36. Sabtu Bersama Ayah

702 36 0
                                    

Kumala POV

Pagi ini kota Banda Aceh di guyur hujan di pagi hari, tidak hujan yang deras hanya hujan rintik-rintik saja tapi setelah satu jam hujan itu mereda dan di gantikan dengan sinar matahari yang membaur dengan dinginnya pagi. Hari ini suasana hatiku sangat bagus ketika bangun ada Ayah dan Ibu yang ada di sampingku. Aku rindu dengan momen ini. Sejenak aku melupakan pekerjaan, kehidupan dan segala masalah yang ada di Bandung.

Setelah melaksanakan sholat subuh aku melihat ponselku yang terletak di atas meja samping tempat Ayah, aku pun meraih ponsel tersebut. Aku langsung berselancar di aplikasi Whatsapp dan mulai masuk kedalam room chat Mas Nehan yang di sana terdapat pesan yang sudah di baca dari tadi malam. Namun, sayangnya tidak ada tanda-tanda Mas Nehan membalas pesanku atau sekedar menanyakan kabarku bagaimana.

Aku pun menekan tanda panggilan di room chat tersebut untuk menanyakan kondisi Mas Nehan saat ini aku yakin Mas Nehan sudah bangun jam segini. Di percobaan pertama Mas Nehan tidak ada menjawab telponku sama sekali pada hal nada panggilan sudah berganti dengan sebuah tulisan berdering yang otomatis Mas Nehan sedang online saat ini. Tapi, aku tidak menyerah sampai di sini aku mulai mencoba untuk kedua, ketiga, bahkan sampai panggilang keenam Mas Nehan tetap tidak mengangkat telpon dariku.

Sejujurnya sudah banyak piriran buruk yang menghantuiku saat ini mulai dari 'ada apa dengan Mas Nehan'. 'Bagaimana dengan harinya, apa berjalan dengan lancar atau malah ada halangan' dan masih banyak lagi pikiran buruk yang menghantui pikiranku.

Aku pun menghelah nafas cukup berat sambil mengucapkan istigfar untuk terus menguatkanku. Aku pun melihat ke arah tempat tidur Ayah dimana terlihat Ayah yang sedang menatapku dengan kilatan yang aku sendiri tidak dapat membacanya. Segerah ku hampiri Ayah yang terlihat matanya sudah berkaca-kaca.

" Alhamdulillah Ayah udah sadar, apa ada yang sakit. Bentar Mala panggilaknan dokter dulu Yah." Aku pun bergegas menekan tombol yang terletak di sampan tempat tidur Ayah.
Setelah itu tetap ku pandangi wajah Ayah yang seolah ingin menyampaikan sesuatu namun tidak bisa tersampaikan. Karna aku tahu ketika stroke Ayah kambuh seketika Ayah tidak bisa berbicara seperti kejadian beberapa tahun silam.

"Sabar ya Ayah. Bentar lagi dokternya datang kok. Ayah jangan Nangis nanti Mala mangkin sedih kalau liat Ayah nangis gini." Ujarku sambil mengusap pelan air mata yang keluar dari pinggir kelopak mata Ayah yang terlihat tidak berhanti-henti.

Tak lama dokter pun sampai.

-oOo-

Nehan POV

Setelah melaksanakan sholat subuh berjamaah Nehan duduk di balkon kamar hotel sendiri sambil ditemani secangkir kopi yang tadi ia beli sepulang sholat. Jam sudah menunjukkan pukul 05:30 dimana biasa jam segini matahari mulai menampak diri. Suasana pagi yang sudah tergolong ramai di temani suara klakson mobil. Aku mengambil ponselku yang berada di meja samping tempat tidur dan mulai berjalan ke balkon sambil mengaktifkan ponsel yang sedari tadi malam sengaja aku silent 'kan.
Aku melihat pesan panjang yang kumala kirim tadi malam.

' Assalamualakum Mas.'

'Mas Gimana hari ini? Maaf tadi Kumala gak sempat nanya tentang hari ini.'

'Gimana meetingnya sama Pak Dewa, lancar?'

'Kumala juga udah cari informasi dari rekan kantor Mala, namanya Arga Mas. Kata Arga beliau punya Om yang bergerak di bidang mekanika dan berita baik adalah Om 'nya arga gura seorang pendistribusi mobil buatan Jepang. Nanti kalau Mas ada minat, Kumala bisa bantu atur pertemuan sama Om Satria Mas, nama Omnya Arga.'

Rumah Kita -END-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang