama Teh Lola. Masakan nasi goreng tadi pagi yang ia bawakan untuk Mahesa memang masakan Bunda Amira sekaligus ide dari Teh Lola.

"Lain kali kamu beliin bubur ayam. Atau gado-gado nya pak Samsul di depan komplek. Atau kalo gak teteh bikinin Gulai belacan. Wih... Mantep. Di jamin gak di tolak lagi makanannya."

Zena tertawa kecil mendengar perkataan Teh Lola barusan. Terlihat sekali adik dari Bunda Amira ini sangat antusias membantunya untuk mendapatkan hati Mahesa. Sampai-sampai ia mau membuatkan makanan favorit satu panti. Gulai Belacan.

Jangan salah Teh Lola ini memang bukan asli Riau tapi ia sangat pandai memasak masakan khas Riau tersebut. Tentu saja Bunda Amira juga punya menu andalan yang sering ia masak dan sudah menjadi favorit anak panti. Yaitu Soto Banjar.

Oh, Iyah. Zena ini memang sudah tinggal bersama Bunda Amira dan Teh Lola sejak ia berusia 8 tahun. Entah apa yang terjadi dengan orang tuanya tapi saat ia di titipkan di panti ini, ibunya berjanji akan menjemputnya untuk pulang bersama. Namun, hingga Zena beranjak menjadi remaja 18 tahun pun mama nya tak kunjung untuk menjemputnya.

Tapi untuk sekarang Zena sudah tidak mengharapkan mama dan papa nya untuk menjemputnya pulang. Ia sudah terlalu muak dengan bualan yang selalu mama dan papa nya ucapkan lewat surat. Yah, mereka selalu mengirimkan surat setiap minggu kepada Zena. Tapi tidak satupun surat itu Zena baca. Isinya hanyalah omong kosong saja.

Zena tidak pernah menanyakan hal tersebut kepada Bunda Amira ataupun Teh Lola. Ia terlalu masa bodo dengan kedua orang tuanya. Ia bahkan berfikir bahwa ia memang sudah di buang ke panti asuhan oleh kedua orang tua nya tanpa alasan yang saat ini Zena belum mengetahuinya.

Zena hanya perlu menikmati apa yang ia dapatkan saat ini tinggal bersama Bunda Amira, Teh Lola dan anak panti lainnya. Toh, ia juga menyukai keharmonisan mereka di sini walaupun ia sudah lupa bagaimana rasanya kasih sayang orang tua kandung sendiri. Tapi kan sekarang ada Bunda Amira yang menjadi ibu sekaligus ayah untuk mereka semua. Jadi Zena tidak merasakan kekurangan kasih sayang sedikit pun.

"Hayo... Lagi ngomongin apa?"

Suara lembut dari arah pintu ruang makan itu pun membuat keduanya menoleh kearah sumber suara. Terlihat Bunda Amira yang tengah membawa nampan berisi beberapa piring yang di tumpuk menjadi satu.

MAHEZENA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang