Dalam sebuah mobil sport yang hanya diisi oleh suara music dari radio, terdapat dua pria dengan pikiran mereka. Javas dan Yudhis, dua orang yang tadi secara tidak sengaja mendengar percakapan yang terjadi di café Ghara.
Yudhis yang awalnya memang ingin mengunjungi tempat itu, tiba-tiba mendapat panggilan telepon dari Javas yang akhirnya memutuskan untuk mengajak yang lebih tua untuk pergi bersama dengan bayangan mereka akan bertemu dengan pujaan hati mereka masing-masing. Namun memang kenyataan tak selalu seindah realita, mereka tidak hanya bertemu dengan Dewa dan Ghara, tetapi juga disuguhkan sebuah fakta yang membuat mereka bungkam.
Javas yang kini memilih untuk memandangi jalanan, sementara Yudhis dengan perasaannya yang entah bagaimana memilih focus pada kemud. Mereka sepakat untuk pergi ke tempat Hansen untuk membicarakan masalah ini.
Setelah menempuh perjalanan yang hanya diisi oleh keheningan, akhirnya keduanya tiba dikediaman Hansen.
“Bentar banget lo nemuin Ghara?” Hansen bertanya ketika melihat kedua temannya memasuki rumah.
Tadi sepeninggal Yudhis, Hansen memutuskan pulang ke rumah untuk melanjutkan pekerjaanya. Namun ketika dia tengah bersantai , tiba-tiba Yudhis menghubungi untuk memberi tahu bahwa dia dan Javas sedang menuju ke rumahnya.
“Lo beneran naksir Mahes?”
Hansen mengerutkan kening ketika mendengar pertanyaan tiba-tiba dari Javas. Dia memperhatikan dua orang itu, menyadari bahwa mereka terlihat tidak seperti biasanya.
“Lo berdua kenapa?”
“Lo jawab aja pertanyaan gue, lo beneran naksir Mahes?”
Ekspresi Javas saat ini mengingatkan Hansen pada kejadian beberapa tahun lalu ketika keduanya baru saja kenal. Datar, seolah siap untuk bertarung dengan siapapun.
“Iya” Akhirnya Hansen menjawab meskipun dia belum tahu pasti seperti apa situasi yang saat ini tengah terjadi.
“Dewa naksir sama lo”
“What?”
“Dan Ghara naksir sama Javas”
Belum selesai dengan keterkejutannya akibat ucapat Javas, ucapan dari Yudhis membuat Hansen saat ini terlihat seperti orang bodoh, tidak mengerti yang dimaksud keduanya.
“Wait, let me breath. Dewa naksir gue? Dewa? Naksir gue?” ucapnya memastikan, takut takut telinganya yang sedang bermasalah.
Bukan jawaban yang dia terima, melainkan tatapan Javas yang semakin tajam. Hansen melirik Yudhis yang saat ini tengah mengacak rambutnya terlihat frustasi.
“Oke gini, kaya yang lo berdua tahu kalo gue sukanya sama Mahes, but can you guys explain what happened?”
“Gue sama Yudhis emang pergi ke café Ghara dan kita gak tahu kalo ternyata Dewa sama Mahes juga lagi disitu. Mereka lagi ngobrol serius dan gak sengaja kita denger” Javas akhirnya menjelaskan titik permaslahan saat ini.
“Lo yakin gak salah denger? Gak mungkin Dewa naksir gue. Maksudnya ya gue emang pernah ketemu atau ngobrol berdua tapi ya udah sebatas itu aja, gak ada intensitas yang gimana-gimana yang bisa dijadiin alasan dia buat naksir gue” Hansen berusaha menjelaskan ditengah kekalutan antara mereka.
“Sekarang gue Tanya sama lo, gimana perasaan lo ke Ghara?”
Yudhis yang sedari tadi hanya diam, tiba-tiba berdiri dihadapan Javas. Tinggi keduanya yang tak jauh beda membuat Hansen bergidik. Belum lagi aura yang dikeluarkan Javas saat ini mampu membuat siapapun langsung bertekuk lutut memohon ampun. Sosok Javas itu jika dalam sebuah cerita fiksi, mungkin bisa diibaratkan sebagai Alpha dominant dengan aura yang sangat kuat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumit
FanfictionHaiiiiiiii.......... Aku gatau cerita ini bakal ada yang baca atau enggak, but if you guys come and read my story, i would say thank you so much. Oh iya, don't expect to much cuz this is my very first story. Disini aku cuma pengen nuangin imajinasi...