17.

52 3 2
                                    

Gue ke tempat Hansen, Lo nyusul

Pesan singkat dari Yudhis membuat Javas bangkit dari tempat tidur. Tanpa repot berganti pakaian, dia langsung bergegas pergi ke tempat yang Yudhis maksud. Didalam mobil yang sunyi, hanya terdengar lantunan sebuah lagu yang terputar dari radio serta gumaman tak jelas dari mulut Javas. Jarak yang harus ditempuh dari rumahnya tak begitu jauh sehingga dia tak perlu mengebut. Kurang dari 20 menit, Javas sudah sampai di besmen sebuah bar yang cukup terkenal di Jakarta. Setelah memarkirkan sedan putihnya, dia bergegas masuk dan langsung disuguhi dengan banyak pasang mata yang menatapnya penuh damba. Javas tak begitu ambil pusing dan tetap melanjutkan langkahnya menuju ke ruangan yang sudah biasa mereka pilih ketika ke tempat ini.

Ketika tangannya menarik handle pintu, ia sedikit kaget dengan keadaan dalam ruangan tersebut karena suasana saat ini sangat diluar prediksinya. Yudhis yang dikenalnya selama ini  akan mabuk dengan suara musik keras, cukup untuk merusak pendengaran orang namun saat ini pria itu tengah asik memainkan gelas ditangan dengan pikiran entah kemana, begitu tenang hingga membuat Javas penasaran sebesar apa masalah yang dihadapinya?

“Hansen kemana” Tanya Javas sembari mengambil sekaleng bir untuk diminum setelah mendudukkan dirinya disebrang yang lebih muda. Sengaja memilih bir untuk malam ini karena dia masih waras untuk tidak membawa kendaraan dalam keadaan mabuk.

“Lagi ada perlu sebentar tadi”

Javas hanya menganggukkan kepalanya mendengar jawaban dari Yudhis.

“Bang lo pernah ngerasain berjuang buat seseorang yang lo sayang?”

Pertanyaan yang keluar dari mulut Yudhis berhasil membuat yang lebih tua mendongak, menatap ke dalam matanya berusaha mencari tahu apa yang sebenarnya tengah mengganggu pikiran pria ini? Yudhis mendongak ketika tak kunjung mendengar jawaban dari Javas. Mengerti bahwa jawabannya sedang ditunggu, Javas hanya mengangguk saja.

“Gimana rasanya?”

“Kenapa? Lagi ada yang ganggu pikiran lo?”

“Selama ini lo selalu nyuruh gue buat perjuangin apapun yang menurut hati gue bener, tapi kalo yang menurut gue bener ternyata malah nyakitin, apa masih harus tetep gue perjuangin?”

“Ini tentang Ghara?”

Yudhis terdiam sebentar, lalu mengangguk menanggapi pertanyaan Javas.

“Gue gak tahu seberat apa perjuangan lo selama ini dan selayak apa Ghara buat lo perjuangin, tapi satu hal yang harus selalu lo inget, selama hati lo masih merasa mampu buat berjuang, dan orang itu masih layak di perjuangin, jangan berhenti. Sakit memang, gue tahu, tapi bakal lebih sakit lagi saat lo lepasin dia gitu aja.”

“Apa yang dulu bikin lo nyerah?”

“Karena dia udah ketemu sama bahagianya.”

“Terus gimana sama bahagia lo?”

“Dari awal gue berjuang fokus gue Cuma satu, bahagianya dia”

Obrolan mereka terpaksa terhenti ketika pintu dibuka oleh Hansen. Pria itu menjatuhkan dirinya disamping Javas, menatap dua orang yang sama-sama terdiam dengan minuman ditangan mereka.

“Kenapa suasananya jadi kaya dipersidangan gini? Tegang amat?” Tanya Hansen akhirnya.

“Lo lagi deket sama Mahes bang?”

Bukannya menjawab, Yudhis malah melontarkan pertanyaan lain. Hansen langsung tersedak vodka yang tengah diteguknya membuat Javas dan Yudhis yang melihat itu hanya bisa menertawakan tingkah Mahes yang terlihat seperti maling tertangkap basah.

“Kenapa tiba-tiba lo nanya itu?”

“Penasaran aja soalnya gak sengaja gue liat chat lo sama dia”

“Gak sopan banget si anjing liat chat orang”

“Gue bilang gak sengaja ya anjing”

Perdebatan semacam ini sudah menjadi hal biasa bagi ketiganya sehingga Javas tidak perlu merasa khawatir meskipun saat ini baik Yudhis maupun Hansen tengah berada dibawah pengaruh alkohol.

“Udahlah jujur aja, siapa tahu bisa gue bantu”

“Lo gimana Jav?”

Mendengar pertanyaaan yang ditunjukkan padanya, Javas hanya mengernyit bingung tidak mengerti dengan apa yang dimaksud Hansen.

“Gue kenapa?”

“Bukannya kemaren  lo sempet godain Mahes?”

Untuk kedua kalinya tawa Javas dan Yudhis terdengar diruangan itu, untungnya ruangan mereka saat ini kedap suara sehingga tidak akan mengganggu pengunjung lain. Terdengar pun tidak masalah, toh saat ini sang pemilik tempat sedang bersama mereka.

“Kalo lo beneran naksir Mahes, go on, gue kemaren bercanda aja, lucu soalnya liat reaksi dia kaya ketakutan banget. Lagi pula bukan dia orangnya. Bukan dia yang lagi gue perjuangin bahagianya.”



🐱🐥




Very welcome untuk kritik dan saran
Thank you 🙌🏻

RumitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang