Han Yujin bener-bener bikin pusing, sampe aku semangat banget nulis ini.
Anw, mulmed-nya ditonton ya! ✨
*
Bunda menampar wajahku ketika aku sampai di rumah jam 10 pagi, melewati waktu yang seharusnya aku sudah berada di dalam pesawat menuju Kairo.
"ANAK KURANG AJAR!" Bunda yang memang excited dengan kepergianku, tentu merasakan remuk yang tidak terbendung saat melihat diriku datang ke rumah ini dalam kondisi sekacaunya manusia. "KAMU SENGAJA BIKIN SAYA MALU? IYA?"
Ya, Bunda pasti malu karena kabar baik yang dia sebarkan kepada tetangga jadi sebuah lelucon—yang kenyataannya anak bungsunya tidak jadi kuliah di Al-Azhar. Ah, aku lupa, Bunda juga sudah melakukan syukuran di rumah ini. Mengundang banyak orang untuk mendoakanku agar sukses di sana. Aku terkekeh, aku benar-benar berhasil menjadi aib keluarga.
Bunda mendorongku kencang dan aku sama sekali tidak ingin menghindar. Biarlah kesakitan ini aku tanggung sekaligus. Hancur hatiku juga akan aku dekap kuat-kuat.
"SAYA SUDAH MENDIDIK KAMU SEBAIK MUNGKIN, MADDRIAN! KENAPA KAMU TIDAK MENURUTI KEINGINAN SAYA?"
Bunda tidak peduli ketika kepalaku terbentur pegangan anak-anak tangga dengan sangat kencang. Aku memejamkan mata, lalu menatap kosong segalanya. Tidak ada yang bisa menguatkanku selain kamu, Hanni.
Sayang, aku butuh kamu.
Bunda juga menampar wajahku menggunakan kedua tangannya, aku tetap membiarkan sampai Bang Langit—kakak laki-lakiku—yang baru tiba dari kampusnya yang ada di Bandung menghentikan aksi amarah Bunda.
"Bunda, cukup. Berhenti melakukan ini pada Madd! Istighfar, Bunda!"
Bang Langit mendekap Bunda yang menangis ke dalam dadanya. Dia menatapku, mengode agar aku segera pergi ke kamar. Aku menyentuh bibirku yang terasa pedih, kemudian sadar bahwa bibirku telah berdarah.
Aku meninju dinding—hal yang sering aku lakukan ketika marah. Aku selalu meluapkan amarah ke dinding. Teman-teman terdekatku juga tahu, termasuk kamu, Hanni. Setelahnya, aku meraup oksigen, menyebut kalimat istighfar di dalam hati.
Ketika aku merasa membaik, barulah aku beranjak untuk pergi ke kamar. Namun, aku menyempatkan berkata pada Bunda yang hatinya teriris-iris saat berada tepat di sampingnya.
"Maafkan Madd, Bunda. Maaf...."
***
Hanni, aku bermimpi.
KAMU SEDANG MEMBACA
How Madd Lost His Love
Teen Fiction(RELIGI - ROMANCE) Hidup Maddrian adalah krat-krat berisi botol wine yang usang setelah Hanni meninggalkannya. #WritingProjectAE4