12.

59 3 0
                                    

Dalam sebuah ruangan yang didominasi dengan warna abu-abu, terdapat tiga orang pria dewasa dengan kesibukan yang berbeda. Dua diantara mereka, terlihat tengah asik dengan stik games sedangkan satu lainnya begitu fokus dengan ponsel ditangan. Tak ada percakapan yang terjadi, hanya beberapa kata makian yang kadang terlontar dari mulut yang paling muda, hingga akhirnya terdengar suara bantingan barang yang mau tak mau membuat pandangan mereka teralih pada sang pelaku.

"Maen banting aja, Lo pikir gue belinya gak pake duit?" Pria yang sedari tadi fokus dengan ponselnya berucap sambil melempar bantal yang ada disampingnya.

"Lagian dari tadi pada diem doang emangnya ga bosen?"

"Lo dari tadi maen games sama Hansen kenapa masih bosen?"

"Maen games juga kalo diem doang mah sama aja"

"Terus mau Lo apa?"

"Ya apa kek, ngobrol gitu? Kaya orang baru kenal aja kaku amat"

"Bawel banget, itu Neymar Lo jadi pinalti gak? Kasian kakinya pegel Lo pause dari tadi" Hansen yang awalnya hanya memperhatikan perdebatan mereka akhirnya ikut bersuara karena dia paham, Yudhis dan Javas jika sudah adu mulut akan sulit untuk berhenti.

"Inget gak dulu Lo berdua pernah ribut gara-gara cowok?" Yudhis kembali membuka percakapan membuat Javas dan Hansen mengalihkan pandangan padanya.

___

Beberapa tahun lalu, ketika Javas masih berstatus mahasiswa dan baru memulai karirnya sebagai model, dia bertemu dengan Yudhis yang pada saat itu masih SMA sekaligus anak dari pemilik agensi yang menaunginya. Sifat pendiam nya membuat orang-orang sungkan untuk berteman dengan Javas. Jangankan berteman, hanya menyapa saja sepertinya mereka tidak berani. Sampai akhirnya Yudhis datang padanya dan dengan santai mengajak Javas untuk pergi ke klub "gue lagi galau jadi temenin gue minum bang" ucapnya saat itu.

Sudah Javas jelaskan diawal bahwa dia sudah terbiasa dengan pandangan memuja dari setiap orang baik lelaki ataupun perempuan. Jadi bukan hal aneh jika saat ini banyak pasang mata menatap ke arahnya seolah tengah menelanjangi secara terang-terangan.

Javas yang malam itu hanya menggunakan kaos berwarna putih dengan rip jeans hitam mampu membuat banyak wanita membisikkan namanya, saling berlomba untuk mendapat perhatian lelaki jangkung yang menurut mereka sangat mempesona. Namun lagi, dengan wajah datarnya, Javas hanya berjalan lurus mengikuti langkah Yudhis dengan tampilan khas anak hits ibu kotanya. Langkah mereka terhenti didepan meja bar yang kemudian terdengar Yudhis menyapa salah satu bartender yang tengah meracik sebuah minuman. Javas hanya memperhatikan, merasa keduanya terlihat sangat akrab.

"Bang Javas, kenalin ini bang Hansen Abang abangan gue dari jaman SD, dan ini bang Javas, calon artis besar ibu kota"

Kedua lelaki itu saling menjabat tangan dan mengucapkan nama mereka.

___

"Udah lama banget kayanya kita gak minum bertiga di tempat bang Hansen" lagi-lagi suara Yudhis terdengar, menarik Javas untuk kembali ke realita.

"Gue sama Javas baru kemaren minum bareng" sahut Hansen yang saat ini tengah asik mengacak isi kulkas Javas.

"Yang pas kalian ketemu sama temen-temen gue? Udah lama itu beberapa bulan lalu. Eh tapi gimana?"

"Apa yang gimana?"

"Temen gue gimana?"

"Maksudnya mau kemana nih obrolan? Yang jelas Lo kalo nanya"

"Yaelah sok pada pura-pura ga ngerti. Gimana ada yang nyantol gak?"

"Baju gue noh nyantol"

"Bang Javas gimana nih? Diem mulu dah dari tadi"

Mendengar pertanyaan Yudhis, bayangan sosok pria yang ditemuinya beberapa waktu lalu terlintas membuat Javas tersenyum kecil.



🐱🐥



Thank you yang udah mau baca 🙌🏻
Vote dan komen kalian adalah semangat ku ❣️

RumitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang