Sesuai judul, mereka akan menerima konsekuensinya.
Doakan saja mereka tidak mati gaes muehehe
Dahlah segitu aja. Happy reading, ya! Semoga kuat bacanya sampai ending!
*
Aku bersujud pada Allah di pertengahan malam, meminta ampun seluas-luasnya, memohon agar dosa-dosaku dihapuskan. Sungguh, aku tidak pernah ingin masalah ini hadir di hidupku. Semua ini memang salahku. Aku sudah terpengaruh pergaulan bebas, aku mengabaikan semua aturan-aturan Allah. Aku termasuk ke dalam golongan manusia yang berada dalam kerugian, karena teman-temanku tidak ada yang menasehati dalam kebenaran.
Aku membaca Al-Qur'an, sampai air mataku jatuh pada setiap lembar kitab suci itu, menyesali perbuatan-perbuatan yang telah aku lakukan. Aku sangat membenci diriku yang ini. Ya Allah, bagaimana bisa aku berani berpaling dari rahmat-Mu? Kenapa Engkau memberikanku ujian seberat ini?
Bolehkah aku membuat pengandaian jika semuanya sudah terjadi? Andai jika aku tidak bertemu dengannya, mungkin dia tidak akan ikut menanggung masalah ini. Mungkin dia sekarang sedang sibuk membaca novel-novelnya, tidak akan disibukkan apalagi digaduh oleh sosok menjijikkan bernama Maddrian Dewangga. Andai saja aku mengikuti perintah Bunda agar hidup di dalam pondok pesantren yang beliau inginkan, pasti aku tidak akan merasakan betapa fatalnya sebuah cinta, pasti aku tidak akan mencintainya dengan egois seperti ini. Benar kata Bunda, aku terlalu bodoh, idiot, bahkan telah rusak karena tidak ingin mengikuti perintahnya dan perintah Allah untuk selalu berada di jalan yang lurus.
Aku menyadari semuanya di titik ini. Otakku gaduh, pusing, sakit, bingung bercampur menjadi satu. Aku yakin, jika aku jujur pada Bunda, aku pasti akan dihukum. Perbuatan maksiat adalah perbuatan yang paling dilarang oleh Allah. Seperti kata Ustadz Abdul Somad, meskipun pelaku maksiat telah melakukan taubat nasuha, itu belum tentu bisa mengikis dosa atau hukuman yang harus diterima. Wallahu Alam Bishawaab, hanya Allah yang memiliki jawaban atas pertanyaan itu.
Setelah selesai, aku memilih melipat sejadah dan kain sarung, meletakkannya di tempat biasa. Kemudian merebahkan diri ke atas kasur, menatap langit-langit dengan tatapan kosong. Berulangkali aku mengacak rambut, menginstruksi mataku agar tidur segera lalu bisa melupakan semuanya. Namun, setelah dua jam setelahnya aku masih saja terjaga. Aku gelisah sampai aku benar-benar memutuskan untuk mengatakannya pada Bunda. Tidak peduli waktu shubuh sudah mulai masuk. Aku tetap melangkah menuju lantai bawah, ke kamar Bunda.
Jarak rumahku dari kampus jauh, aku rencananya ingin kost saja, sama seperti Bang Langit. Jadi, untuk saat ini aku masih memakai mobil untuk pergi ke kampus.
Aku mengetuk pintu kamar Bunda. "Bunda?"
"Iya. Ada apa?"
"Bun, Madd ingin bicara sama Bunda."
"Bicara apa, Madd? Jam setengah tiga begini. Kamu nggak tidur?"
Aku menghela napas. "Aku baru selesai shalat malam, Bun."
KAMU SEDANG MEMBACA
How Madd Lost His Love
Teen Fiction(RELIGI - ROMANCE) Hidup Maddrian adalah krat-krat berisi botol wine yang usang setelah Hanni meninggalkannya. #WritingProjectAE4