Bab 16 - Sedarah

84 19 3
                                    

Bab ini unexpected.

Dari titik inilah maksud dari judul. Madd akan jadi cogil.

HAHA. Siapkan mental dulu!

Kalau sudah, here we go.

Happy reading!

Happy reading!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*

Pengumuman pernikahan kami resmi diumumkan bahkan sebelum kami sampai di tanah Minangkabau.

Kami menggunakan pesawat. Satu mobil milik keluarga Madd dibawa ke Padang menggunakan jalur darat, demi jaga-jaga jika ada keperluan. Madd khawatir karena dia tahu ini perjalanan pertamaku pergi menggunakan pesawat. Dia takut aku mabuk perjalanan. Dia terus melihat ke arahku yang berada di kursi seberang. Dia lantas bernapas lega ketika pesawat telah sampai di Bandara Internasional Minangkabau.

"Empat jam lagi perjalanan untuk pergi ke kampungku, Hanni."

"Ah, serius?!"

Madd tertawa. "Iya. Jalannya juga berbelok-belok, curam dan penuh tantangan."

"Oh ya udahlah. Aku juga pasti akan kuat."

Ucapanku salah, karena ternyata aku mabuk. Sesungguhnya aku adalah bocah kampung yang norak, makanya Madd selalu memaksa agar aku berada di dalam pengawasannya.

Di sebuah rumah makan, Madd membimbingku yang sudah lemah untuk segera makan. Dia bilang, cara ampuh memulihkan energi adalah dengan mengisi energi. Itu tidaklah salah. Aku juga lahap makan karena sambal-sambalnya lezat. Setelahnya Madd membawaku ke minimarket yang ada di sebelah rumah makan, tanpa kusangka dia membeli banyak susu ibu hamil. Dia sungguh telah memikirkan nasib anak kami kelak. Bunda yang satu mobil dengan kami tidak banyak bicara dan kami juga tidak memusingkan itu.

Empat jam lebih dua puluh menit adalah waktu yang dibutuhkan saat kami tiba di kampung yang bernama Tampunik, benar-benar berada di pelosok. Banyak perbukitan di sekitarnya. Rumah Madd salah satu rumah paling mewah di sana karena berbentuk seperti rumah mewah yang ada di komplek perumahan sementara rumah yang lain semi permanen, sejauh aku melihat belum ada yang memakai keramik.

Aku mengikuti Bunda dan keluarga karena orangtua angkatku berasal di daerah Tanah Datar, berbeda wilayah dari Pesisir Selatan. Sehingga mereka pergi ke sana sebelum melakukan proses pernikahan menurut adat Minangkabau. Setelah diskusi panjang, ternyata aku tidak boleh satu atap dengan Madd alias aku harus berada di rumah kediaman orangtuaku yang ada di Tanah Datar. Maka, baru saja aku dua hari di Tampunik, aku langsung dijemput agar pergi ke rumah mereka.

Madd sampai menangis karena merasa aku akan culture shock. "Jaga diri kamu baik-baik, ya. Tenang saja, lima hari sebelum pernikahan ini adalah hari-hari penuh warna. Ayah dan Ibu juga tidak akan membiarkanmu terpuruk di sana."

Aku terpisah dengan Madd. Perjalanan membutuhkan delapan jam dari Tampunik. Aku mabuk harus mandiri, artinya tidak ada yang ngurus. Jadi aku memaksa diriku untuk kuat atau tidur selama perjalanan. Ibu dan Ayah juga membantu mengurusku sesekali dengan memijat kepala atau memberikanku minyak angin.

How Madd Lost His LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang