1.

200 9 0
                                    

Sadewa berlari melewati beberapa mahasiswa yang tengah bersantai dan bercengkrama di taman kampus, mengabaikan beberapa sapaan yang terdengar, fokusnya hanya satu yaitu harus sesegera mungkin sampai di kelas.

Sesampainya didepan pintu kelas, Dewa berusaha mengatur nafas dan merapikan sedikit penampilannya. Peluh masih terlihat mengucur di dahi dan pelipis saat dia membuka pintu perlahan, mengintip apakah sang dosen sudah lebih dulu tiba. Dewa menghela napas merasa lega dan langsung berjalan menuju kursi kosong yang masih tersedia di bagian belakang.

"Widih tumben jam segini udah keringetan? Abis olahraga dulu apa gimana nih?" Terdengar pertanyaan dari seseorang yang duduk di sampingnya

Yudhistira Jonathan, adik tingkat yang dikenal kuliah hanya untuk bermain saja. menjadi anak tunggal dari seorang CEO perusahaan di industri hiburan membuatnya hidup dengan materi yang berlimpah. Maka dari itu, bukan lagi hal aneh ketika melihat dia yang notabene mahasiswa tingkat 2 malah berada dikelas seongho yang saat ini berada di tingkat 4.

"Lo tuh kuliah tiap hari gada kelas apa gimana? Kok ya kayanya masuk kelas orang mulu?" Sadewa bertanya setelah mengatur napasnya.

"Lebay banget padahal gue cuma masuk kelas yang ada elonya aja"

"Buat apa?"

"Ya buat menjaga elo lah buat apalagi? Gue itu sedang berusaha menjadi adik yang baik kak buat Lo, masa gitu aja ga paham?"

"Meh, berusaha jadi adik yang baik buat gue apa berusaha biar keliatan baik di mata kak Ghara?"

"Kalo itu sih bonus hehehe"

"Gatau diri banget padahal udah ditolak berkali-kali juga"

"Yang ga pernah berjuang buat cinta mana bakal ngerti"

Obrolan (perdebatan) mereka terpaksa terhenti ketika terdengar suara pintu terbuka dan seorang dosen masuk.

Sadewa berusaha fokus meskipun Yudhistira disampingnya terdengar menahan tawa pada layar hp di tangan. Merasa geram, Sadewa menendang kaki kursi disebelahnya agar anak itu diam. Setelah beberapa lama, akhirnya sang dosen selesai menyampaikan materi dan keluar dari kelas. 2 pria itu langsung bergegas pergi ke kantin mengingat mata kuliah kedua masih beberapa jam lagi.

"Dewa"

Saat keduanya tengah berbincang asik, tiba-tiba terdengar suara yang sudah tak asing lagi. Sadewa berusaha menormalkan ekspresi dan emosinya, sebisa mungkin agar tak terlihat kesal ataupun merasa terganggu.

"Eh ka Haidar" sapaan ia lempar beserta senyum yang semanis mungkin "kenapa ka?" Lanjutnya

"Mau ke kantin ya?"

"Basa-basi nya jelek banget bang"

Bukan Sadewa yang menjawab, melainkan Yudhistira dengan muka malasnya yang amat sangat kentara yang kemudian meringis karena merasakan cubitan panas di lengannya.

"Hehehe iya ka, ka Haidar juga mau ke kantin kah?

"Kebetulan iya, aku boleh gabung kalian gak ya?"

"Boleh kok boleh, santai aja kak" senyum masih berusaha Sadewa berikan meskipun hatinya merasa sangat malas, sungguh.

Kantin saat ini tidak seramai biasanya, mungkin juga karena tidak banyak yang kelasnya kosong seperti Sadewa. Mereka langsung memilih tempat duduk yang paling dekat dengan pintu masuk.

"Kamu mau pesen apa? Biar sekalian Kaka pesenin"

"Eh gausah kak, tadi katanya Yudhis mau traktir aku jadi biar dia aja sekalian yang pesenin aku. Sana buruan pesenin makan, gue udah laper banget" Sadewa langsung mendorong tangan adik tingkatnya yang baru saja hendak membuka handphone.

Mendengar perkataan Kaka tingkatnya itu Yudhistira hanya bisa menghela napas dan beranjak untuk memesan makan. Malas juga jika harus mendebat karena dia tahu mood Sadewa sedang tidak bagus sekarang jadi yang ada kupingnya akan merah dan panas nanti.

Setelah menunggu beberapa saat, Yudhis datang dengan 2 mangkok mie ayam di tangannya lalu diikuti Haidar dengan nasi goreng dan segelas es jeruk.

"Lo ga beliin gue minum sekalian?" Sadewa bertanya pada Yudhis yang tengah asik menikmati mie ayamnya

"Lo kan tadi cuma nyuruh gue buat beli makan"

"Terus maksud Lo karena gue cuma nyuruh Lo beli makan Lo ga ada inisiatif buat beli minum? Apa Lo ga pernah mikir kalo orang makan apalagi makan pedes kaya gini tuh pasti butuh minum?"

Yudhistira menghela napas. Lagi. Padahal dia kira dengan dia menuruti perkataan Kaka tingkatnya ini untuk membeli makanan, dia akan terhindar dari Omelan yang menyebalkan, setidaknya untuk siang ini. Tapi dia lupa, "mengomel" adalah nama belakang Sadewa, jadi sebaik apapun prilakunya pasti akan tetap salah Di mata pria itu.

Baru akan membuka mulut untuk menjawab, tiba-tiba lelaki dihadapannya menyodorkan segelas es jeruk pada Sadewa. Ahhh dia lupa ternyata ada eksistensi lain selain dirinya dan Kaka tingkat cerewetnya disini.

"Minum punya aku aja kalo pedes"

"Gausah ka gapapa biar bocah ini yang bergerak, lagian nanti kalo Kaka pengen minum juga gimana?" Sadewa berusaha menolak dengan halus.

"Biar aku nanti yang pesen lagi, kasian Yudhis lagi enak banget makan mie ayam masa kamu suruh beli minuman"

"Ya ta...."

"Udah kak, rezeki ga boleh ditolak, lagian pamali katanya ganggu orang yang lagi makan"

Belum sempat Sadewa menyelesaikan perkataannya, Yudhistira langsung menimpali dengan wajah sok serius yang rasanya ingin ia tusuk dengan garpu. Malas jika harus terus mendebat, akhirnya dia memilih meminum jus jeruk milik Haidar.

Setelah ketiganya selesai makan, Sadewa langsung berdiri dan pamit, mengatakan pada Haidar bahwa dia sebentar lagi ada kelas. Tangannya menarik Yudhis yang masih asik menyemili es batu. Yang ditarik hanya pasrah mengikuti, setelah sebelumnya berpamitan dan mengatakan "bang gue duluan" pada Haidar sambil melambaikan tangan.

Dewa menghentikan langkahnya diparkiran, mengeluarkan kunci mobil dan berjalan menuju tempat mobilnya di parkir.

"Lah Lo mau kemana kak?" Yudhis bertanya penasaran dengan tangan yang menahan pintu mobil dewa.

"Tempat Mahes"

"Mau bolos?"

"Bawel banget sih kaya ibu kost. Minggir"

Setelahnya Dewa langsung menancap gas dan bergegas ke tempat Maheswara, sahabatnya.



🐱🐥





Very welcome untuk kritik dan saran
Thank you 🙌🏻

RumitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang