31. LDR

763 35 0
                                    

Kumala POV

Lelah. Satu kata yang menggambarkan keadaanku saat ini. Dari pagi sekitar jam 4:30 aku sudah mulai beraktivitas mulai dari mempersiapkan pakaian yang akan aku bawa ke rumah Ibu mertuaku seperti ke ingginan Mas Nehan semalam. Sebenarnya aku sedikit keberatan bukan karna harus tinggal beberapa hari dengan Mama dan Papa yang notabenya sebagai orangtua keduaku.

Tapi, yang buat kau sebel itu kenapa Mas Nehan gak bicarain dulu saat di rumah kalau aku mau tinggal di rumah Mama dan Papa ini malah bicarainnya di depan langsung di rumah Mama dan Papa yang otomatis aku susah ngebantahnya. Karna aku tidak mau terlihat seperti wanita yang suka membantah perkaan suami.

Sekarang juga udah jadi keputusan final jadi, ya udah ikutin aja kemauan pak suami ini. Setelah membereskan baju aku langsung menuju ke dapur untuk membuat sapan dan juga bekal buat Mas Nehan kalau udah sampai di Jakarta nanti. Aku membuatkan bekal untuk dua orang sekalian untuk Mas Gio biar sekalian.

Tepat jam menunjukkan pukul 5 pagi aku langsung membangunkan Mas Nehan untuk berangkat ke masjid dan aku pun mulai menyiapkan baju yang akna di gunakan Mas Nehan ke masjid. Setelah semuanya siap baru lah aku masuk ke kamar mandi untuk mamdi dan bersiap-siap sholat subuh.

Saat jam sudah menunjukkan pukul 7 kami pun berangkat menuju bandara terlebih dahulu.

"Ini kita ke rumah mama dulu kali ya." Ujar Mas Nehan untuk ke sekekian kalinya.

"Ya Allah Mas, udah aku bilang berapa kali sama kamu. Kalau ke rumah Mama dulu kita gak keburu Mas, kamu di sana mau cek in lagi belum lagi jalanan macet kamu tau sendiri kalau jalanan pagi itu macet biasanya. Lagi pula tadi malamkan udah izin sama Mama dan Papa kalau kamu mau pergi." Ujarku dengan nada sebal.

"Tapi masa kamu gak aku anter kerumah Mama sih. Jadi terkesan gak sopan sayanggg." Ujar mas Nehan mencoba sekali lagi menawar kepadaku.

"Ihhhhh kamu bikin aku sebel aja dari tadi. Ya udah, terserah kamu aja mau ke rumah Mama juga gak papa. Nanti kalau kamu terlambat jangan ngomel-ngomel kamu ya." Ujarku dengan nada yang udah kesal sampai di ubun-ubun.

"Iya-iya sayangggg becanda kok akunya. Kamunya sensian amat sihhhh." Ujar Mas Nehan sambil menoel-noel pipiku dan juga mencubil hidungku.

"Ihh awas. Gak mau aku kamu sentuh-sentuh. Masih pagi tapi udah buat mood orang hancur aja." Ujarku sambil menjauhkan tangan Mas Nehan yang sedari tadi mencubi-cubit hidungku.

Mas Nehan hanya terkekeh mendengar omelanku dan kembali fokus pada jalanan. Sekitar 5 menit kemudian kami pun sampai di bandara dan langsung mampir sentar untuk membeli kopi terlebi dahulu agar tetap segar untuk memulai aktivitas.

"Kamu nanti jangan kangen ya sama aku." Ujar Mas Nehan sambil terus menatapku.

"Apaan sihh. Yang seharusnya ngomong gitu itu aku bukannya kamu. Mas tuhh nanti jangan kangen sama aku, orang kebiasaan tidur aja suka peluk aku. Mas sendiri yang bilang gak bisa tidur kalau gak meluk aku, nah itu buktinya Mas Nehan gak bisa tidur ada aku." Ujarku.

"Orang aku aja bisa tuh tidur waktu belum ada kamu. Biasa aja tuh." Ujar Mas Nehan memulai perdebatan lagi.

"Itu kan dulu. Kalau sekarang itu udah beda tau Mas. Kan kamu sendiri yang bilang sama aku kalau kamu gak bisa tidur. Kita coba aja siapa yang nanti malam ngadu gak bisa tidur." Ujarku dengan nada menantang.

"Iya kita liat aja nanti." Ujar Mas Nehan sambil menarikku ke dalam pelukannya tak lupa sambil masuk kedalam lekukan leherku dan juga menggosokkan hidungnya.

Aku yang mendapatkan pelukan seperti itu pun langsung memeluk Mas Nehan tak kalah erat dan juga masuk ke dalam cerug lehernya sambil menghirup wanggi tubuh Mas Nehan yang aku bakal rindukan dalam satu minggu ke depan. Kalau di tanya berat atau enggak melepaskan Mas Nehan pergi untuk pernalanan bisnis pertama kalinya setelah menikah itu rasanya berat banget. Aku yang selama 2,5 bulan lebih ini terus bersama Mas Nehan rasanya bakalan rindu.

Rumah Kita -END-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang