7.

71 5 0
                                    

Lampu lalu lintas masih merah, membuat Chelsea merasa geram, lalu ia menoleh memperhatikan Javas yang terlihat nyaman dalam tidurnya. Wanita itu tersenyum, kembali mengingat masa lalu mereka.

___


"Gue minta maaf kak kalo selama ini banyak nyakitin elo. Gue enggak ada niat sedikitpun"

Perkataan Javas yang menjadi penutup penjelasannya sore itu di sebuah cafe sebagai tempat pertemuan mereka.

Chelsea terdiam. Mencoba mencerna segala hal yang Javas jelaskan. Mencoba mengerti dan menerima. Namun tidak semudah itu, sudah dia bilang di awal kan, bahwa pria yang saat ini bersamanya, pria yang selama 5 bulan ini berstatus sebagai kekasihnya, adalah seorang pria yang dengan mudah bisa menarik perhatian banyak wanita? Termasuk Chelsea. Bohong jika dia bilang, dia tak memiliki perasaan terhadap Javas selama ini. Dengan segala perhatian yang dia terima? Dengan segala kebaikan pria itu? Munafik sekali jika Chelsea mengatakan dia tidak terjatuh pada pesona seorang Javas Arsalan.

"Kak? Jangan diem please. Kalo Lo mau marah, gapapa marah aja, katain aja gue, pukul sekalian juga boleh, karena emang gue pantes nerima itu"

Chelsea berusaha mengangkat kepalanya, menjatuhkan pandangan pada seseorang yang saat ini terlihat sangat kacau. Perasaan bersalah, bingung, putus asa, semua itu terpancar jelas dari mata yang biasanya menyorot tajam menantang. Kenapa harus gue? Pertanyaan itu terus berputar di kepala Chelsea.

Dia menarik napas, mencoba tenang. Perlahan meraih tangan yang terkulai lemah diatas meja. Mengelusnya, memberikan sedikit rasa tenang meskipun Chelsea tak yakin hal tersebut dapat membantu.

"Jujur gue sendiri bingung harus bereaksi kaya gimana sekarang. Gue marah, kecewa, sedih, semuanya nyampur jadi satu. Lo tahu, gue dari tadi mikir, kenapa gue? Diantara semua orang di kampus, kenapa harus gue? Apa gue terlihat sebodoh itu buat dibohongin? Buat dimanfaatin?" Air mata yang sedari tadi Chelsea tahan, satu persatu mulai jatuh, mendobrak pertahanannya.

"Kak gue.." belum sempat Javas menyelesaikan ucapannya, Chelsea kembali mengusap ibu jarinya, seolah mengatakan bahwa ia belum selesai berbicara.

"Tapi setiap orang pasti punya alasannya sendiri kan? Javas, bisa kasih gue waktu sebentar buat tenangin diri dulu? Kalo emang nanti udah siap, gue bakal dateng buat tanya alesannya, boleh?"

"Kak, jangan gini. Dengan Lo bersikap kaya gini bikin gue makin ngerasa jahat banget nyakitin cewek sebaik elo. Jadi please marahin gue, tampar atau seenggaknya siram gue pake minuman Lo. Terserah apapun itu gue bakal terima"

Javas menumpukkan keningnya pada tangan Chelsea. Pria itu benar-benar merasa sangat bersalah. Bukan respon seperti ini yang dia bayangkan ketika diperjalanan tadi.

"Minuman itu ya buat minum, bukan buat nyiram orang. Mending sekarang kita sama-sama tenangin diri dulu, setelah tenang baru nanti ngobrol lagi"

Tapi saat ini dia sedang berhadapan dengan seorang Chelsea Caroline, wanita yang selalu berusaha rasional. Bahkan dia masih bisa tersenyum ketika mengucapkan perkataannya tadi.

___

Suara klakson membuyarkan lamunan Chelsea. Ya ampun, berapa lama dia melamun sampai tak sadar bahwa ternyata lampu sudah berubah hijau. Tanpa membuang waktu, wanita itu langsung menancap gas mengingat mereka harus tiba di tempat tujuan tepat waktu.


🐱🐥

Very welcome untuk kritik dan saran
Thank you 🙌🏻

RumitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang