4-Family

78 22 1
                                    

Tidak ada yang lebih menyakitkan ketika semua usaha yang kamu lakukan, tidak pernah di hargai

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tidak ada yang lebih menyakitkan ketika semua usaha yang kamu lakukan, tidak pernah di hargai.
Sean Kalingga wijaya.
.
.
.

Ceklek...

Karamel membuka pintu rumahnya di lihatnya Ka Dino kaka kandungnya yang telah merawatnya selama bertahun-tahun kini tengah berkutat dengan sepatu yang terlihat baru.

"wuih,adik gue yang cantik jelita pulang akhirnya tapi kenapa lo telat pulang nya sampe larut begini"Tanya Dino .

Karamel melepas sepatunya lalu mendekat ke arah Dino.

"Nunggu busnya tadi lama Bang, btw itu sepatu baru lo dapet dari mana?" Tanya Karamel dengan penuh kecurigaan.

"Jangan-jangan lo nipu pasien lo ya buat beli sepatu baru" Lanjut Karamel menuding Dino.

Dino menatap Karamel, sambil menyerngitkan keningnya.

"Enak aja, ngomong sembarangan!" tukas Dino kesal.

"ini tuh gue dapet dari anak pasien gue, Dia beli sepatu tapi kegedean nah terus di kasih deh buat gue."

"Masa sih, gak percaya gue" kata Karamel dengan penuh selidik semakin menatap Dino curiga.

Dino berdecak, lalu menyentil dahi adiknya itu dengan keras.

"Ais, sakit Bang."

"Cerewet lo,gak percaya ya udah, sono cuci kaki sama tangan, terus makan gue udan masakin lo telor sama nasi goreng "

Dino menggelengkan kepalanya, melihat tingkah adiknya itu.

"Iya Bang"

Karamel beranjak menuju kamar mandi lalu tidak lama kembali ke ruang makan.

"Gue rasa lo harus berhenti kerja fokus sama study aja, cukup gue yang cari nafkah" ujar Dino.

Karamel meletakkan kembali alat makannya, lalu menatap Dino padahal dia baru makan sesuap.

"Gak bang, gue harus kerja juga."

Dino menggelengkan kepalanya melihat tingkah keras kepala adiknya,
Dia tidak ingin adiknya menyimpan beban berat yang di usianya masih sangat muda harusnya gadis itu hanya belajar dan bersenang-senang.

Tak..

Karamel mengusap dahinya yang baru di setil dengan sedikit keras oleh Dino.

Penganiayaan sama adek sendiri 'batin Karamel

"ngeyel banget jadi bocah."

"Elah Bang gak usah sok dramatis deh, emang gaji lo cukup buat bayar hutang sekaligus nutup kebutuhan kita."

"nyeyeye, suka hati lo aja deh" Dino pasrah tidak bisa membalas ucapan adiknya itu.

"Udah terusin makannya, atau lo udah gak mau makan" usil Dino sambil mengambil piring Karamel.

Karamel menepuk tangan Dino, melotot ke arah kakaknya itu.

"Enak aja,lagian ini kan Bang Dino buat untuk Karamel gak bisa di ambil lagi ntar gondokan."

"Teori dari mana!?"

"Ahh, abang Kara mau makan jangan ganggu, mending Abang mandi aja sana bau ih" celetuk Karamel.

Dino spontan langsung mencium tubuhnya dan memang benar tubuhnya bau, karena sepatu baru ia jadi kelupaan untuk mandi.

"Nih cium ketek gue,wangi nya sedap" kata Dino mendekatkan tubuhnya pada Karamel.

Karamel menendang Dino,lalu menjulurkan lidahnya padanya.

"Sedap mbah mu bau kecut begitu, udah sana mandi Bang. Kara mau lanjut makan."

Dino meringis,mengusap punggungnya yang baru saja di tendang oleh adik-nya itu.

Kadang ia berpikir sebenarnya adeknya itu perempuan atau lelaki tenaganya besar dan kasar sekali.

"KDRT lo Dek," cibir Dino.

Karamel tidak menjawab perkataan Dino, memilih kembali makan.

Dino mendengus kesal,lalu beranjak pergi mandi.

Inilah kehidupan Karamel, gadis itu hanya tinggal bersama dengan Kakanya keduanya di besarkan di Panti asuhan dan mereka memutuskan untuk tinggal mandiri setelah Dewasa.

****

Sean memasuki rumahnya yang nampak sepi dengan perlahan, ia meletakkan tasnya di sofa.

"Eh,cucu eyang sudah pulang" seorang wanita baya kini duduk di samping Sean.

"Gimana sekolahnya hari ini"tanya Eyang Nilam.

"Biasa saja eyang, Papah belum pulang?" jawab dan tanya Sean.

"Belum, Papah kamu ada rapat untuk persiapan pendaftaran walikota" kata eyang.

"Ya udah Sean ke kamar dulu eyang" kata Sean mengambil tasnya lalu berdiri.

"Iya, mandi bersihkan diri kamu lalu kita makan bersama"ucap Eyang pada Sean.

"Baik eyang"

Sean melenggang pergi menuju kamarnya.

15 menit berlalu Sean kembali turun ke meja makan dilihatnya ada Papahnya yang baru saja pulang.

"Gimana sekolah hari ini?"Tanya Sandi Kalingga sang Ayah Sean.

"Biasa saja Yah."Jawab Sean sekenanya.

"Oh iya, banyak yang menyuruh Sean untuk mendaftar sebagi Ketua Osis" Sean berkata lalu tersenyum pada Sandi.

"Bagus itu, kamu jadi dapat berorganisasi"kata Eyang.

"Jangan dulu, Lebih baik kamu santai saja nikmati masa sekolahmu lalu pulang memakan makanan yang enak bersama itu lebih baik" ujar Sandi pada Sean.

"Ayah ingin kamu tidak terbebani apapun"kata Sandi lagi.

Sean tersenyum kearah Sandi dengan senyuman palsu, ia mempererat genggaman pada sendok yang ada di tangannya.

Hal yang paling ia benci adalah ketika dia ingin berusaha tetapi tidak pernah sama sekali di hargai oleh Ayahnya dan baginya itu adalah hal yang nenyakitkan.

"Sudah jangan bicara lagi, ayo lanjutkan makan kita sebelum semuanya dingin nanti jadi tidak enak makanannya" ujar Eyang.

Sean kembali tersenyum pada Eyangnya, lalu kembali makan.

Setelah makan Sean kembali ke kamarnya,mengusap wajah nya kasar meskipun ia hidup bersama Ayahnya tetapi ia merasa seperti hidup sendirian.

Jika di pikirkan kehidupannya begitu sempurna,selalu mendapatkan apa yang dia mau dengan mudah membeli segala sesuatu sesukanya dengan bebas dan mendapatkan kasih sayang ayahnya tetapi ada satu hal yang membuatnya tidak suka dari Ayahnya tidak pernah mengandalkan dirinya.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Tentang Kita (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang