2.

100 10 0
                                    

Mobil yang dikendarai Dewa tiba diparkiran sebuah rumah sakit. Dia langsung bergegas masuk kedalam untuk menemui sahabatnya. Sebetulnya Mahes merupakan kakak kelasnya ketika SMA, namun karena sebuah kebetulan membuat mereka menjadi sangat dekat. Dewa merasa entah bagaimana hidupnya tanpa Mahes, seseorang yang selalu siap ketika Dewa membutuhkan bantuan dalam bentuk apapun.

Dia menghentikan langkahnya didepan sebuah ruangan dan langsung masuk kedalam. Sebelumnya Dewa sudah mengabari sahabatnya tersebut bahwa ia akan berkunjung dan disuruh langsung datang ke ruangannya karena kebetulan sahabatnya itu sedang ada meeting dengan client.

***

Sadewa Alarik, anak kedua dari 2 bersaudara. Lahir dari keluarga yang cukup berada dan harmonis membuatnya tumbuh menjadi anak yang tidak pernah merasa kekurangan baik dari segi materi ataupun kasih sayang.

Menjadi anak bungsu dari orang tua yang cukup terpandang dan seorang kakak perempuan yang saat ini berprofesi sebagai seorang dokter disalah satu rumah sakit ternama di kota Surabaya, membuat Dewa selalu mendapatkan apa yang dia inginkan, setidaknya sampai sang ayah mengetahui orientasi seksualnya.

Dewa ingat betul, 2 tahun lalu saat sang ayah menamparnya untuk pertama kali. Mungkin bagi sebagian orang, sebuah tamparan ataupun bentakan merupakan hal biasa apalagi bagi seorang anak laki-laki dewasa sepertinya. Tapi bagi Dewa, yang dibesarkan dengan penuh kasih yang bahkan ketika dia melakukan kesalahan seperti tidak sengaja merobek berkas penting milik ayahnya yang hanya akan ditegur agar tidak mengulanginya lain kali, hal tersebut sangat melukai perasaannya.

Tanpa mengatakan apapun, ia langsung bergegas mengemasi barangnya dan memutuskan untuk pergi dari rumah itu, mengabaikan panggilan dari sang ibu dan kakak perempuannya. Beruntung saat itu Mahes yang diberikan fasilitas apartemen oleh orang tuanya bersedia menampung Dewa dan mendengarkan semua ceritanya.

"Ada masalah apa lagi kali ini dek Dewa?" Suara seseorang yang baru masuk dan mengambil duduk diseberang nya memecahkan lamunan Sadewa.

"Emang kalo gue mau kesini harus ada masalah dulu?"

"Loh bukannya iya?"

"Sialan"

"Kenapa? Kak Haidar lagi?"

"Ketebak banget kayanya masalah gue"

"Ya emang apalagi? Masalah Lo kalo bukan digangguin Yudhis ya kak Haidar. Betewe mana tu bocah? Tumben ga ngikut kesini?"

Mahes bertanya heran karena biasanya jika Dewa pergi untuk menemuinya maka Yudhis akan selalu mengekor dan merecoki mereka berdua.

"Gue ga bilang mau kesini, udah capek direcokin dari pagi dikelas"

"Masih aja berusaha padahal udah dilepeh berkali-kali"

"Udah ah kenapa jadi bahas itu anak sih? Masalah gue gimana nih?" Dewa mulai merengek sambil melemparkan kepalanya pada sandaran sofa

"Ya apasih? Kan udah gue kasih saran kalo emang Lo risih bilang langsung ke orangnya buat jauhin Lo"

"Gak segampang itu"

"Gampang kalo lo ga jadi people pleasure. Jangan dikit-dikit ngerasa gaenak deh, orang-orang juga suka seenaknya sama kita kok"

"Lo ga paham"

"Ga paham apa? Gue juga sering dikejar-kejar orang yang katanya naksir tapi ya kalo gue ga suka gue bakal langsung cut off, gak kaya elo"

"Kak Haidar udah baik banget sama gue dulu, ga mungkin gue sejahat itu buat bilang kalo gue ngerasa keganggu sama perhatian dia, gatau diri namanya"

"Dia tuh bukan yang ngorbanin nyawanya buat elo ya Sadewa, gausah selebay itu"

Selalu seperti ini, berakhir dengan cekcok adu mulut ketika mereka bertemu dan menceritakan setiap masalah yang sedang dihadapi.

"Yaudah kalo emang Lo ga tega buat ngomong langsung kaya gitu, Lo kasih pengertian pelan-pelan, harusnya dia ngerti kalo dia beneran sayang"

Akhirnya Mahes memberikan saran terbaiknya. Tidak tega juga melihat sahabatnya seperti ini, merasa tidak enak yang pada akhirnya malah membuatnya pusing sendiri. Sadewa hanya menanggapi dengan helaan napas. Merenungi saran yang diberikan Mahes sebaik mungkin.

🐱🐥

Very welcome for kritik dan saran
Thank you 🙌🏻

RumitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang