3.

87 8 0
                                    

"Lo dimana? Gue udah didepan sama Mahes" Dewa bertanya pada seseorang diseberang telepon.

Saat ini ia dan sahabatnya itu sudah berada di pintu masuk salah satu bar terkenal. Ternyata saran yang diberikan Mahes tidak membuatnya merasa lega yang pada akhirnya mereka memutuskan untuk pergi ke tempat ini.

"Serius gak sih?" Dewa sedikit berteriak karena memang musik yang terdengar dari dalam cukup keras

"Lain kali kalo emang ga bisa bilang ga bisa, jangan kaya gini"

"Kenapa?" Mahes bertanya penasaran karena jujur saat ini ekspresi sahabatnya itu lebih mengerikan dari tadi siang.

"Yudhis katanya ga bisa, disuruh ke kantor bokapnya" Dewa menjawab malas

"Dadakan banget padahal dia yang nyaranin kita kesini"

Dewa mengangkat bahu tanda tak tahu dan langsung mengajak untuk masuk ke dalam.

Suasananya tak jauh berbeda dengan bar yang biasa mereka kunjungi. Suara musik yang keras, orang-orang yang terlihat bersenang-senang entah itu di dance floor ataupun sofa, serta perpaduan antara aroma alkohol dan nikotin.

Bagi keduanya pemandangan seperti ini sudah biasa, namun benar apa yang diucapkan Yudhis tadi siang melalui sambungan telepon, tempat ini memiliki nuansa elegan dan mahal. Entah bagaimana menjelaskannya, hanya saja mereka bisa merasakan bahwa semua pengunjung disini merupakan kaum old money yang datang memang untuk bersantai, bukan mencari kepuasan duniawi semata.

"Duduk disana aja biar ga terlalu berisik sama orang joged"

Mahes langsung menarik tangan Dewa ketika melihat ada sofa kosong. Tidak terlalu pojok tapi juga tidak terlalu dekat dengan keramaian. Mereka langsung duduk dan memperhatikan sekitar. Ketika keduanya tengah asik memperhatikan sekitar, tiba-tiba datang seseorang yang menarik perhatian Dewa.

Seorang pria dengan tubuh tegapnya, rahang yang tegas, serta tinggi kira-kira 178? Entah Dewa juga kurang yakin karena memang pencahayaan disini kurang bagus. Dia hanya mengira-ngira saja, sampai akhirnya pria tersebut tiba dihadapannya, ah lebih tepatnya ia dan Mahes.

"Hai, sorry gue ganggu, cuma mau pastiin kalian temennya Yudhis?" Pria itu bertanya ragu

"Hai, iya kita temennya Yudhis. Lo kenal dia juga?" Mahes menjawab dan mempersilahkan pria itu untuk bergabung bersama mereka.

"Syukur deh gue ga salah orang. Oh iya kenalin gue Hansen, kakak kelas dia waktu sekolah dulu"

"Gue Maheswara" Mahes menerima jabatan tangan pria yang bernama Hansen tersebut dan menyenggol lengan Dewa pelan, menyadarkan sahabatnya yang sedari tadi terlihat kurang fokus.

"Hah, eh, oh hai gue Sadewa"

Mendengar jawaban Dewa, Mahes mengernyit bingung. Apakah temannya ini masih kepikiran masalah Haidar? Ataukah dia merasa tak nyaman dengan kehadiran orang lain diantara mereka.

"Kalian temen kampusnya Yudhis? Eh ga keberatan kan kalo gue tanya-tanya?" Hansen bertanya kembali karena merasa tidak nyaman dengan kekosongan yang terjadi diantara mereka.

"Dewa iya, kakak tingkat lebih tepatnya, kalo gue kenal karena dia sering ngikut pas kita berdua ketemu"

"Anyway, mau pada minum apa? Biar gue ambilin"

Keduanya menyebutkan pesanan mereka.

"Lo kenapa sih? Masih kepikiran kak Haidar?"

Mahes bertanya setelah bayangan Hansen hilang ditengah kumpulan manusia yang sedang melepas penat.

"Gue gapapa"

"Iya percaya banget gue meskipun muka Lo kaya orang planga plongo"

Setelahnya Mahes fokus pada ponselnya, paham bahwa temannya yang satu itu tidak bisa dipaksa. Jika dia ingin cerita, tanpa diminta pun pasti akan bercerita, jadi biarkan saja, batin Mahes.

Hansen tiba dengan beberapa botol minum dan gelas ditangannya. Terlihat seorang wanita dibelakang dengan pakaian pelayan, membawakan beberapa kue dan camilan.

"Ini Lo yang bayarin apa gimana nih?" Mahes bertanya dengan nada bercanda.

"Hahaha, gratis deh sebagai sambutan dari gue sebagai owner"

Uhuk. Minseong berdecak dan langsung mengusap punggung seongho.

"Lo yang punya tempat ini?"

Untuk pertama kali Dewa membuka obrolan dengan Hansen. Tadi sempat terkejut karena jujur Yudhis tidak mengatakan apapun pada mereka. Anak itu hanya mengusulkan tempat ini ketika mendengar ia dan Mahes ingin pergi minum untuk melepas penat.

"Yudhis ga bilang apa-apa emang?" Hansen bertanya penasaran dan dijawab gelengan oleh dua pria didepannya.

"Kebetulan emang gue owner nya, dan sesekali nge-dj juga sih kalo lagi mood"

"Keren banget" Mahes menengok kesamping ketika mendengar tanggapan refleks dari temannya.

"Banyak yang bilang gitu"

Mereka bertiga tertawa menanggapi candaan yang dilontarkan Hansen tadi.




🐱🐥




Very welcome untuk kritik dan saran
Thank you 🙌🏻

RumitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang