🗻TaGy-05🗻

5K 770 78
                                    

Sider babiq memang menyebalkan, sumpah ya, part-part sebelumnya votenya anjlok bener, buset dah.

Jangan sider disinilah, aku benci banget sama sider, muak banget.

Vote diawal atau diakhir chapter!

200 vote dan 70 komen hayuuk!

🗻First week of Lesson🗻

Rakta merasa rambutnya rontok karena belajar bahasa inggris terus menerus, dia meremat pena ditangannya.

"Akhh! Boseeeeen! Aku mau nari di tiang aja daripada belajar kaya gini!" jeritnya frustasi.

Gyna yang memantau Rakta dari sofa hanya bisa tersenyum remeh "Lemah, masa gini aja nyerah." Gyna memainkan gelas wine ditangannya.

Rakta merengut sebal, rambut panjang Rakta hanya dicepol asal, Rakta pada kacamata baca dengan kaus polos dan celana pendek, sementara Gyna pakai hodie dan celana panjang.

"Buruan belajar lagi, baca lagi, nanti saya kasih ice cream," tawar Gyna.

"Kok ice cream, aku mau Wine jugaaa," rengek Rakta seraya mendusel dibahu Gyna.

Gyna membiarkannya, mereka harus terbiasa kontak fisik agar rencana Gyna tak dicurigai, akan kacau kalau Gyna saja tak suka disentuh atau berkontak fisik dengan Rakta.

Sebab rencana ini untuk jangka panjang.

"Enggak bisa, kamu itu lemah sama Alkohol, nanti mabuk, saya yang repot."

"Enggak bakal mabuk, sumpah deh."

"Enggak, sekarang baca lagi conversation dan ingat lagi vocabulary and sentence in that book, i'll wait until 20 minute before you can take a break." Gyna menarik salah satu buku.

Rakta hanya menatap Gyna dengan tatapan mual "Enggak ngerti bahasa inggris!!" jeritnya kesal.

"Study, learn, hurry up." Gyna menepuk kepala Rakta pelan.

Rakta mendengus pelan "Demi jadi sugar baby Gyna, aku rela belajar sampai gumoh!" ujarnya semangat.

Gyna terkekeh pelan, sudah seminggu kontrak mereka berjalan, Gyna sering berkungjung ke apartemen guna mengawasi Rakta dan juga melatih kontak fisik mereka.

Setelah itu Rakta fokus lagi membaca buku itu sampai akhirnya dia beneran gumoh, gumohin susu coklat tadi sore.

"Huuueek." dan buku bacaan itu sudah basah dari gumohan Rakta.

Gyna hanya bisa menghela napas kemudian mengambil kain lap dari dapur dan membersihkan bekas gumohan Rakta.

"Ughh..aku gak bisa lanjut lagi.." ujarnya hampir menangis karena sakit kepala dan perih dihidungnya.

Rakta menatap Gyna dengan mata berair dan sedih, dia pengen banget jadi yang Gyna katakan sesuai Kontrak, tapi dia memang gak bisa bahasa inggris...otaknya gak masuk.

"Ya sudah, untuk hari ini sampai disini saja." Gyna mengelus pelan punggung Rakta.

Rakta menatap Gyna kemudian pura-pura lemas "Aduh..kepala aku pusing.." keluhnya lemah.

"Tiduran dulu."

"Enggak bisa, aku lemes banget..Gyna, gendong aku." Rakta menatap Gyna memelas dan agak centil juga, soalnya satu tangannya ngelus-ngelus dada Gyna.

Gyna menghela napas pelan "Oke," gumam Gyna kemudian menggendong Rakta ke kamarnya.

Rakta terkikik pelan, senang banget tau, bisa digendong sama Gyna kaya gini.

.....

Refton dan Velysa datang ke rumah Gyna, Gyna kan masih tinggal sama Mami Karin dan Papi Rin.

"Aduh, Gyna nya lagi keluar," tutur Papi Rin mendayu dan lembut pada kedua kembaran itu.

"Loh? Keluar kemana om?" tanya Refton.

Papi Rin mengedikan bahu "Kurang tau, soalnya Gyna enggak bilang."

"Yah..kami titip ini aja deh buat Gyna sayang." Velysa memberikan paper bag berisi pakaian seksi untuk Gyna pada Papi Rin.

"Oke, nanti om kasih ke Gyna." Papi Rin menerima paper bag itu dengan senang hati kemudian Ref dan Vel pergi.

Mereka kangen Gyna tapi katanya Gyna lagi sibuk, jadi ya sudahlah.

"Sayang, ngapain?" Mami Karin nanyak dari ruang tv.

Papi Rin tersenyum centil kemudian berjalan elok ke arah mami kemudian duduk dipangkuan mami.

"Enggak ada, cuma nemuin temen Gyna bentar." Papi Rin bersandar di dada mami.

"Oh iya, Kakak kamu udah berhasil nemuin anaknya belum?" tanya Papi Rin mendayu.

"Belum,"

"Loh, memang kenapa bisa sampai hilang?" tanya Papi Rin.

"Entahlah, kayanya gara-gara dijadiin experimen."

"Ih kamu iniii."

Mami Karin terkekeh pelan kemudian mencium bibir Papi Rin lembut dan meremat pantat montok Papi.

"Ahh.." Papi Rin menggeliat pelan saat pantatnya diremat tapi tak menolak.

Merengkuh mesra leher Mami Karin dan memperdalam ciuman mereka berdua.

Naran, bocah 19 tahun yang duduk tepat di kanan Mami Karin, cuma diam dengan tatapan datar ke arah tv, sudah cukup biasa melihat orang tuanya mesraan kaya gitu.

"Jadi broken home susah, jadi cemara juga susah," gumam Naran saat melihat Mami Karin menggigit leher papi mesra dan papi mendesah keras.

"Anjeng-anjeng," umpat Naran kesal kemudian pergi dari sana.

Mendingan Naran belajar daripada harus dengerin desahan orang tuanya.

🗻Bersambung🗻

The Contract [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang